41: LUKA

947 78 4
                                    

Asap cerut perlahan dilepaskan ke udara. Satu keluhan halus keluar memecah kesunyian ruangan itu.

" Kau pasti mereka takkan syak apa-apa?"

" Pasti, tuanku."

" Bagus." Edward senyum sinis lalu menghalau dingin bawahannya dengan gerakan tangannya.

Matanya tajam menatap potret wajah Lucena yang ada di atas meja kerjanya. Cerut di tangan di tenyeh di atas meja. Tangannya pantas menyambar potret itu.

" Apa kurangnya saya, Lucena?" air matanya perlahan jatuh tepat pada potret itu.

Usahanya selama ini terasa sia-sia apabila mengetahui Lucena sudah berkahwin seminggu yang lepas. Dia sanggup melakukan segalanya untuk mengikat Lucena di sisinya. Malah dia sanggup membunuh untuk Lucena tetapi semuanya sia-sia.

" Eric Kenneth." Edward senyum sinis.

" Kau tunggu.. Aku akan rampas kembali hak aku..."

Matanya tajam menatap wajah yang tersenyum manis di dalam bingkai gambar.

Edward mengeluh berat. Jarinya perlahan menghapus sisa air matanya yang mengalir di pipi.

Selama ini dia bertahan untuk membela nasibnya. Dihina, diabaikan, dikurung, dia menelan semuanya untuk terus bertahan. Semasa kematian ibunya, dia bersumpah akan membalasnya. Dia bersumpah akan menuntut bela. Semua yang ada di sini, di istana ini, dia akan hancurkan satu persatu.

Kehadiran Lucena di dalam hidup memberikan sinar untuknya terus bertahan dan merancang strateginya menghancurkan semua yang ada di sini. Lucena bagaikan matahari untuknya. Dan dia akan pertahankan sinar itu. Tiada siapa yang akan mengambil sinar dan kehangatan itu darinya. Tiada sesiapapun.

~~~~

Raja Edrian terbaring lemah di atas katil. Matanya meliar memerhati sekelilingnya.

" Lucena..."

Lucena segera mendekati Raja Edrian apabila namanya di seru.

" Patik di sini, tuanku." Lucena menggenggam tangan tua itu dengan lembut.

" Jaga Edward..."

Lucena senyum menanggukkan kepalanya berkali-kali.

" Jangan risau.... Patik akan jaga putera mahkota dengan baik.."

Raja Edrian senyum kecil lalu perlahan menutup matanya.

" Beta ingin beradu... Keluarlah..."

Lucena menanggukkan kepalanya lalu segera keluar meninggalkan Raja Edrian bersendirian dengan Edward.

Lucena menyandarkan tubuhnya di pintu bilik Raja Edrian. Dua bulan lepas, putera pertama mangkat kerana penyakit lumpuhnya yang semakin merebak hingga mematikan otaknya. Dan kini, Raja Edrian sedang nazak hanya menunggu masa sahaja untuk bersedia menerima kehilangan terbesar Earthland.

Lucena mengeluh kecil lalu segera keluar dari tempat kediaman Raja Edrian.

Edward menatap kosong ke arah Raja Edrian. Tiada langsung sinar kesedihan yang terpancar di matanya.

" Edward.." Raja Edrian perlahan memanggil Edward untuk datang mendekatinya.

Edward melangkah menuju ke arah Raja Edrian. Dia hanya berdiri di samping Raja Edrian.

" Maafkan ayah, Edward." luah Raja Edrian menatap wajah dingin anaknya. Tangan tuanya perlahan mengapai tangan si anak.

" Untuk apa?" soal Edward dengan dingin.

" Untuk segalanya." air mata Raja Edrian perlahan mengalir keluar dari tubir matanya.

" Ayah lakukannya agar kamu terus kuat untuk menghadapi dugaan pada masa yang akan datang." tangannya menggenggam kuat tangan Edward.

Edward ketawa sinis. "kuat?"

" Semasa patik kecil... Patik tidak perlukan kekuatan... Patik hanya perlu merasa selamat..."

" Ayah tahu tiada alasan untuk memaafkan apa yang ayah lakukan kepada kamu dan ibu kamu..."

Edward mengetap rahangnya kuat apabila Raja Edrian menyentuh luka lamanya.

" Kenapa... Kenapa tuanku ambil patik?" soal Edward tiba-tiba.

" Maksud kamu?"

"Kenapa tiba-tiba tuanku datang ke desa kami dan ambil patik?"

" Kerana kamu anak ayah... Kamu ada hak untuk-"

" Untuk apa?! Untuk di hina?! Diabaikan?!" jerit Edward lantang.

" Tuanku tahu kan apa yang akan jadi bila patik datang ke istana ini?" Edward memandang Raja Edrian tajam.

" Ayah hanya ingin kamu hidup senang." Raja Edrian mengenggam erat tangan anaknya. Dahinya berkerut menahan rasa sakit yang mencucuk di dadanya.

" Senang?" Edward ketawa sinis.

" Patik menderita.... Patik menderita di sini!"

" Ayah tahu.. Ayah minta maaf..." Raja Edrian mencuba untuk menenangkan Edward.

" Maaf? Sepatutnya kata-kata itu tuanku lauhkan ketika patik ingin mendengarnya." ujar Edward sinis.

" Tapi jangan risau... Masih belum terlambat lagi untuk meminta maaf sebelum mati... Patik maafkan tuanku tetapi saat melihat tuanku di dalam keranda.." Edward senyum sinis lalu melepaskan genggaman tangan ayahnya.

Kakinya perlahan melangkah menuju ke pintu bilik ayahnya. Namun sebelum dia memulas tombol pintu itu, dia perlahan berpaling memandang wajah tua Raja Edrian.

" Tuanku ingin tahu sesuatu?" soal Edward sambil menayangkan senyumannya.

" Putera pertama Evan Frans Adam... Patik yang membunuhnya.."

Pengakuan bersahaja Edward menyentak tangkai jantung Raja Edrian.

" Ouh begitu juga dengan Markisa..." sambung Edward lagi lalu segera meninggalkan Raja Edrian yang termangu sendirian di atas katil.

Raja Edrian menyentuh dadanya yang terasa sakit. Air matanya perlahan jatuh dari tubir mata. Dia tidak menyangka bahawa Edward sanggup membunuh putera pertama begitu juga bakal tunangnya sendiri.

" Kenapa?" Raja Edrian menangis pilu. Dosa yang dia lakukan selama ini telah melahirkan malapetaka.

REWRITE MY OWN DESTINY (COMPLETE✔️✔️)Where stories live. Discover now