Lembar ke 68 - Gertak

169 23 2
                                    

Tiga hari berselang dari hari hilangnya Putri Gandari. Satra Dirgantara, Raja Merak, Candrika Dewi, Kandito dan Nenek Lembah Air Mata menghadap Prabu Panduka dan juga Pangeran Pradipto untuk mohon izin pamit pulang ke kediaman masing-masing.

"Gusti Prabu, lalu sahabat kami Pangeran Pradipto, sebelumnya kami memohon maaf karena tak dapat berlama-lama tinggal di istana ini, padahal kami tahu negeri ini masih membutuhkan tenaga kami. Bagaimana pun juga kami memiliki urusan-urusan pribadi masing-masing, hamba sendiri harus kembali ke Pulau Berhala untuk melihat keadaan pulau itu setelah gugurnya ayahanda Dewa Iblis" Satra yang buka bicara mewakili semua orang.

Prabu Panduka hanya mengangguk maklum.
"Silahkan anak muda! Bangunlah kembali pulau itu hingga aman tentram, dan jaya sejahtera. Kami akan selalu siap menjalin hubungan persahabatan dengan negeri pulau itu"

"Hamba dan murid-murid hamba juga mohon pamit gusti, sudah terlalu lama Lembah Air Mata kami tinggalkan. Terakhir kali lembah itu dalam keadaan porak poranda akibat serangan orang-orang Dewa Iblis" Sambung Nenek Lembah Air Mata pula.

"Kami juga Gusti prabu, Bukit Hening juga terakhir kali kami tinggalkan dalam keadaan rusak parah" menimpali Empu Mayat Suci.

Prabu Panduka terdiam, sebenarnya dia berharap para pendekar ini mau tinggal lebih lama di negerinya, bahkan jika perlu dia akan memberi jabatan penting di jajaran negerinya. Namun sebagai raja yang arif, dia maklum kalau orang-orang persilatan memang tidak suka terikat dan selalu ingin bebas. Akhirnya dengan berat hati Prabu Panduka mengijinkan.

Pradipto bergantian pelukan dengan guru dan kedua adik seperguruannya, Kandito dan Candrika Dewi.

"Kandito, jaga adik Candri sebaik mungkin. Sering-seringlah berkunjung kemari" Pradipto tak dapat menahan air matanya. Kandito dan Candrika sudah dianggapnya seperti adik kandung sendiri, mereka adalah orang-orang pertama yang tak menjauhinya meski dulunya dia hanyalah sesosok pangeran bangkai. Mereka berlatih silat, bermain, tumbuh besar bahkan berkelana bersama-sama, ada ikatan yang kuat bersemayam di hati ketiganya.

"Pasti kakang, kelak kami akan berkunjung ke sini. Kakang sendiri akur-akurlah dengan Wisnu" ucap Kandito.

Candrika cepat pula menarik Wisnu lalu berbisik.
"Kalau putri gatal itu kembali, kau jangan mau mengalah. Jika dia macam-macam kepada kakang Pradipto tak usah segan-segan buat menghajarnya"

Wisnu mengangguk, dia merasa terharu karena Candrika Dewi begitu memperhatikan hubungannya dengan Pradipto.

Nenek Lembah Air Mata dan juga Empu Mayat Suci juga Iblis Pantun turut pula larut ke dalam suasana perpisahan.

Satra Dirgantara menghampiri Wisnu, kedua orang yang bersepupuan ini saling pandang.
"Wisnu, sebenarnya aku masih berharap kau mau memimpin pulau, tetapi agaknya kau belum berkenan. Jika kelak kau berubah pikiran berkunjunglah ke Pulau Berhala alias Pulau Bambu Hijau"

Wisnu langsung saja berpelukan dengan Satra Dirgantara.

"Sampaikan pesanku kepada ketiga anak buahku yang masih ada di Hutan Kayu Wangi. Mereka sudah aku bebas tugaskan, mereka boleh menentukan masa depan mereka masing-masing" ucap Satra Dirgantara pula, dia teringat bahwa ketiga anak buahnya yakni Seno, Pramuji dan Sandika masing-masing tertarik dengan tiga dara murid Wisnu.

Wisnu mengangguk, akhirnya keluarga istana melepaskan kepergian para pendekar itu di depan gerbang istana. Sesaat setelah kepergian rombongan pendekar itu sekonyong-konyong datanglah seekor kuda berwarna coklat memasuki halaman istana, kuda itu ditunggangi Putri Gandari.

Prabu Gumintang dan Pangeran Wilantara seketika saja berbahagia, akhirnya Putri Gandari kembali pulang dalam keadaan selamat tanpa kurang satu apapun.

"Gandari, kau kemana saja?" Prabu Gumintang memeluk anak perempuannya itu.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ