Lembar ke 23 - Nafsu Dewi Ular

284 28 8
                                    

Tokoh-tokoh:
Dewa Iblis
Dewi Ular
Maut Hijau
Maut Biru
Maut Hitam
Satra Dirgantara
Rasmini
Nenek Lembah Air Mata
Pradipto
Candrika Dewi
Kandito
Wisnu Dhanapala
***

Dewa Iblis berada di ruangan pribadinya, ruang dimana tersimpan patung perempuan yang memegang payung, perempuan bernama Shona yang dulu teramat sangat dicintai.

"Tok tok" terdengar pintu diketuk dua kali. Iblis Maut Biru yang melakukannya, mengetuk pintu yang tertutup.

"Ada apa Biru?" Tanya Dewa Iblis tanpa menoleh sedikitpun ke arah pintu. Sungguh luar biasa insting lelaki ini hingga tahu kalau diluar sana di balik pintu tertutup Iblis Maut Biru lah yang datang.

"Ketua, Dewi Ular datang menghadap" ucap Maut Biru.

"Suruh dia menunggu di aula" jawab Dewa Iblis.

"Baik" sahut Iblis Maut Biru,kemudian salah satu anak buah kepercayaan Dewa Iblis ini pun beranjak pergi.

Dewa Iblis kembali pandangi patung untuk sesaat. Setelah sunggingkan senyum dia melangkah enak saja menuju pintu, bahkan tanpa membuka pintu sosoknya laksana bayang-bayang menembus dan melewati, tak perlu waktu lama dia telah sampai di aula.

Dewa Iblis segera duduk diatas singgasananya. Dan di hadapannya, di sebuah kursi tamu agung tengah duduk dengan gaya merangsang seorang perempuan cantik sekali. Perempuan ini berpakaian serba hitam terbuat dari sutera yang teramat tipis, hingga nyaris tembus pandang. Yang luar biasanya ternyata perempuan satu ini tidak mengenakan pakaian dalam, hingga dari baju sutera tipis itu membayang setiap lekuk auratnya. Wajahnya yang secantik bidadari itu dihiasi sebuah mahkota kecil terbuat dari emas, mahkota itu berbentuk kepala ular dengan sepasang mata berupa batu berlian berwarna merah.

Dewi Ular duduk dengan silangkan kaki, hingga belahan rok sutera tipisnya tersingkap, memamerkan paha dan pinggul yang putih mulus dan padat. Jika saja yang melihat bukan Dewa Iblis mungkin lelaki manapun akan berdesir darahnya karena terangsang.

"Dewi Ular, apa kabarmu?" Tanya Dewa Iblis.

Agaknya Dewi Ular bukanlah anak buah dari Dewa Iblis, karena dari nada bicara Dewa Iblis yang terkesan akrab dan bersahabat, mungkin Dewi Ular memang sahabatnya atau paling tidak adalah sekutunya. Selain itu, orang-orang yang berada di aula juga menaruh hormat pada Dewi Ular.
"Kabar ku baik, jauh-jauh aku dari Bukit seribu Ular datang ke mari hanya untuk melihatmu Dewa" suara Dewi Ular merdu sekali, suara yang terkesan genit dan menggoda.

Dewa Iblis tersenyum kecil, dia tau watak sahabatnya ini yang sangat haus akan gairah birahi seorang lelaki.

"Dewi apakah diluar sana tak kau temukan lelaki yang jauh lebih tampan dariku?" Tanya Dewa Iblis.

Dewi Ular tertawa kecil, tawa yang merdu laksana butiran mutiara yang jatuh berderai diatas lantai keramik. Sebelum dia menjawab mulutnya yang berbibir ranum meniup, angin kecil dari tiupan nafas Dewi Ular itu sangat aneh, berbau harum, bau harum yang seketika dapat membangkitkan gairah seorang lelaki.

Maut Biru, Maut Hijau, dan Maut Hijau saling pandang, setelah mencium bau harum dari hembusan nafas Dewi Ular tadi entah mengapa darah mereka mendadak panas dengan hasrat berkobar-kobar.

"Dewa, di luar sana yang lebih tampan darimu itu banyak, bahkan banyak sekali. Namun yang seperkasa dan setangguh dirimu itu tidak ada" jawab Dewi Ular sembari kedipkan mata dan julurkan lidah membasahi bibir, benar-benar perempuan binal.

Dewa Iblir tersenyum.
"Kau inginkan diriku?"

"Tentu! Tentu saja sayang, kau tahu? Dadaku ini sangat merindukan remasan dan kecupanmu" jawab Dewi Ular sembari pegangi kedua dadanya yang montok besar dengan kedua tangannya.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now