Lembar 92- Lahirnya Bayi Iblis

168 23 9
                                    

Dengan langkah tergopoh-gopoh Pradipto kembali ke istana, langsung menuju kamar dimana Gandari sedang menjerit dan meringis-ringis menahan sakit yang timbul dari perutnya yang akan melahirkan. Beberapa datang dan juga Ratu Permani ada di dekatnya buat menghibur.

"Gandari!" Panggil Pradipto dengan raut cemas.

"Kanda" jawab Gandari dengan suara lemah.

"Apa dukun bersalin sudah dipanggil?" Tanya Pradipto kepada kepala dayang yang juga ada disana.

"Sudah Gusti prabu!" Beberapa prajurit sudah kesana dan akan segera kembali bersama dukun bersalin terdekat.

Pradipto begitu khawatir, dia kini ada disamping Gandari, mengelus-elus rambut dan mencium dahi perempuan itu.
"Bertahanlah sayang, kuatkan dirimu. Tabib bersalin akan segera datang, bersabarlah sebentar. Ini demi anak kita"

Gandari mengangguk sambil menggigit bibirnya, dahinya mengernyit berkerut-kerut menahan nyeri, keringat dingin telah bercucuran disana.

"Suruh prajurit lain menjemput! Kenapa lama sekali?" Gusar Pradipto yang tak dapat menahan gelisah.

Kepala dayang cepat melaksanakan perintah itu.
***

Sementara itu di dalam kereta yang dipacu dengan cepat oleh seorang kusir istana, dua perempuan yang berada di dalam kereta saling memandang dengan cemas.

"Kuatkan hatimu Candrika! Tidak apa kita menculik tabib asli dan menyamar menjadi mereka. Ini demi tugas dan kebaikan umat manusia" bisik Nenek Lembah Air Mata yang telah menyamar menjadi nenek dukun beranak dengan pakaian lusuh dan mulut mengunyah sirih.

Sementara Candrika Dewi mengangguk dengan dada berdebar, dirinya juga telah menyamar menjadi pembantu sang dukun. Rambutnya dikepang sederhana dengan wajah dibuat belang seolah memiliki tanda lahir. Parasnya yang biasanya jelita kini menjadi jelek. Diam-diam perempuan ini menggenggam tusuk bambu yang tersimpan dibalik punggungnya, tusuk bambu itu yang akan menjadi senjata mereka buat membunuh si bayi setan.
***

"Gusti prabu! Tabib telah tiba!" Lapor kepala dayang.

"Lekas suruh dia masuk!"

Di kamar itu, di hadapan Pradipto, Prabu Panduka dan Ratu Permani telah bersimpuh dua orang perempuan, yang seorang nenek memakai penutup kepala dari kain lusuh dengan rambut putih seluruhnya. Wajahnya penuh dengan kerutan dengan mulut merah celemotan karena mengunyah susur, di sebelahnya seorang gadis berkebaya warna kuning dengan separuh wajah belang karena tanda lahir.

Pradipto tak dapat mengenali keduanya yang tak lain adalah guru dan adik seperguruannya.
"Lekas! Istriku mau melahirkan!"

Nenek Lembah Air Mata membungkuk hormat, Candrika cepat mengeluarkan alat-alat bantu bersalin dari kotak kayu besar yang mereka bawa. Nenek Lembah Air Mata meminta semua orang untuk keluar. Pradipto, Prabu Panduka dan Ratu Permani juga dayang-dayang yang ada di kamar itu patuh, dan lekas keluar kamar.

Candrika menatap dengan tatapan tajam kepada Gandari yang merintih-rintih.

"Cepatlah nek, aku sudah tak tahan!" Keluhnya.

Nenek Lembah Air Mata dan Candrika saling melirik, si nenek kedipkan mata. Candrika  mengangguk mengerti akan isyarat itu. Dan secara serentak keduanya cepat keluarkan tusuk bambu masing-masing. Lalu dengan tanpa suara keduanya melompat siap menghujamkan kedua tusuk bambu runcing itu ke perut perempuan durjana ini.

"Apa yang kalian lakukan?" Tegur Gandari tak mengerti, tatkala dia sadar tusuk bambu itu akan dihujamkan ke perutnya menjeritlah perempuan ini.

Pradipto dan keluarganya yang mendengar di luar kamar meski kaget namun tak bertindak apa-apa, karena sangat biasa perempuan menjerit karena menahan sakit saat lahiran.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now