Lembar ke 16 - Hati Yang Berdebar

222 30 7
                                    

Tokoh-tokoh:
Wisnu Dhanapala
Pangeran Bangkai alias Pradipto
Kandito
Candrika Dewi
Timur Agung
Gilang Kusuma
Mayang Bestari
Empu Barata
Embun Salju
***

Dari atas pohon dimana Pangeran Bangkai, Candrika Dewi dan Kandito mengintai, ketiganya berdecak kagum menyaksikan pertarungan antara Wisnu Dhanapalaa dan Empat Iblis Maut.

"Jurus-jurus yang hebat" puji Kandito kagum.

Candrika mengangguk.
"Lihat dia bisa membunuh seorang dari Iblis Maut, pasti ilmunya tinggi sekali" Seru perempuan ini.

Mereka menyaksikan jalan pertarungan itu hingga selesai, bahkan ketika akhirnya orang-orang di padepokan berbalik memusuhi dan menyerang Wisnu Dhanpala.

"Orang-orang tak tahu budi!" Geram Candrika begitu melihat Wisnu Dhanapala malah dilempari batu dan kayu, dia bersiap melompat dari pohon ingin menolong namun Pangeran Bangkai mencegah.

"Jangan ikut campur Candrika! Kita tidak tau masalahnya apa, dari sini kita tak dapat mendengar dengan jelas. Bisa-bisa kita malah menambah masalah" ujar Pangeran Bangkai, walau sejatinya berkat ilmu kesaktiannya dia dapat mencuri dengar semua apa yang terjadi, matanya menatap Wisnu Dhanapala di kejauhan.

"Tapi kakang, mereka sungguh keterlaluan. Ternyata orang-orang golongan putih lebih mengerikan kalau tengah menghina seseorang" ucap Candrika Dewi bersimpati.

"Itulah sebabnya aku tidak suka berteman dengan mereka" celetuk Kandito.

"Hei Lihat, pemuda keren berpayung itu pergi" seru Candrika Dewi sembari melihat Wisnu Dhanapala terbang dengan payung-payungnya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Kandito bingung, semula mereka berniat ingin mencuri Pedang Semesta Batin jika penghuni padepokan habis terbantai, tapi kenyataan yang terjadi jauh dari dugaan mereka.

"Astaga lihat itu! Pedang hijau itu juga terbang ke arah lenyapnya pemuda tadi!" Seru Candrika, jari telunjuk kanannya menunjuk ke arah pedang yang melesat di kejauhan.

"Celaka! Ayo kita kejar!" Ucap Pangeran Bangkai.

Ketiganya segera melesat mengejar pedang itu, namun setelah lelah mengejar pedang itu lenyap, mereka kehilangan jejak

"Pedang itu cepat sekali seperti setan!" Keluh Kandito dia, melesot jatuh dan terbaring diatas tanah karena kelelahan.

"Semakin kecil peluangku untuk sembuh" gumam Pangeran Bangkai lesu.
***

Kembali ke padepokan Timur Raya.
Mayang dan Timur Agung mencoba menghibur Gilang yang ditinggalkan oleh gurunya.

"Janganlah kau bersedih Gilang, harusnya kau bersyukur terlepas dari gurumu itu, ingat Gilang, hubungan kalian itu terlarang. Bisa mendatangkan murka sang pencipta" ucap Timur Agung.

"Benar kakang, lagi pula bukankah Dewata telah memberi ganti yang lebih baik?" Ucap Mayang sembari membelai kepala Gilang.

"Tapi Mayang, kakang kejatuhan kualat, pedang Semesta Batin hilang, lalu seluruh kesaktian dan kanuragan kakakng hilang karena telah durhaka terhadap guru sendiri" ucap Gilang yang merasa tidak enak dan takut karena menghianati Wisnu.

"Kakang, terhadap guru sesat seperti itu tidak ada istilah durhaka" jawab Mayang pula.

"Begini anak muda, masalah ilmu kanuragan kau tak usah khawatir. Aku bersedia menurunkan ilmu ku kepadamu, demikian juga dengan pamanmu" Empu Barata, tokoh paling sakti di wilayah barat ini turut pula berucap menghibur.

"Benar, bukankah lebih baik kau mempelajari ilmu yang dimiliki keluarga sendiri, lagi pula paman punya kabar rahasia untukmu!" Ucap Timur Agung.

"Kabar rahasia?" Tanya Gilang menyelidik.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now