Bab 58 Janda Pirang Depan Rumah

361 2 0
                                    

'Kenapa, sih, jalan hidup aku seperti ini sekarang? Terasa semua ini berubah seratus persen, dan aku terlibat dalam sebuah skema dari karma yang perlahan membantaiku,' ucapku dalam hati.

Setelah bergeming di depan pintu, aku pun berjalan memasuki dapur lagi. Di malam yang sangat dingin, aku mendudukkan badan di atas kursi. Pandangan sejurus ke arah depan, dengan berkata bait demi bait pada hati. Pikiran pun mulai suntuk, aku tak tahan kalau harus seperti ini tak bekerja. Ingin rasanya kembali pada ayah, akan tetapi aku malu kalau akhirnya datang lagi kepadanya.

Seraya menarik napas panjang, kemudian aku pun berjalan ke luar dari perkarangan tanpa peduli akan omelan sang mertua di dalam rumah. Kehadirannya hari ini sudah membuat spot jantung, apalagi kalau dia sampai menginap di rumah. Sudah pasti akan membut gendang telingaku akan pecah. Dengan mendudukkan badan di bangku taman, aku memandang langit hitam yang di penuhi dengan bintang-bintang.

Udara yang kian sejuk berubah menjadi dingin, kemudian rembulan juga turut hadir di malam ini. Aku pun menarik napas panjang, membayangkan kalau sekarang aku bukan orang kaya lagi. Isi ATM sudah kosong, dan sekarang gak ada alasan lagi hendak membelikan Sri. Tetapi aku berharap, kalau dia paham akan keadaanku. Karena sudah berani menikah dengan aku, dan mendukung kalau aku bercerai dengan Julia.

Arloji bergerak dengan sangat cepat, kemudian aku menatap sang waktu secara saksama. Ini adalah kali pertama aku merasa bingung yang luar biasa. Biasanya kalau pun bingung, aku masih pegang uang dan Julia adalah sasaran dari emosi yang datang. Sekarang aku tak tahu kabarnya bagaimana, dia adalah wanita yang pertana kali memenangkan hatiku. Namun, karena ambisiku yang keterlaluan ini, membuat kami terpisah.

Aku tak berani menyesali ini, karena sekarang aku sudah punya istri baru yang lebih cantik dan sedang mengandung anakku. Sedang Julia, sudah beberapa kali mengandung tetapi gagal memberikan aku keturunan. Dalam hal ini, aku pun nekat meninggalkannya karena Julia tak mau menjadi yang kedua setelah Sri. Tak berapa lama duduk di depan taman, rintih hujan pun datang.

Malam yang cerah membuat aku seolah bertanya, ada apa dangan alam? Tadinya cerah, sekarang sudah menyingsing dan semakin gelap. Gambaran akan hati dan perasaanku, terpuruk dalam sebuah pilihan hidup, tetapi ini bukan hal yang salah. Justru, ini adalah pilihan tepat untuk aku yang sedang mengalami sebuah keinginan kesempuraan menjai seorang ayah.

Seketika aku berlari memasuki rumah, dan badan sudah basa kuyup. Kemudian aku pun melintasi ruang tengah, berselisihan pada seorang wanita yang tak lain adalah mertua. Dia menatap ke arahku, dengan pandangan yang sangat tajam. Aku pun tak mau berkata apa pun, lalu dia berkacak pinggang.

"Dari mana kamu, Ren? Istri lagi hamil kamu malah keluyuran di luar. Gak lihat apa, kalau dia tiap jam minta minum?" tanyanya sedikit ngegas.

"Ma-maaf, Bu, aku hanya cari udara segar aja di luar," jawabku tertitah.

"Mulai sekarang kamu harus bisa jadi suami yang baik. Kamu harus perhatikan istri kamu, siapkan makan, dan bersihin rumah. Karena aku gak mau kalau Sri kecapean, dan dia tak bisa mengandung cucu pertamaku," pekik sang mertua.

"I-iya, Bu, aku akan lakukan apa yang Ibu katakan," jawabku sangat melas.

"Bagulah kalau kamu tahu, sekarang temui Sri, dia mencari kamu dari tadi. Tutup pintu, agar gak ada nyamuk yang masuk."

"Ba-baik, Bu," sergah Reno, dia berlari memasuki ruang kamar, dan di sana sudah ada Sang istri tengah ongkang-ongkang kaki sambil makan-makanan ringan.

Aku menutup pintu kamar, kemudian membuka baju yang sudah basah ini. Lalu sang istri pun mendudukkan badan, dia menatap mantap ke arahku di depan lemari.

"Mas, kamu dari mana? Kok, kamu basah kuyup?" tanyanya, kemudian aku menoleh sekilas ke wajahnya.

"Habis dari luar, cari udara segar," jawabku spontan.

3 Miliyar Sekali EntotWhere stories live. Discover now