Bab 16 Hyper

4.8K 15 0
                                    

"Waktunya istirahat, kita sudah pesan banyak makanan di kantin. Ayo, sekarang kita gas makan udah lapar banget ini." Para karyawan pun menghambur ke luar dari dalam ruangan. Sementara Dimas—Asisten pribadi dari Reno Adiwijaya masih ada di dalam ruangan.

Pasalnya, sang karyawan sangat takut kalau akhirnya Bos dari pusat akan datang. Namun, itu sangat mustahil karena sekarang banyak pekerjaan yang mendadak harus di lakukan. Apalagi ada proyek besar tengah menanti di tengah krisisnya keuangan dari perusahaan itu. Ini adalah hal yang tak pernah di lakukan oleh Dimas, menelepon atasan dan bertanya di mana Reno berada.

Anak dari Adiwijaya itu masih berada di luar ruangan, dia pergi bersama dengan Sri—yang merupakan seorang karyawan baru di perusahaan itu. Kemungkinan kalau mereka akan menginap di salah satu hotel yang ada di pesisir pantai, karena wacana itu sudah di katakan oleh Reno sebelumnya. Dengan tidak aktifnya sebuah ponsel dari si Bos, membuat Dimas tanda tanya dengan proyek yang baru saja di di garap itu.

Masih perlu bimbingan serta banyaknya yang harus di lakukan. Terlebih lagi kalau proyek ini gagal, maka perusahaan cabang dua akan di pastikan akan kolevs atau pun bangkrut tidak ketulungan. Sudah banyak investasi yang di berikan oleh Adiwijaya agar keuangan tetap berjalan sebagai mana mestinya. Namun, tampaknya Reno tidak begitu berambisi dalam dunia perusahaan.

Lelaki itu hanya setengah hati dalam memimpin perusahaan, sampai segala kedisiplinan pun sudah mulai kendor sejak awal di tinggal pergi oleh bos pertama mereka. Namun, sejak Reno yang menjadi BOS di sana, para pekerja tidak ada yang tertekan dan selalu saja mendapatkan kelonggaran dalam setiap hal.

Dari arah luar kantor, banyak karyawan yang simpang siur hendak makan siang. Karena sudah waktunya makan sejak pagi mereka di sibukkan dengan banyaknya pekerjaan, belum lagi menangani semua yang telah di tinggal oleh Reno—Bos mereka di perusahaan. Sejak kehadiran Sri di perusahaan itu, Reno banyak tidak masuk dan mengamburkan uang.

Demi kenikmatannya dan semua tentang bir4hi semata. Karena di rumah, lelaki berkulit putih itu tidak lagi menyentuh sang istri karena sudah gagal dua kali dalam mengandung bayi. Dia pun putus asa dan sangat pesimis kalau sang istri dapat memberikan dia anak. Alhasil semua itu dia korbankan dan memilih untuk pergi bersama wanita yang selama ini dia tinggalkan.

Terhitung sudah beberapa kali dalam sebulan ini, hotel hampir di datangi oleh mereka berdua. Sekadar singgah, atau bahkan sampai menginap hingga berhari-hari dengan alasan lembur di rumah. Tak berapa lama, Dimas pun mengambil ponsel dan berdiri tegap di kursinya. Lalu, dia berjalan ke luar dari dalam ruangan seraya menatap Diki di sana.

Mereka adalah sahabat dekat, akan tetapi beda bagian saja di perusahaan itu. Dimas pun berjalan dengan laju dan sampailah dia di ambang pintu, kemudian lelaki berkumis tipis itu membuka pintu yang terbuat dari kaca. Diki menatap sahabatnya, karena tidak biasa Dimas bersikap sangat ketakutan. Mungkin karena sudah menghubungi Adiwijaya—bos utama di perusahaan pusat, sampai detik ini dia merasa terpikir akan kehadirannya.

Namun, kalau pun dia datang di perusahaan, semua warga karyawan akan di kabari paling tidak akan ada perintah untuk memberikan fasilitas dan menyiapkan sebuah ruang khusus untuknya datang. Diki menyentuh kening sahabatnya itu, dia mengernyit karena melihat air keringat membasahi badan sang sahabat.

"Kau sakit, Dim?" tanya Diki, mereka pun saling tukar tatap.

Dimas menggelengkan kepala, karena dia takut hendak berkata apa pun. Seraya menatap ponsel, kedua kaki Dimas pun gemetar seperti sedang mendapatkan mental yang sangat buruk dari seserang.

"Ka-kalian mau makan siang, ya, Ki?" tanya Dimas gantian, dia menoleh sahabatnya perlahan.

"Hmm ... kami mau makan siang. Ayo, kita ke kantin. Aku mau ajak kamu makan sepuasnya, hari ini aku yang teraktir, deh," ajak Diki sangat merayu.

3 Miliyar Sekali EntotOnde histórias criam vida. Descubra agora