Bab 86 Pertarungan Ayah dan Anak Demi Janda

319 3 0
                                    

Selepas makan malam, kami pun bergegas menuju ke dalam mobil lagi. Dalam suasana sangat malam, dan sudah saatnya kembali pulang karena besok akan bekerja lagi sebagai mana mestinya. Aku mengantar kedua karyawan itu di sebuah perusahaan, karena mobil mereka ada di sana dan berjajar sangat rapi. Menjelang malam, aku pun pamit lebih dulu. Perpisahan ini berakhir dengan sangat menyenangkan.

Rasa lelah sudah mendatangi badan ini, aku pun bersama dengan Pratama kembali pulang karena kami sudah terlalu lama jalan-jalan untuk hari ini. Di dalam benak sangat terasa menyenangkan, dan ternyata Pratama adalah anak yang tidak cengeng dan sejak awal kami pergi sampai saat ini dia tak menangis sama sekali. Setibanya di depan rumah, aku memarkirkan mobil di teras depan.

Kedua mataku melihat akan kehadiran Reno yang ternyata menunggu kami di depan teras, tanpa berkata sama sekali, kemudian aku masuk dan memerlihatkan gaya sangat arogan. Memang sifat asliku demikian jika bertemu orang yang sangat mengesalkan. Namun, kalau bertemu orang baik dan sangat kerja keras, kepalaku pun akan di berikan. Kami sama-sama masuk ke dalam rumah, lalu aku menuju dapur dan memberikan Pratama pada Bi Inem agar dia yang memandikan.

Dengan menggunakan air hangat, agar Pratama bisa lebih nyenyak tidur malam ini. Kemudian diri ini menaiki anak tangga lantai dua, di belakang badan ada Reno yang mengikuti. Lalu diri ini menoleh, secara saksama aku memerhatikan lelaki yang sangat terlihat gembel itu berjalan sangat laju. Namun, dia tidak berani berkata. Setelah sampai di dalam kamar, aku menutup pintu agar orang tersebut berada di luar saja.

Seraya memberhentikan langkah di ambang pintu, kemudian aku menatap dari lubang kecil kalau Reno telah pergi dari posisi bergemingnya tadi. Sepertinya anak itu hendak mengatakan sesuatu, akan tetapi dia tidak langsung memanggil saja. Gelagatnya pun sudah bisa aku tebak, kalau sepertinya akan ada yang dia katakan padaku malam ini.

Kemungkinan nanti, aku akan mandi dulu dan membersihkan diri. Karena menu makan malam telah tercium aroma lezatnya, membuat diri ini sangat ingin lagi makan di rumah. Masakan versi kedua ART yang berasal dari kampung tidak kalah dengan masakan di restoran. Bahkan mereka dapat memasak lebih enak tanpa penyedap.

Namun, sejauh ini aku masih suka masakan asli dari tangan Julia, dia begitu sempurna menurutku. Tepat di dalam kamar mandi, aku menatap cermin seraya mengelus brewok. Terlihat pantulan sosok diri dari balik cermin itu, akan penampilan diri ini yang semakin lama terlihat begitu macho. Aku adalah lelaki berjuta karisma, walau sudah menginjak lima puluh tahun lebih, akan tetapi rambut ini masih hitam, serta posisi gigi juga sangat rapi.

Terlahir menjadi crazy rich, dapat memanjakan hidupku, dari segi keuangan dan lainnya. Namun, aku sangat susah mengajak wanita untuk komitmen dan menikah. Selama ini aku hanya mau cinta satu malam pada gadis ABG. Setelah paham dan yakin akan rasa nyaman, akhirnya yang mampu membuat aku berhenti adalah Julia.

Sang mantan menantu itu adalah satu-satunya perempuan yang mampu membuka pintu hati ini. Namun, sampai sekarang aku tak tahu dia ada di mana. Informasi yang memberikan alamat rumah, ternyata tidak mempertemukan aku dengan dia juga. Setelah selesai mandi, aku berjalan ke ruang kamar dan mengambil piyama. Baju tidur dengan motif garis ini pilihan, karena memang tak ada lagi yang akan datang bertamu.

Setelahnya, aku ke luar dari kamar dan langsung menuju ke lantai satu. Tepat di meja makan, ternyata sudah ada Reno yang sedang menatap beberapa menu, tetapi belum makan. Entah apa yang di pikirkan orang itu, sampai melihat makanan seperti musuh. Lamat-lamat, dia menatap ke arahku yang sudah mendudukkan badan. Lalu, diri ini mengambil piring dan seketika Bi Inem pun melintas.

"Nem ...," panggilku sangat singkat.

Orang tersebut pun datang menemui, tibalah dia di samping dan menjawab, "i-iya, Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sangat lembut.

"Pratama sudah mandi?" tanyaku lagi.

"Sudah Tuan ... cucu lagi tidur sama Bi Ira, kemungkinan dia lelah seharian ke luar," papar Bi Inem.

"Okelah, jaga dia jangan sampai tergigit nyamuk satu pun. Kalau butuh susu, kalian buatkan karena aku sudah beli di mobil susu mahal buat dia."

"Ba-baik, Tuan," jawab Bi Inem.

Ketika Bi Inem hendak pergi, lalu aku memanggilnya lagi. "Bi."

"I-iya, Tuan?" tanya Bi Inem.

"Kamu ambil pakaian serta perlengkapan bayi di dalam mobil, dan itu adalah baju baru buat Pratama. Jangan pakaikan dia dengan baju dari Reno, karena itu jadul gak ada style nya," paparku dengan sangat arogan.

"I-iya, Tuan ...."

Mendengar ucapan dariku, Reno pun melirik sekilas. Kali ini kami makan malam bersama, di ruang makan dan tidak ada yang berkata sama sekali. Semoga saja dengan ucapan pedas dariku, Reno dapat merasakan apa yang selama ini ia lakukan. Bahwa ada hal yang besar harus dia pahami ketika sudah memutuskan untuk pisah kekeluargaan dengan Adiwijaya. Itu adalah konsekwensi dari semua keputusan.

Siapa pun orang yang berani membantah, maka dia akan menerima semua hal-hal kejam dalam setiap keinginanku. Kali ini aku pun meneguk minuman susu hangat, lalu Reno tersedak dan dia langsung meneguk minuman lagi.

"Kenapa kamu Ren? Gak bisa makan masakan enak?" tanyaku dengan nada suara parau.

Dia mengangguk, kemudian menjawab, "papa kenapa selalu menghina aku. Kan, aku adalah anakmu. Kenapa papa berubah sekarang, yang dulu berjanji akan memenuhi semua kebutuhan aku, apa papa lupa akan hal itu?" tanyanya membuat aku tertawa.

"Ha ha ha ... apakah aku gak salah dengar itu, Ren? Kamu sudah berani menentang aku, sekarang mau berharap lagi aku menerima kehadiran kamu. Jangan mimpi kamu, Ren!" pekikku ngegas.

"Papa, aku hanya mau minta sama papa agar persatukan aku lagi dangan Julia. Karena aku menyesal telah berpisah dari dia. Sekarang aku udah sadar, dan ingin hidup sederhana saja dengan wanita yang aku sayangi," jelas Reno.

'Si4l anak ini, malah dia meminta aku untuk mempersatukan dia lagi. Padahal aku juga mau kalau memiliki Julia. Ini gak bisa di tinggal diam, aku harus segera bertindak. Kalau sampai Julia menikah lagi dengan Reno, dia akan menderita kedua kalinya,' kataku dalam hati.

"Papa ... kenapa kau hanya diam. Aku ini anakmu, kan, kalau kau menginginkan aku bersatu lagi dengan Julia, aku akan terima semua konsekwensinya. Tidak dapat harta darimu juga gak masalah. Yang penting aku menikah kembali pada Julia, aku masih sayang sama dia pa."

"Emangnya, kamu tahu di mana Julia tinggal saat ini?" tanyaku memancing agar Reno berkata padaku perihal rumah Julia sekarang.

"Tau, Pa, aku tahu di mana Julia tinggal. Apakah papa mau ke rumahnya, kapan pun aku bisa antar. Tapi ... aku hanya pinta sama papa, agar bisa mempersatukan kami seperti sedia kala," ungkap Reno sangat bersemangat.

'Ha ha ha ... mudah banget aku mengajak manusia ini bernegosiasi, sebentar lagi aku yang akan menikahi Julia. Gak akan aku lepaskan lagi, kali ini harus berhasil,' ocehku bersenandika.

Bersambung ...

3 Miliyar Sekali EntotWhere stories live. Discover now