Lembar ke 21 - Di ambang Rasa

201 27 5
                                    

Tokoh-tokoh:
Wisnu Dhanapala
Pangeran Bangkai
Kandito
Candrika Dewi
***

Kita ikuti perjalanan Pangeran Bangkai dan dua adiknya yang membawa serta Wisnu Dhanapala ke lembah air mata. Perjalanan yang panjang dan teramat melelahkan, apalagi kepada pejalan kaki seperti mereka, namun Pradipto alias Pangeran Bangkai justru senang, malah dalam hati dia berdoa agar jarak ke lembah air mata menjadi sepuluh kali lipat lebih jauh, hal ini karena dia ingin lebih lama lagi bersama Wisnu Dhanapala, apalagi selama perjalanan mereka senantiasa berdampingan.

Hal ini tak luput dari perhatian Candrika dan Kandito, keduanya bahkan kompak untuk menjaga jarak dari Pradipto yang tengah melakukan pendekatan dengan Wisnu dengan berjalan agak jauhan di belakang, agar kehadiran mereka tak membuat Pradipto terlalu malu.

"Apakah Lembah Air Mata itu jauh?" Tanya Wisnu Dhanapala.

"Lumayan, kenapa? Apakah kau lelah Wisnu?" Tanya Pradipto seraya lirik pemuda yang ada di sampingnya.
"Demi berjuta bintang, sungguh dia teramat indah buat dipandang, oh Dewata, jika cinta yang ku rasa ini salah, cukupkan dia menjadi sebatas kagum sahaja, tapi jika cinta ini anugerah, aku mohon biarkan dia tumbuh semakin megah dan terus megah, hingga menjadi keagungan niat suci untuk bersanding dengannya" doa yang indah itu hanya melantun di dalam hatinya.

"Kakang! Hari telah senja, sebaiknya kita istirahat disini. Aku akan mencari kayu buat api unggun" ucap Kandito, yang tanpa menunggu jawaban segera pergi dari sana untuk mencari kayu.

Mereka memang tiba di satu bagian hutan yang cukup lapang dan longgar dari barisan tanaman, apalagi tak jauh dari mereka ternyata ada sebuah sungai kecil.

"Baik, kita istirahat disini" ucap Pradipto.

"Kakang, aku akan cari beberapa tanaman yang mungkin bisa dimakan" ucap Candrika pula, sama seperti Kandito dia juga langsung pergi tanpa menunggu jawaban.

"Aneh" celetuk Wisnu sembari hempaskan bokongnya ke atas sebuah akar pepohonan yang menyembul, dia duduk di sana.

"Aneh kenapa?" Tanya Pangeran Bangkai yang ikut duduk di hadapan Wisnu, hanya saja dia langsung menjelepok diatas tanah, hanya beralas dedaunan kering yang gugur.

"Jelas-jelas kalian tidak membawa alat-alat memasak, mengapa Candirka mencari tanaman buat dimakan? Apa kita akan memakan buah-buahan?" Tanya Wisnu heran.

Pradipto tertawa kecil.

"Kenapa kau tertawa?" Tanya Wisnu heran.

"Tidak ada, aku hanya baru sadar bahwa kau terlalu lugu dan polos. Ketahuilah Wisnu, aku memiliki kesaktian berupa tujuh buah peti yang secara gaib mengikutiku melalui bawah bumi, nah satu dari tujuh peti itu aku gunakan untuk menyimpan berbagai benda, termasuk benda-benda keperluan sehari-hari" jelas Pradipto.

Kedua bola mata hijau milik Wisnu membeliak lebar.
"Ilmu seperti apa itu? Seumur-umur baru kali ini aku tau ada ilmu yang bisa memiliki tujuh peti ghaib"

"Kenapa? Kau mau aku ajari?" Tanya Pradipto.

Wisnu cepat-cepat menggeleng
"Satu peti saja sudah menyusahkan, apalagi sampai tujuh, apa jadinya kalau itu semua jadi peti mati yang berisi mayat? Jawab Wisnu sembari merinding.

"Hahaha, begitu juga payungnu, bagiku itu juga aneh, bayangkan saja dari satu payung bisa keluar sepuluh yang lainnya"

"Ilmu payung itu warisan dari ibuku. Lagipula payung dan peti ya jelas lebih besar peti, apa tidak merepotkan?" jawab Wisnu.

Pradipto cuma tertawa mendengarnya.
"Oh ya? Dimana ibumu? Siapa tahu kelak aku akan menemuinya" ucapan Pradipto sebenarnya ada sambungannya, yaitu 'menemui buat melamarmu'. Tapi mana mungkin dia ucapkan dihadapan Wisnu secara langsung. Apalagi dia belum tahu perasaan Wisnu padanya, mereka baru saja bertemu bukan?

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now