Meminta Maaf

519 84 7
                                    

Firefly memiringkan kepalanya melihat dua orang favoritnya saling.. berdempetan? Berdekatan?

Firefly tidak mengerti, tapi Firefly dapat melihat telinga mereka memerah. Hampir seperti tomat. Firefly berpikir mungkin mereka sedang sakit.

Firefly khawatir, dia mulai mondar-mandir di samping mereka.

Tuannya tiba-tiba menunduk. Mengambil keuntungan bahwa dirinya lebih tinggi, dia membuat pundak Ice sebagai sandaran. Tangannya kini beralih memeluk pinggang Ice, mendekapnya begitu erat.

Ice membiarkan Blaze memeluknya, dirinya mendengar Blaze berbisik.

"Maaf."

Ice diam, memberi Blaze waktu untuk meneruskan perkataannya.

"Aku.. terlalu memaksamu. Padahal kau berhak mendapatkan privasi yang kau inginkan. Aku cuma— cuma ingin kita seperti dulu, Ice."

"Tanpamu di sisiku rasanya sangat hampa."

Perlahan, tangan Ice bergerak. Berniat memeluk balik laki-laki bermanik jingga itu. Namun entah kenapa, Ice merasa tidak yakin. Tangannya terdiam di udara, sebelum kembali ke sisinya. Tidak jadi memeluk Blaze.

"Kita tidak bisa kembali seperti dulu, Blaze."

Tidak bisa, setelah aku menghancurkan pohon itu. Tidak bisa, sebelum rasa bersalahku hilang.

Blaze berusaha mencari jalan lain. "Tidak bisa? Tidak apa, kita bisa mulai dari awal."

Jeda sebentar, perkataan Blaze berikutnya membuat Ice tertegun. "Mari kita mulai dari awal baru, lembaran baru."

Apa ini? Bagaimana dia bisa bersikap dewasa?? Juga, kata-kata Blaze seperti ingin lebih dari sekedar teman. Ice berpikir serius, tapi masih tidak dapat menentukan apapun.

".... Bisa beri aku waktu? Akan aku pikirkan." Jawab Ice.

"En." Blaze menghirup aroma Citrus di tubuh Ice untuk yang terakhir kali. Karena belum tentu dirinya bisa mengunjungi Ice dalam waktu dekat. Situasi saat ini benar-benar tidak menguntungkan bagi semua kerajaan. Setelah ini pun, Ice pasti tidak akan keluar istana Snow Kingdom jika bukan urusan penting. Memikirkan hal itu, Blaze hanya bisa pasrah.

Ketika ingin melepas pelukannya, sebuah siulan menginterupsi mereka berdua. Sontak mereka melonjak menjauh, mereka segera membenahi perilaku masing-masing. Melihat dari arah mana datangnya siulan, mata Blaze dan Ice menangkap sosok Nova tidak terlalu jauh.

"Kak Nova?! Kakak bikin kaget saja!" Seru Blaze, Nova memiliki cahaya jenaka di dalam maniknya yang sama persis dengan manik Blaze. "Iya? Kakak minta maaf, kalau gitu. Apakah Kakak merusak momen kalian?"

Blaze terdiam, tangannya tanpa sadar hampir menyentuh bibir. Untung dia sempat berhenti. "Tidak! Tidak sama sekali! Malahan, Kak Nova memperindah momen kami."

"Itu sarkas, ya? Tega banget sama Kakak sendiri." Nova memutar matanya, nadanya berubah serius. "Kalian sudah baikan dengan satu sama lain?"

"Ah, kurang lebih seperti itu?" Blaze menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Nova tidak memaksa mereka. Toh, itu bukan masalahnya juga. Pasti mereka bisa membereskan masalah mereka, meski membutuhkan waktu. Nova percaya pada Blaze dan Ice.

"Oke. Ice, Embun menunggumu di mobil." Kata Nova. Ice mengangguk. "Terima kasih, Raja Nova."

Tawa keluar dari mulut, Nova mengedipkan sebelah matanya. "Panggil Kak saja."

"....? Baik, akan aku ingat di pertemuan selanjutnya." Ice sedikit membungkuk, kemudian melangkah pergi.

Blaze menyikut perut Nova, membuatnya merintih. "Aduh!! Untuk apa itu?!"

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang