Semakin Rumit

611 96 2
                                    

Voltra sedang mengobrol dengan Embun ketika Halilintar membuka pintu Istana.

"Sudah pulang, Hali?" Tanya Voltra, Embun menunduk hormat.

Halilintar segera berdiri tegak. "Sudah, Ibunda Ratu."

Lalu Halilintar melemparkan Embun tatapan penasaran dari balik wajah datarnya. Bukankah orang ini adalah orang kepercayaan Pangeran Ice? Kenapa dia ada di sini?

"Hm, tepat waktu. Kemarilah, Hali." Tanpa banyak bicara ataupun bertanya, Halilintar mengikuti perintah Voltra. Setelah Halilintar mendekat, Voltra menerangkan. "Raja Cyro ingin membangun tembok perbatasan di antara Thunder Kingdom dan Snow Kingdom."

Halilintar melihat Ibundanya mengeluarkan file, kemudian menyerahkan file tersebut padanya. Meraih file itu, Halilintar berkedip. "Apakah Ibunda Ratu ingin saya mengambil keputusan?"

"Ya, Hali. Anggap saja ini sebagai latihanmu untuk menjadi Raja yang bijak akan pilihannya. Apakah kau sanggup?"

Lagi-lagi, tangan tak kasat mata bagaikan menekan pundak Halilintar. Halilintar dapat merasakan hatinya memberat.

"Saya sanggup, Ibunda Ratu." Halilintar dengan cepat menepis rasa kewalahan yang mulai meluap dari lubuk hati.

Voltra mengangguk. "Kau memiliki waktu 2 hari, pikirkan baik-baik. Kau boleh pergi sekarang."

Halilintar meletakkan tangannya di dada, membungkuk hormat pada Voltra, dan lekas beranjak dari tempat dia berdiri.

Namun, Halilintar tidak berhenti di ruang belajar. Kakinya terus melangkah menuju kamar, sesudah masuk, Halilintar menutup pintu. Tas ransel beserta file tadi diletakkan sembarangan. Dia menghempaskan tubuh ke atas kasur, membiarkan dirinya dipeluk oleh kelembutan seprai.

Kesunyian kamar mengingatkan Halilintar dengan kelas pagi bersama Gempa. Bedanya, kini Gempa sudah berada di Istananya sendiri.

Berbicara soal Gempa, Halilintar jadi mengingat perkataan Petir bahwa Gempa sangat ahli dalam urusan Kerajaan. Halilintar kini terduduk, tangannya menggapai handphone di laci meja.

Jangan tanya kenapa Halilintar tidak membawa handphone ke sekolah, dia bukan anak bandel seperti Taufan dan Storm.

Halilintar baru saja akan menekan profil Gempa, tapi jarinya tidak sengaja menekan profil Taufan. Menampilkan story milik Taufan yang merupakan foto deretan meja beserta para murid, di bangku kedua dari depan adalah Solar.

Story tersebut ditemani caption, 'dipisahkan takdir? Nah, dipisahkan huruf. D:'

Kemudian story itu bergeser ke story terakhir Taufan beberapa menit lalu. Terdapat foto Taufan berlari, mulutnya menggigit sepotong pizza. Angin dan Beliung menjadi latar belakangnya, mereka terlihat sedang mengejar Taufan. Caption kali ini berkata, 'mereka pelit sekali, padahal aku cuma ambil satu!!'

Alis Halilintar berkedut melihat betapa kekanakan dan dramatisnya sikap Taufan. Sejauh ini Taufan Pangeran paling beruntung.

Memiliki Kakak yang dapat diandalkan, Adik penurut, tidak mempunyai masalah apapun.

Rasanya agak tidak adil bagi Pangeran lain.

Story itu tertutup sendiri, kembali menampilkan daftar chat Halilintar. Halilintar melanjutkan niat awalnya, jarinya menekan profil Gempa.

Kata 'offline' di bawah nama Gempa membuat dirinya ragu. Halilintar coba mengetes terlebih dahulu. 'Gempa?'

Tidak ada jawaban, mungkin Gempa sibuk atau memang tidak membawa handphone. Halilintar merasa kecewa, dia menaruh handphone di atas meja.

Baru saja ingin meraih file, sebuah bunyi notifikasi terdengar. Tanpa sadar Halilintar tersenyum setelah melihat dari siapa notifikasi tersebut.

***

Ini pertama kalinya Yaya menyaksikan Gempa bermain handphone lebih dari satu jam. Kadang Gempa tersenyum, kadang juga berwajah serius. Entah sedang mengobrol bersama siapa sampai-sampai Gempa rela tidak bangkit dari sofa ruang tamu. Bahkan Yaya yakin Gempa akan merasa sakit semakin lama dia duduk.

"Berbaringlah, Gempa. Biar aku ambilkan cemilan." Usul Yaya, dirinya berdiri dan melenggang ke dapur. Meninggalkan Gempa sendiri.

Gempa setuju, badannya sudah protes sejak tadi. Membaringkan badan sambil mencari posisi enak, Gempa memfokuskan pandangan kembali. Chatnya bersama Halilintar penuh dengan pertanyaan dan jawaban terhadap file pemberian Raja Cyro.

Saat mendengar alasan Halilintar memulai chat, ternyata Halilintar ingin tahu pendapat Gempa tentang ini. Gempa tidak kaget oleh isi file tersebut karena dari awal dia tahu rencana Ice. Ketika ditanya kenapa Halilintar yang mengambil keputusan dan bukannya Ratu Voltra, Halilintar berkata Gempa bisa menganggap hal ini sebagai ujian dari Ratu Voltra untuk Halilintar.

Suara langkah kaki menggema di ruangan, Gempa dapat melihat Yaya dari sudut matanya. Yaya terlihat meletakkan bermacam cemilan di meja.

"Yaya."

"Kenapa?"

"Apakah menurutmu ini waktu yang tepat untuk menanam mata-mata disetiap Kerajaan? Kecuali Nature Kingdom dan Snow Kingdom, tentunya." Ucap Gempa begitu santai, seolah sedang membicarakan cuaca.

Yaya nampak berpikir. "Mungkin ini waktu yang tepat, Gem."

Jeda sebentar, Yaya melanjutkan. "Biar aku tebak, kau ingin aku mengurus hal itu sekarang?"

Gempa tersenyum. "Ah, Yaya, kau sangat tahu pikiranku."

Perkataan Gempa membuat Yaya tersenyum. "Kita kan, teman dari kecil, Gem."

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now