Lembar ke 5. Pertarungan Di Sebuah Warung

342 33 11
                                    

Gilang memandang jurang yang menjadi pemisah Hutan Kayu Wangi dengan daratan di seberang tebing. Dia teringat ketika pertama kali dibawa Wisnu ke sini, menyebrangi jurang dengan menginjak barisan payung hingga dia mengompol dan mengencingi tubuh pemuda tampan itu. Gilang tersenyum geli melihat itu semua.

Kini di jurang itu ada satu akar menjalar yang membentuk seperti sebuah tali tambang yang membentang sebagai jembatan menuju ujung sana. Wisnu yang membuatnya, entah dengan cara apa. Terus terang Gilang sendiri meski telah hidup bersama selama 5 tahun menganggap sosok Wisnu masih memiliki misteri yang tak dapat diungkapnya.

"Tali sekecil ini, apakah tidak akan bergoyang-goyang jika ku pakai berjalan, apalagi di tengah jurang sana, pasti angin akan bertiup kencang" Gilang merinding membayangkan jika kakinya tergelincir dan tubuhnya terperosok ke dalam jurang.

Saat itu tiba-tiba di telinga kanannya mengiang satu suara " Jangan ragu Gilang, langkahkan kakimu, gunakan ilmu Selaksa Angin. Keragu-raguan adalah salah satu penyebab kegagalan, kuatkan hati dan pikiranmu"

Gilang terkesiap, itu suara Wisnu.
"Benar kan, dia masih memiliki ilmu yang tak sempat ku pelajari, ilmu yang mampu mengirim suara"

Setelah bulatkan tekad, dengan mengerahkan ilmu Selaksa Angin Gilang melangkah cepat diatas jembatan tali dari rajutan akar-akar itu. Angin membawanya seolah melayang terbang dengan nyaman dan aman. Hupp kedua kakinya berhasil menapak di seberang, bertepatan dengan itu tiba-tiba saja jembatan akar itu terputus ujungnya, tali itupun terperosok jatuh. Wajah Gilang memucat seketika.

"Untung saja putusnya sekarang, kalau tidak"

Saat itulah ujung matanya menatap sosok Wisnu diujung jurang menyaksikan kepergiannya. Di seberang sana terlihat Wisnu lambaikan tangan.
"Jangan lupakan aku Gilang. Segeralah kembali" teriak Wisnu.

"Pasti, Guru. Aku akan kembali. Aku menyayangimu" balas teriak Gilang. Lalu keduanya saling lambaikan tangan salam perpisahan.
***

Warung Mbok Prapti hanya kecil saja, hanya berisi enam buah meja, namun karena masakannya yang lezat warung ini jadi terkenal, tak hanya bagi para warga desa Pandan Arum melainkan juga bagi para pengelana yang kebanyakan pendekar. Tentu saja menjadi warung terkenal membawa rejeki tersendiri, namun ternyata menjadi terkenal juga terkadang sesekali membawa musibah, yaitu disambangi rampok maupun pencuri.

Siang itu warung Mbok Prapti entah mengapa tidak seramai biasanya, dari enam buah meja, hanya empat yang terisi pelanggan, salah satunya oleh Gilang Kesuma, pendekar muda yang baru saja turun gunung seminggu yang lalu. Belum banyak pengalaman dan hal-hal menarik yang dia temui sepanjang perjalanan, namun agaknya pengalaman menarik itu akan mulai ditemuinya sejak hari ini.

Semua mata pengunjung warung Mbok Prapti tertuju ke depan pintu warung, semua mata itu membuka lebar karena terpana dan takjub, bagaimana tidak? Tepat di pintu warung itu berdiri dengan anggunnya seorang gadis yang luar biasa cantiknya, berkulit sawo matang cerah dengan balutan pakaian coklat muda keemasan. Bibirnya mungil dan merah ranum, hidungnya mancung, sepasang mata yang cerah membuat siapa saja yang memandangnya menjadi ceria, jika diibaratkan dengan bunga, maka gadis ini ibarat kembang mawar yang tumbuh di tengah ilalang, hingga membuatnya menjadi begitu istimewa.

Rambutnya panjang sedikit bergelombang dibiarkan tergerai lepas, di keningnya melintang perhiasan berbentuk ikat kepala tipis terbuat dari emas berkilauan yang dihiasi beberapa butir permata berwarna putih.

Sungguh keindahan ini benar-benar langka dan jarang terjadi, begitu pula Gilang, kedua matanya tak bisa lepas dari sosok si gadis, sedangkan dari mulutnya keluar decak kagum, memuji para Dewa atas makhluk indah di pintu itu.

Gadis cantik itu memandang ke seluruh sisi warung, dia akhirnya melangkah masuk menuju satu meja yang masih kosong yang terletak di tengah.

Minten, sang pelayan warung cepat menghampiri tamu yang baru datang untuk memberikan sambutan dan pelayanan.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora