Lembar ke 44 - Jodoh

255 33 29
                                    

Buah Pelangi Surgawi telah berhasil di dapatkan oleh Wisnu, semua orang kini berbondong-bondong menuju rumah kayu itu, tepatnya menuju kamar dimana Pradipto tengah sekarat ditunggui oleh Prabu Panduka, Ratu Permani, Pangeran Kumbaraka, dan Embun Salju. Embun Salju sengaja tetap disana karena dia bertugas menyalurkan tenaga dalam sekaligus memastikan agar Teratai Salju miliknya tidak mencair.

"Kami mendapatkannya" seru Nenek Lembah Air Mata dengan gembira sembari mengacungkan Buah Pelangi Surgawi di tangan kanannya.

Keluarga Pradipto bersorak girang, juga Embun Salju.

Satra Dirgantara yang menggendong sosok Wisnu yang tak berdaya karena kehabisan darah baringkan sosok itu di sebelah Pradipto.

"Apa yang terjadi dengannya?" Tanya Embun Salju tatkala melihat sosok Wisnu yang terbaring pucat.

"Dia mengorbankan darahnya untuk menumbuhkan buah Pelangi Surgawi lagi" jawab Satra Dirgantara.

Lalu dia dibantu oleh Rangga juga Kandito menceritakan apa yang telah terjadi. Embun Salju terperangah sangking tak percaya bahwa Gilang mencuri buah Pelangi Surgawi.

"Tak kusangka Gilang bisa berbuat senekat itu" ucap perempuan cantik namun sudah nenek-nenek ini.

"Ambisinya membutakan mata hatinya" celetuk Raja Merak, saat itu dia sebenarnya juga masih khawatir, dia menghawatirkan keselamatan Eyang Merak Jingga, gurunya yang dibawa paksa oleh Gilang untuk berperang melawan Dewa Iblis.

"Hai ayo tunggu apalagi, lekas gunakan buah itu untuk sembuhkan Pradipto" celetuk Candrika Dewi.

Untuk memaksa Pradipto yang tak sadarkan diri memakan buah itu tentu saja sulit.
Nenek Lembah Air Mata putuskan untuk menumbuk buah itu sampai lumat mirip bubur, lalu setelah halus disuapkan pelan-pelan ke dalam mulut Pradipto.

Buah-buahan itu pada dasarnya mengandung air, maka air-air Pati dari Buah Pelangi Surgawi itu duluan masuk membasahi kerongkongan Pradipto. Nenek Lembah Air Mata buka mulut Pradipto lebar-lebar dengan kedua tangannya dengan maksud agar buah lekas tertelan, begitu buah itu habis tiba-tiba tubuh Pradipto berguncang hebat, pancarkan warna-warni yang indah.

Semua orang menyaksikan dengan berdebar-debar, guncangan Pradipto yang awalnya keras hingga menghentak-hentak ranjang perlahan-lahan mereda, pancaran sinar juga mulai memudar, dan hasilnya? Begitu sinar padam, luka bakar Pradipto lenyap tak berbekas, namun luka penyakit kulit bawaan lahirnya masih tetap ada. Tapi tak apa, yang terpenting Pradipto selamat dari maut.

Kedua mata Pradipto membuka.
"Wisnu" nama itulah yang pertama kali di sebut olehnya.

"Kanda sudah sadar?" Tanya Pangeran Kumbaraka.

Pradipto yang pikirannya masih mengawang-awang mencoba mengumpulkan segala daya dan ingatannya, meski berkat memakan Buah Pelangi Surgawi kekuatannya bertambah secara luar biasa, namun tak mudah baginya untuk mengumpulkan semua kesadarannya yang masih berserakan di alam awang-awang.

"Kumba, Ibunda ratu, ayahanda prabu" ucap Pradipto tatkala melihat di sana ada keluarganya.

"Iya ananda, ini kami" Belai sang ibu dengan penuh kasih sayang.

"Nenek, Candrika, Dito, Empu" ucap Pradipto tatkala melihat dua guru serta dua adik angkatnya itu.

Lalu pandangannya beralih pada Raja Merak yang duduk berdekatan dengan pemuda berbaju serba hitam yang belum dikenalnya, orang itu adalah Satra, Pradipto memang belum pernah bertemu dengan putra Dewa Iblis itu, lalu adapula tiga pria gagah dan tiga orang dara berpakaian serba putih.

"Wisnu!" Ucapnya seketika.
"Dimana Wisnu?" Tanyanya dengan cemas.

Candrika merunduk dan berbicara setengah berbisik namun masih dapat di dengar semua orang.
"Wisnu ada di sebelahmu, kakang"

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Where stories live. Discover now