Walaupun Martin sudah mencoba menurunkan suasana ruangan agar lebih nyaman, namun Nabella masih berkecamuk dengan pikirannya. Nabella mulai berpikir negatif dengan kedatangan Martin hanya untuk mengobrol dengannya.

Apa karena masalah Atlas yang berkelahi? Atau mungkin masalah Atlas yang masih mengkonsumsi narkoba? Mungkin saja karena itu? Seperti Nabella akan di pecat karena tidak bekerja dengan baik sehingga Atlas kembali mengkonsumsi narkoba tanpa ketahuan.

"Apa kamu nyaman bekerja di sini Nabella?" Tanya Martin

"Iya tuan" Nabella menjawab dengan mencoba tidak gugup.

"Saya dengar sebelum kamu bekerja di rumah sakit milik Ganeswara yang ada di solo"

"Iya tuan, saya bekerja disana sebagai suster"

Martin mengangguk "Apa kamu merasa kesulitan mendampingi Atlas atau cucu saya bertindak semena-mena dengan kamu Nabella"

Nabella menggeleng kepala dengan  cepat "Tidak tuan, tuan muda sangat baik dengan saya. Saya juga nyaman dan senang membantu serta mendampingi tuan muda" Ujar Nabella dengan jujur.

"Saya senang mendengarnya. Sepertinya Tino tidak salah menempatkan kamu sebagai suster pendamping cucu saya"

"Saya tahu bahwa Atlas masih menggunakan benda haram itu sampai detik ini. Tapi saya yakin kamu mampu membantu Atlas hingga dia benar-benar terbebas dan tidak ketergantungan lagi" Imbuh Martin dengan sedikit tersenyum

Nabella dapat melihat begitu sayangnya Martin pada Atlas. Terlihat ketika Martin membahas dan membicarakan tentang Atlas, matanya menyorot sejuta kasih sayang dan ketakutan. Entah ketakutan apa yang sepertinya cukup  mengganggu Martin.

"Tuan muda mengingatkan saya pada ibu saya yang juga berjuang untuk keluar dari dunianya yang gelap. Saya dan anda mungkin sama-sama tidak ingin kehilangan orang yang begitu kita sayang dan begitu berarti untuk kita. Itu mengapa saya akan sangat berusaha membantu tuan muda agar keluar dari kebiasaan buruk yang menjadi alasan tuan muda tidak bisa keluar dari dunianya yang hitam" Tutur Nabella begitu tulus, setiap kali menatap mata Atlas, Nabella selalu teringat dengan ibunya. Keduanya tenggelam dalam jurang kegelapan yang sama walaupun dengan latar belakang yang berbeda. "Saya ingin tuan muda menjalani hidup dengan kebahagiaan tanpa harus kembali terbayang-bayang obat-obatan yang memberikan kebahagiaan sesat"

Banyak faktor yang membuat Nabella akhirnya mau membantu Atlas untuk keluar dari kebiasaan buruk dan keluar dari jurang kegelapan. Nabella berharap semuanya berjalan dengan baik.

"Terima kasih Nabella" Ujar tulus Martin

^^^

"Dari mana?"

"Aku habis dari kamar mandi" Jawab Nabella dengan santai sambil merapikan pakaian Atlas dan memuaskannya kedalam lemari pakaian.

Atlas memicingkan tatapannya ke arah Nabella "bohong"

"Aku nggak bohong, aku beneran habis dari kamar mandi" Selesai berbincang dengan Martin Nabella memang pergi ke kamar mandi karena tiba-tiba perutnya terasa mules.

"Kenapa lama?"

"Karena aku sakit perut jadinya lama"

"Bohong"

Nabella menghela nafas panjang lalu menyerongkan posisi duduknya menatap Atlas sambil menyilangkan kedua kakinya. Perempuan itu duduk di lantai sedangkan Atlas duduk di kursi sambil menatap Nabella.

"Aku nggak bohong, aku beneran sakit perut. Kalau kamu nggak percaya kamu mau cium tangan aku, kali aja masih bau" gurau Nabella sambil menyodorkan tangan kirinya ke depan Atlas.

Niatnya hanya bercanda tapi tidak dengan Atlas, pria itu langsung memegang tangan Nabella dengan lembut dan menghirup aroma tangan kiri Nabella layaknya menghirup narkoba.

Dengan cepat Nabella menarik tangan kirinya "Aku kan cuman bercanda"

"Aku suka" "Aku suka wangi tangan kamu..... nggak bau tapi wangi lavender" Imbuhnya sambil menatap lekat mata cantik Nabella

"Aku mau cium lagi" Pintanya sambil mencoba meraih tangan Nabella

"Nggak, tangan aku kotor" Tolak tegas Nabella sambil menatap marah pada Atlas "Jangan kaya gitu lagi, jangan sembrangan cium cium sesuatu. Takutnya apa yang kamu cium itu kotor" Lanjutnya

"Iya"

Atlas bangkit dan mengubah posisi duduknya. Dia membalik kursi agar dapat menompang kepalanya pada sandaran kursi kayu tersebut. Sambil menatap Nabella yang masih sibuk merapihkan pakaian yang beberapa jam lalu di acak-acakin oleh Atlas karena kesal dengan Nabella yang tidak kunjung datang.

Tidak hanya baju tetapi beberapa barang lainnya dia banting agar Nabella datang ke kamarnya. Dan hal tersebut berhasil mendatangkan Nabella.

"Kamu liat permen aku nggak?" Tanya Atlas tiba-tiba membuat Nabella tersedak ludahnya sendiri

"Permen? Permen apa?" Tanya Nabella sedikit gugup namun ia mencoba kembali memusatkan perhatiannya pada pakaian yang dirinya lipat.

"Permen yang ada di dalam lemari, kamu lihat nggak"

"Hah....nggak, aku nggak tau kalau kamu punya permen dan taro di lemari" Ujar Nabella berbohong, nyatanya permen dalam toples itu sudah Nabella serahkan ke Pak Tino.
Mengingat rencana Zidan dan dokter Cikko untuk mengadakan razia. Bukan Nabella menghalangi atau tidak setuju tapi mengingat emosi dan tempramental Atlas yang tidak stabil bisa memicu kericuhan atau bahkan bisa lebih dari itu. Itu mengapa Nabella lebih dulu meminta agar kamar Atlas tidak di masukin oleh siapapun dengan alasan apapun, sebagai gantinya Nabella menyerahkan permen dan beberapa jenis narkoba lainnya dari kamar Atlas.

"Lagian kenapa taro di lemari?" Tanya Nabella sambil menutup pintu lemari dan menguncinya.

"Senagaja biar nggak ada yang ambil"

"Termasuk aku" Atlas mengangguk mengiyakan.

"Pelit" Cibir Nabella

"Bukan pelit, cuman aku takut kamu sakit. Kaya aku"

^^^

Jangan lupa vote dan komen

Sampai bertemu di part selanjutnya

Bye

Next

ATLAS (End)Where stories live. Discover now