Selamat Membaca
dan
Semoga suka
.
.
.
.
.Gadis itu mengucek matanya ketika sinar matahari mengenai kedua matanya. Gadis itu bangun untuk duduk sambil menguap lebar. Malam cepat sekali berlalu. Di lihat dari posisi bayangannya. Menandakan bahwa hari sudah siang. Tubuhnya enggan bangun. Ia hanya diam sambil melamun. Perutnya sudah berbunyi lagi. Gadis itu kembali merebahkan tubuhnya. Kepalanya terasa pusing.
Pintu kamarnya terbuka menampakkan Norine yang datang sambil membawakannya sebuah roti dan segelas air. “Ini! Cepatlah makan! Setelah itu bersihkan tubuh mu!” Norine menatap anaknya yang masih tak bergeming. “Apa yang kau tunggu lagi?! Cepatlah makan dan mandi! Setelah itu temui aku di luar!”
Gadis itu mengangguk cepat. Ia segera bangun dan meraih roti itu. Di lihatnya Norine yang keluar dengan wajah yang girang.
Pasti terjadi sesuatu. Kebaikan ini pasti ada maksudnya.
Selepas makan dan membersihkan tubuhnya. Amarenta pergi memenuhi panggilan ibunya. Ia melihat ada banyak sekali orang di rumahnya. Pria-pria bertubuh tegak berdiri mengelilingi seorang pria tua berambut putih yang tengah duduk di sofa. Pria tua itu menatap ke arahnya. Norine yang tersadar dengan kedatangannya langsung menarik tangannya.
“Ini! Putri saya! Perempuan tertua yang ada di desa ini.” Norine memperkenalkannya. Seperti biasa. Wanita itu hanya mengakuinya sebagai anak di saat-saat seperti ini yang itu artinya. Mereka adalah orang-orang yang akan membelinya.
“Siapa nama mu?” Pria tua itu bertanya. Menatap wajahnya dengan lekat.
“Namanya--” Norine berniat menjawab untuknya. Namun ucapannya terhenti ketika pria tua yang ada di hadapannya itu menggeprak meja dengan kuat.
“Aku tidak bertanya pada mu!” Bentak Pria tua itu.
Norine menundukkan kepalanya takut.
Pria itu kembali menatapnya. “Berapa usia mu?” Pria tua itu bertanya lagi.
Mata gadis itu menatap Norine takut. Norine menatapnya dengan gelisah.
“Apa dia bisu?” Tanya pria tua itu.
Norine mengangguk lemah. “I—iya tuan besar.”
Norine meremas jarinya gelisah. “Tapi anda tenang saja tuan. Dia juga pintar bersih-bersih! Anda tidak perlu khawatir tuan! Anak ini juga masih suci.” Norine melirik tajam. Anak itu harus cepat-cepat pergi dari hidupnya.
“Bisu?” Guman pria itu. Jarinya menggosok-gosok dagunya sambil berpikir.
“Tuan!—“
Ucapan Norine terhenti ketika pria itu mengangkat tangannya. Pria itu memberi arahan kepada bawahannya. Bawahannya mengangguk mengerti kemudian membuka koper berisi sejumlah uang.
YOU ARE READING
DESTINY
Romance𝐖𝐀𝐑𝐍𝐈𝐍𝐆 𝟏𝟖+ Bagai burung kecil yang tidak bisa berkicau. Hanya bisa pasrah kemana takdir akan membawanya. **** "𝙉𝙤 𝙢𝙖𝙩𝙩𝙚𝙧 𝙝𝙤𝙬 𝙢𝙖𝙣𝙮 𝙩𝙞𝙢𝙚𝙨 𝙄 𝙩𝙝𝙧𝙤𝙬 𝙮𝙤𝙪 𝙖𝙬𝙖𝙮. 𝙄𝙣 𝙩𝙝𝙚 𝙚𝙣𝙙 𝙮𝙤𝙪 𝙘𝙖𝙢𝙚 𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙩𝙤 𝙢...