Sang Raja

647 93 0
                                    

Ice baru saja akan membalas perkataan penuh amarah Blaze, tetapi seseorang menginterupsi mereka.

"Kenapa kalian ada di posisi seperti itu?"

Seketika Ice melenyapkan pistol es dan berdiri. Blaze duduk, tangannya terlipat di depan dada. "Kak Nova sendiri kenapa ada di sini? Seharusnya Kakak ada di ruang kantor, ditiban oleh tumpukan file Kerajaan."

Nova yang tidak menyangka akan terkena kata pedas Adiknya balik menggoda. "Oh? Lalu kalian melanjutkan kegiatan apapun yang kalian lakukan tadi?"

Tidak sampai disitu, Nova melanjutkan. "Aku tidak menyangka, dibalik figur gagah Adikku ini, ternyata dia submissive."

Seolah merasa kurang, Nova semakin membual. "Jangan-jangan, kau itu bottom, Blaze—"

Nova dengan cepat menghindari Pukulan Berapi milik Blaze.

"Sekali lagi Kakak ngomong begitu, aku akan membakar semua file penting Kerajaan." Marah Blaze.

"Hahaha, Kakak bercanda, Blaze!"

Ice menunggu kedua Kakak Beradik itu selesai. Setelahnya Ice memberi salam, tidak lupa membungkuk hormat. "Selamat siang, Raja Nova dari Flame Kingdom. Paman saya, yaitu Raja Cyro, menitipkan file ini untuk dikirimkan langsung pada anda."

Wajah Nova berubah menjadi tegas nan serius, dia menerima file dari tangan Ice. "Terima kasih, Pangeran Pertama Ice."

Ice hanya mengangguk untuk membalas perkataan Nova. "Kalau begitu saya permisi dulu, Raja Nova."

Blaze kaget, dia menyela Nova. "Kau kesini cuma ingin memberi file itu?"

"Iya."

Mendengar jawaban dingin Ice, Blaze merasa suasana hatinya semakin memburuk. Nova ikut tertegun mendengar jawaban Ice. Pasalnya, dia sudah hampir satu tahun tidak bertemu ataupun berbincang bersama Ice. Tetapi perilaku Ice tidak sedingin ini dulu.

Agak irit bicara? Iya. Namun, irit kata bukan berarti susah didekati. Kini, Ice seolah-olah sedang membangun dinding tidak kasat mata di antara mereka. Menjauhkan dirinya dari Blaze, dan mungkin Nova juga.

"Ice, jika kau ada masalah kau bisa memberitahu kami, tahu? Kami akan berusaha membantu."

Nova tidak sengaja melihat tatapan rumit Ice, atau bisa saja dia salah melihat. Nova membuang pikiran itu.

"Saya tidak ada masalah apapun. Terima kasih sudah bertanya, Raja Nova."

Rasa canggung membanjiri Nova bagai bendungan pecah. Ah, dia tidak suka ini. "Baiklah, kau— kau boleh pergi. Hati-hati di jalan."

Sekali lagi Ice membungkuk hormat, dirinya berjalan menjauh dari Nova dan Blaze.

Yakin Ice berada jauh dari jangkauan pendengaran, Nova menyipitkan mata ke Blaze yang enak-enak duduk termenung. "Kau ada masalah apa sama Ice?"

"Masalah? Hahaha, dia itu masalahnya! Aku bahkan tidak melakukan apapun." Blaze mencabut rumput tidak berdosa di sampingnya.

Nova menyaksikan Blaze melampiaskan amarahnya pada rumput, akhirnya dia berusaha bergurau. "Tapi, serius, tadi kalian ngapain? Posisi kalian lucu sekali."

"Kami bertarung." Datang ucapan tidak peduli Blaze.

"Dan kau kalah?" Nova berpura-pura terkejut. Blaze tidak terima dikatai oleh sang Kakak langsung melemparinya rumput. "Kakak beneran mau aku bakar file Kerajaannya?"

Nova kembali pucat. "Ya ampun. Kan, Kakak sudah bilang Kakak bercanda. Kenapa kau terus saja mengancam Kakak menggunakan file penting Kerajaan?!"

Blaze memanyunkan bibirnya. "Salah sendiri."

***

Cyro mematikan rokok tembakaunya di asbak, kemudian bersandar pada kursi. Tumpukan demi tumpukan file berada di meja, menunggu giliran untuk ditanda tangani atau sekedar dicek.

Pintu kantor terbuka, seorang laki-laki terlihat masuk. Laki-laki itu adalah Ice. "Paman."

"Ice." Cyro menunggu Ice menutup pintu. Cyro menunjuk tempat duduk, tetapi Ice memilih berdiri. "Aku sudah mengirim filenya, Paman."

Cyro mengalihkan topik. "Apa kau bertemu Blaze?"

"Ya."

Cyro menghela nafas lelah. "Ice, kau boleh mencurigai Kerajaan mereka. Namun apa kau ingin mencurigai temanmu sendiri?"

"Teman Ayah yang sudah berpuluh-puluh tahun bersama ayah saja bisa mengkhianati dirinya, apa kabar dengan temanku itu?"

"... Ice, kau tidak boleh menyamakan semua orang. Semua orang memiliki sifat berbeda." Cyro mengaitkan kedua telapak tangan di atas meja. Telapak tangan itu lalu dia gunakan menopang kepalanya.

"Pada akhirnya, mereka hanyalah manusia. Mereka bisa terhasut begitu mudahnya menggunakan harta kekayaan dan wanita." Jawab Ice penuh fakta.

"Kau lupa, Ice? Kita juga manusia biasa. Ada banyak hal di dunia ini yang akan membuatmu melakukan sesuatu. Entah sesuatu itu masuk akal atau gila, baik atau jahat." Cyro berusaha meyakinkan Ice.

"..." Ice tidak berkata sepatah katapun sebelum berbalik, merasa tidak ada gunanya berdebat dengan Pamannya. Bersamaan suara 'klik' Cyro kembali sendiri.

Cyro memijit pelipisnya, tatapannya tertuju pada lukisan Raja dan Ratu terdahulu. "Kakak, aku gagal menjaga anak kalian."

"Bukan gagal secara fisik, tetapi secara mental." Cyro melanjutkan. "Aku harap pemikirannya bisa berubah di masa depan."

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now