Lembar 98 - Arwah Sakti

170 21 4
                                    

Negeri Talawi berduka, negeri itu baru saja kehilangan dua pembesarnya, yakni raja dan ratu terdahulu, Prabu Panduka dan Ratu Permani. Upacara pemakaman baru saja selesai dilakukan.

Kumbaraka menyaksikan upacara itu dari kejauhan dengan hati hancur, dia ingin membongkar penyamarannya dengan langsung mengamuk dan melabrak sang kakak Pradipto yang telah menjadi penyebab secara tidak langsung kematian orang tua mereka. Beruntung Gilang, Satra dan Rangga cepat mencegah. Jika itu terjadi maka kacaulah semua urusan mereka. Karena Kumbaraka yang terus berkeras, terpaksa Gilang menggunakan totokan darah untuk membuat Kumbaraka tak berdaya.

Pradipto merenung di kamar pribadi, seluruh penghuni istana untuk empat puluh hari diwajibkan memakai pakaian serba putih sebagai tanda berduka. Pikiran raja ini benar-benar kacau, kadangkala jernih kadang kala kusut.

"Kanda! Makanlah dulu! Sejak kemarin kanda belum menyentuh barang sebutir nasi dan juga seteguk air" Gandari mencoba membujuk sang suami seraya menggendong anaknya, bayi setan yang menjadi penyebab pangkal bencana hingga merenggut nyawa Prabu Panduka dan Ratu Permani.

"Diam!" Bentak Pradipto. Saat itu pikirannya sedang jernih hingga dia merasa harus melakukan sesuatu untuk menghukum sang anak yang bisa menjelma menjadi setan kapan saja.

Pradipto cepat melompat ke hadapan Gandari, menyambar Seto Kaladanu yang ada di gendongan perempuan itu, lalu tanpa timbang rasa bayi itu di banting sekuat tenaga ke lantai kamar.

"Praakkk" suara bantingan itu begitu keras. Gandari menjerit kesetanan sedangkan sang bayi langsung menangis mengoek-oek.

"Kanda apa yang kau lakukan terhadap anak kita?" Pekik Gandari. Dia segera ingin menghambur menyelamatkan sang anak, namun dengan satu gerakan tangan Pradipto berhasil melepaskan satu pukulan bertenaga dalam rendah buat mementalkan Gandari. Perempuan itu terpental dan jatuh ke atas ranjang. Rasa benci Pradipto tak tertahan lagi, dia menginjak-injak tubuh anaknya itu dengan keras disertai tenaga dalam penuh. Suara injakan itu terdengar mengerikan. Namun Pradipto melengak kaget karena tubuh bayi itu alot sekali, kakinya seolah-olah menginjak bantalan besi.

Tubuh bayi itu tidak rusak apalagi hancur berpatahan, malah lantai kamar yang retak-retak akibat kuatnya injakan kaki Pradipto.

Pradipto semakin lipat gandakan kekuatan, namun saat itu pula tangisan Seto Kaladanu lenyap, berganti menjadi gerengan mengerikan, seperti gerengan seekor harimau. Asap merah menebar keluar dari tubuhnya. Dan wusss, sosok bayi itu berubah ke wujud iblisnya, berbulu, bertanduk, bertaring dan bercakar tajam.

Breett, kulit betis kaki kanan Pradipto kena sambaran cakar. Satu luka robek besar terkuak, darahpun jatuh bercucuran. Pradipto tersulut sambil menahan sakit, rasanya panas dan nyeri. Namun tekatnya sudah bulat, dia harus menghabisi nyawa Bayi Setan, dia cabut Pedang Semesta Batin. Pradipto siap menerjang dengan jurus dahsyat, namun wajah laki-laki mendadak pucat. Kaki kanannya tidak dapat bergerak. Ketika dia melirik ke kaki itu terkejutlah dia. Kaki itu mulai dari telapak sampai ke lutut telah melepuh pecah-pecah dan berbau busuk. Nyata sudah serangan cakar Bayi Setan tadi mengandung racun jahat.

"Anak iblis! Kau bukan anakku! Hanya anak demit yang sanggup membunuh kakek dan neneknya sendiri" Geram Pradipto sambil menggigit bibir menahan rasa sakit yang menjalar di kaki kanannya.

Bayi Iblis cuma menggereng lalu keluarkan suara tawa mengerikan.
"Kau budakku! Manusia-manusia sepertimu lebih pantas menjadi kacungku" Bayi Iblis melayang mendekati Pradipto.

Pradipto dengan tenaga dalam tersisa kerahkan pukulan Kutuk Alam Kubur, sebaris sinar hitam melesat keluar dari telapak tangan kanannya, Bayi Iblis cuma menyeringai, dia biarkan tubuhnya terhantam sinar hitam.
"Brukk, blarr!" Tubuh makhluk berbulu itu terpental dan keluarkan suara meledak yang cukup keras juga asap putih yang tebal. Tatkala asap putih tebal itu musnah, terbeliaklah Pradipto.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now