Lembar ke 61 - Setelah Dewa Iblis Gugur

168 25 7
                                    

Akhirnya setelah lama cerita ini vakum, saya akan melanjutkannya kembali. Maaf kalau kelamaan 😂🙏. Setelah Dewa Iblis gugur maka kali ini tokoh antagonisnya akan beralih ke satu tokoh antagonis baru, salah satunya musuh lama Wisnu dan kawan-kawan yang belum jelas sudah mati atau tidak. Selain itu akan ada satu tokoh perempuan lagi yang menyebalkan seperti tokoh Mayang yang pastinya akan mengusik hubungan Wisnu dan Pradipto. Oke selamat membaca.
***

Istana negeri Nusa Mutiara benar-benar telah porak poranda akibat hebatnya perang yang terjadi. Setelah berhasil menyadarkan semua pendekar kini mereka semua berkumpul di bangsal istana yang hanya tinggal berupa lantai saja karena dindingnya yang roboh.

Prabu Gumintang, Pangeran Wilantara juga Putri Gandari pandangi istana kebanggaannya itu dengan tatapan sedih.

Sementara di luar tampak pasukan tengkorak tengah memindahkan mayat-mayat prajurit dan menguburkan mayat-mayat itu di dalam satu kuburan masal. Pasukan tengkorak itu adalah pasukan alam ghaib yang dipanggil Empu Mayat Suci untuk membantu mereka mengurus jenazah termasuk juga nanti memperbaiki istana.

Sembari memperhatikan pasukan-pasukan tengkorak itu bekerja, Empu Mayat Suci mengajak kawan-kawannya berembuk. Ada Embun Salju, Eyang Merak Jingga, Nenek Lembah Air Mata, Cermin Dewa, Rangga Pranata, Pangeran Kumbaraka yang tangan kanannya putus, Iblis Pantun juga Prabu Gumintang sekeluarga, bersama mereka masih ada pula dua makhluk roh Adiyatma dan Sirushona. Lalu Satra Dirgantara dan Wisnu Dhanapala, keduanya juga duduk bersimpuh di atas lantai, dihadapan mereka melintang terbujur kaku sosok mayat Dewa Iblis. Sesekali air mata masih merembes di pipi keduanya. Pradipto sendiri duduk di sebelah sang kekasih.

"Saudara-saudaraku, kita semua berhasil menghentikan malapetaka ini..." Ucapan Empu Mayat Suci seketika dipotong oleh  jeritan Putri Gandari.

Perempuan itu melompat ingin menendang jenazah Dewa Iblis guna melampiaskan amarahnya. Bagaimana tidak? Istananya hancur, negerinya porak poranda dan yang terparah ialah ibundanya Gusti Ratu Banjaratih turut menjadi korban keganasan Dewa Iblis. Namun Wisnu Dhanapala cepat menghadang mencegah tendangan itu.

"Apa-apaan kau ini? Biar kuhancurkan mayat itu sampai tak berbentuk!" Marah sang putri karena dendamnya tak kesampaian.

"Berani kau melakukannya, ku patahkan kedua kakimu itu!" Ancam Wisnu dengan sorot mata tajam dan wajah dingin mengelam.

"Huh anak dan bapak sama saja, sama-sama busuk!" Cecar Putri Gandari yang semakin tersulut emosi.

Plakk! Wisnu tampar wanita itu.

Pradipto cepat menenangkan Wisnu agar tak terjadi pertengkaran diantara mereka.
"Tahan amarahmu itu Wisnu! Tenangkan dirimu!"

"Kau! Beraninya kau menampar seorang putri seperti diriku? Kau tak takut dihukum pancungkah?" Geram Putri Gandari.

"Kalau kau putri memangnya kenapa? Apa tak boleh ditampar? Negeri hancur begini saja masih diandalkan. Orang-orang istana Nusa Mutiara benar-benar sombong!" Balas Wisnu.

"Lebih baik sombong dari pada menjadi anak Dewa Iblis!" Sindir Putri Gandari karena tak dapat mengendalikan amarahnya.

Pangeran Wilantara cepat melerai pertengkaran itu. Dia membawa adiknya menjauh. Adiyatma dan Sirushona memberi isyarat kepada Wisnu untuk mengikuti mereka.

Adiyatma dan Sirushona mengajak Wisnu menjauh, mereka menuju ke luar dari reruntuhan bangsal. Wisnu dengan dibantu Satra membawa jasad Dewa Iblis. Keduanya mengikuti Adiyatma dan Sirushona. Ternyata Pradipto, Nenek Lembah Air Mata, Rangga Pranata dan juga Pangeran Kumbaraka turut mengekori mereka.

"Wisnu, kami tidak dapat berlama-lama disini, kami harus segera kembali" ucap sang ayah, Adiyatma.

Wisnu cuma diam tak menyahut. Jujur dia masih kecewa kenapa kedua orang tuanya itu merahasiakan hal besar seperti ini dari dirinya.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now