42: PULANG

873 77 0
                                    

Eric dan Lucena sama-sama termenung menatap sebuah buku usang yang baru sahaja di bawa oleh Eric dari Atlantis ke pejabat Lucena.

" Jadi maksud awak... Kalau nak leraikan kontrak kita.. Kita kena buat ritual sekali lagi?" soal Lucena memandang wajah Eric.

" Ya..." jawab Eric sambil menggosok belakang lehernya.

Mereka sekarang berada di jalan buntu. Membuat ritual bukanlah satu masalah bagi mereka tetapi bahan utama untuk membuat ritual memerlukan keadaan yang sama seperti mana Lucena melakukannya dahulu. Rumah, api, dan darah.

" Tak perlu lakukannya jika itu membahayakan nyawa kau.." ujar Eric lalu menutup buku usang itu.

" Tidak.. Kita harus lakukannya..."

" Kau sendiri tahu kan situasi kita waktu itu.. Dan dalam buku ini bagitahu tak semua ritual yang dibuat lulus seperti yang kita jangka..."

" Tapi ada yang berhasil kan...."

" Mungkin ia berhasil.. Tapi kau boleh mati terbakar, Lucena... Bahaya..."

" Awak akan selamatkan saya kan... Kalau itu terjadi..." Lucena senyum tipis.

Eric bungkam. Setiap kata yang dia lontarkan sentiasa mendapat balasan daripada Lucena.

" Kau memang degilkan.."

Lucena ketawa kecil.

" Itu adalah daya tarikan saya.."

Eric diam seketika.

" Kalau itu yang kau nak... Kita lakukannya di tempat yang selamat... Jauh daripada manusia.... Dan kau pasti dapat keluar dari istana ini?"

Soalan yang dilontarkan Eric membuat Lucena terdiam. Wajah Edward mulai bermain di mindanya.

" Tentang itu awak jangan risau... Saya tahu apa yang saya perlu lakukan..."

" Macam mana dengan Raja Edrian... Kau tahukan Raja kau sedang nazak... Kau nak tinggalkan begitu sahaja? "

Lucena diam seribu bahasa apabila Eric menyentuh nama itu.

" Eric... Awak tahu apa yang terjadi di sini, bukan?"

Eric menangguk perlahan.

" Mustahil untuk selamatkan Raja Edrian lagi... Awak sendiri yang bagitahu racun itu telah merebak ke seluruh organnya... Walaupun awak memperlahankan racun itu dari terus menyerang organ penting baginda. Baginda tetap akan mati." ujar Lucena perlahan.

" Edward?"

Lucena mati kata. Hubungan dia dan Edward semakin tegang dan renggang. Lucena juga sering mengelak untuk berjumpa dengan Edward walaupun Edward sering merayu di pintu pejabatnya.

" Kita akan pergi malam ini... Tolong hantar surat ini kepada ayah saya..." Lucena menyerahkan surat itu kepada Eric.

" Kau pasti?"

" Jangan risau... Saya kenal Edward... Dia takkan sakitkan saya..." Lucena senyum.

Eric diam memerhati surat di tangannya. Hatinya merasa berat ingin meninggalkan Lucena di istana Edward. Bukannya dia tidak tahu perasaan obsesi Edward pada Lucena. Namun disebabkan Lucena mengatakan bahawa Edward tidak menyakitinya, Eric bersetuju.

" Aku pergi dulu... Tunggu aku..." Eric senyum tipis lalu berpaling menuju ke jendala yang terbuka. Namun seketika langkah kakinya mati.

Tanpa sebarang amaran, dia segera melangkah ke arah Lucena dan meraih tubuh kecil itu dalam pelukan hangatnya.

Lucena terpaku di tempatnya apabila Eric tiba-tiba sahaja memeluknya. Namun begitu, tangannya tetap naik membalas pelukan Edward.

" Panggil nama aku sekiranya terjadi apa-apa." Eric semakin mengeratkan pelukannya.

Lucena senyum menanggukkan kepalanya.

" Saya akan panggil awak.. Jangan risau.."

~~~~

Lucena berusaha menenangkan dirinya sambil memegang erat kertas dokumen di tangannya.

Tangan Lucena perlahan naik mengetuk pintu bilik Edward.

" Masuk."

Setelah menerima arahan dari Edward, Lucena memulas tombol pintu bilik dengan perlahan lalu melangkah masuk.

" Lucena." wajah beku Edward tadi berubah serta merta apabila melihat wajah manis Lucena. Dia berdiri di tempatnya.

" Patik datang ingin menyerahkan sesuatu kepada tuanku." Lucena menghulurkan kertas dokumen itu kepada Edward.

Dengan senang hati, Edward mengambilnya lalu perlahan membaca isi kertas itu. Wajahnya berubah beku dan dingin lalu menatap wajah Lucena.

" Awak ingin berhenti?" soal Edward dengan nada tegas dan dominan.

" Tugas patik di sini sudah selesai."

" Saya tidak akan benarkan awak pergi dari sini, Lucena." Edward mendekati Lucena.

" Tuanku tidak akan dapat menghalang patik untuk pergi. Kontrak patik di istana ini sudah tamat. Tuanku setuju atau tidak, patik tetap akan pergi." Lucena tunduk hormat dan ingin melangkah pergi. Dia berusaha untuk kekal tenang di hadapan Edward.

Namun langkah kakinya mati apabila Edward memeluk pinggangnya daripada belakang. Deruan nafas berat dan hangat Edward, menyapa leher putihnya.

" Saya. Takkan. Benarkan. Awak. Pergi."

Pelukan di pinggangnya semakin erat. Degupan jantung Lucena laju mengepam darah.

" Itu adalah arahan daripada Raja Edrian. Patik akan pergi setelah selesaikan tugasan patik. Dan Raja Edrian mempersetujuinya-"

" Orang tua itu akan mati tak lama lagi... Segala perjanjian atau kontrak yang dibuat bersamanya akan terbatal..." potong Edward segera. Suaranya keras berbisik di telinga Lucena.

Tangan Lucena menggigil apabila mendengar nada keras Edward.

Ketukan di pintu bilik Edward bagaikan penyelamat Lucena. Satu senyuman tipis terukir di wajahnya. Semestinya, Eric sudah menyerahkan surat itu kepada ayahnya.

" Kenapa?" soal Edward kasar.

" Archduke Lopez ingin datang mengadap tuanku."

Edward mendengus kasar lalu perlahan melepaskan pelukannya.

" Awak merancang ini semua?" soal Edward menatap wajah Luceba.

" Patik terpaksa. Patik minta diri dulu, semoga tuanku diberkati dan dirahmati oleh alam semesta." Lucena tunduk hormat lalu segera melangkah keluar dari istana itu.

Tatapan mata Edward dingin apabila melihat bayangan Lucena semakin kabur menghilang dari pandangan matanya. Tangannya digenggam erat dan kemas. Perasaannya bercampur aduk antara marah, sedih, kecewa dan sayang.

Lucena perlahan berlari anak mendekati ayahnya. Tubuh tua itu di peluk erat dan penuh kasih.

" Ayah.."

Lopez senyum membalas pelukan Lucena.

" Syukurlah.. Kamu tak apa-apa.."

Lucena melepaskan pelukannya lalu menatap wajah tua itu.

Tiba-tiba sahaja satu ketukan padu dihadiahkan ayahnya tepat di dahi licin Lucena.

" Ayah! Sakitlah.." Lucena menggosok dahinya yang merah.

" Jelaskannya pada ayah setelah sampai di rumah. Jangan mengelak. Jangan memberi alasan." ujar Lopez dingin lalu meninggalkan Lucena yang terpinga-pinga.

Matanya meliar memandang sekelilingnya.

" Kenapa?" soal Lucena namun pengawal-pengawal ayahnya hanya diam menangkat bahu apabila Lucena menyoal mereka.

Masing-masing sibuk kembali ke posisi masing-masing apabila menerima arahan dari Lopez yang ingin segera berangkat menuju ke rumah agamnya.

Lucena dengan berat hati melangkah ke kereta kuda yang lain bersama dengan beberapa pelayannya.

REWRITE MY OWN DESTINY (COMPLETE✔️✔️)Onde histórias criam vida. Descubra agora