• • •

539 76 1
                                    

Solar tidak bisa menahan tubuhnya untuk tidak terlonjak kaget. Bahkan, saking kagetnya, Taufan sampai tersedak roti tawar.

"Uhuk-uhuk!! Minum— uhuk!" Pinta Taufan, tangannya memukul-mukul dada.

Mengesampingkan keterkejutannya, Gempa segera memberikan milkshake pada Taufan dan langsung saja diterima oleh laki-laki bermanik biru laut itu. Taufan meminumnya dengan terburu-buru.

Solar mengingatkan Taufan sambil menepuk-nepuk punggung Taufan. "Pelan-pelan, Kak."

Setelah Taufan rasa dirinya tidak tersedak lagi, dia bertanya. "Uh, halo, Bu Shad."

Shad menaikkan salah satu alisnya, terlihat ingin tertawa. "Halo. Apa aku membuat kalian semua kaget?"

"Lumayan, Bu." Taufan berkata jujur, tidak ada gunanya juga berbohong.

Solar ikut bertanya. "Ada apa, Bu Shad? Apakah sudah jam pelajaran berikutnya? Kami dan murid-murid lain tidak mendengar bel apapun."

Seperti perkataan Solar, semua penghuni kelas menatap Shad was-was. Mereka mengira jam pelajaran terakhir akan dimulai saat itu juga.

"Ah, tidak-tidak. Aku hanya ingin mengambil barang milik Bu Tania, katanya ketinggalan di kelas ini. Jadi, aku mengusulkan agar aku saja yang ambil." Shad melanjutkan. "Aku dengar ada surat izin dari salah satu murid kelas, namanya Egidiana kalau tidak salah. Aneh, kenapa baru datang sekarang?"

Gempa membenarkan Shad, tangannya dia letakkan di dalam laci kosong meja. "Surat ini dari orang tua Egidiana, Bu Shad. Bukan dari Egidiana."

"Begitu, ya? Baiklah. Boleh aku lihat?"

Solar berkedip perlahan. "Tentu saja, Bu Shad. Lagipula, Bu Shad adalah wali kelas di sini."

Solar menyerahkan kertas digenggamannya. Ketika selesai membaca surat izin tersebut, entah kenapa tatapan Shad melunak. "Ternyata dia sakit. Kasihan sekali, apa kalian berniat menjenguknya?"

"Tidak, Bu. Orang tua Egi tidak memberitahu kami dimana Egi dirawat." Gempa memasang wajah kecewa namun juga pasrah.

"Sangat disayangkan, mungkin mereka khawatir kalian akan tertular penyakitnya."

Taufan berceletuk dari samping. "Eh, kami saja tidak tahu apa penyakit Egidiana."

Shad terdiam, memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan. Daun mendekati dan memotong pembicaraan mereka.

"Bu Shad?"

"Ya, Daun? Kenapa??"

"Saya tidak paham cara membuat ramuan Aeonian. Padahal saya sudah melakukannya berurutan sesuai petunjuk di buku paket!" Daun hampir tidak bisa menahan dirinya untuk tidak merengek. Gempa mengangguk setuju. "Saya juga tidak paham."

Shad menghela nafas. "Kau benar-benar melakukannya sesuai nomor dalam petunjuk?"

"Saya yakin, Bu!"

"Hmm, kita akan membahasnya di jam pelajaran terakhir nanti. Daun tunggu saja, ya. Daun sudah berusaha keras."

Mendapat elusan di kepalanya, Daun tersenyum polos. "Baik, Bu!"

"Karena tidak ada urusan lain, aku pergi dulu. Nikmati jam istirahat kalian." Ucap Shad mengakhiri perbincangan. Shad menghampiri meja guru, tangannya yang dilapisi balutan sarung tangan tebal meraih buku kecil dari meja. Mungkin itu buku milik Bu Tania yang katanya sempat ketinggalan.

Mereka berempat menyaksikan Shad pergi keluar, suasana kelas kembali ramai seperti pasar tradisional.

Daun menoleh ke arah Gempa. "Kak Gempa belum menyelesaikan tugas? Sama seperti Daun, dong!"

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now