Langit Sandyakala

505 81 10
                                    

"Kak Gempa serius?"

"Aku serius, Ice."

"Kenapa Kakak tidak cerita saat di pertemuan tadi??" Mata Ice nampak bergetar pelan. "Jika Blaze tahu, dia pasti akan meningkatkan pertahanan kerajaan!"

"Dan membuat dia bertanya darimana kita tahu?"

"Itu..." Perkataan Gempa menyebabkan Ice memikirkan ulang ucapannya.

Gempa menghela nafas. "Juga, aku ingin mereka menyandera siapapun penyerang ini nantinya. Bukankah Solar sudah bilang, mereka akan kekurangan sumber daya kalau mereka menyerang kerajaan lain sekali lagi?"

Menggigit bagian dalam bibirnya, Ice menganggukkan kepala. "Iya."

"Lihat? Kau tidak perlu khawatir. Jika mereka benar-benar ingin menyerang kerajaan Blaze, aku pastikan bahwa mereka tidak akan dapat menyentuh Blaze ataupun semua orang yang berharga baginya sejengkal pun." Gempa menepuk pundak Ice, manik gold miliknya memancarkan kehangatan. "Percayakan padaku."

"... Aku selalu percaya dengan Kak Gempa."

Gempa tersenyum. "Ada hal lain yang ingin kau bicarakan?"

"Tidak, Kak. Aku harus kembali ke kerajaan." Kata Ice.

"Baiklah, mari Kakak antar."

Gempa keluar dari istana dan menuju mobil Ice, Ice mengekori di belakang. Melihat Embun membukakan pintu mobil, Ice berucap lirih. "Terima kasih, Embun."

Embun hanya membungkuk hormat. Ice berbalik menghadap Gempa. "Aku pergi dulu, Kak Gempa."

"Iya, hati-hati di jalan."

"Tentu."

Selesai berbincang, Ice memasuki mobil diikuti Embun. Ice melihat Gempa melambaikan tangan padanya, dia membalas lambaian tangan itu. Mobil melaju kencang, meninggalkan hembusan angin semilir.

Untuk terakhir kalinya, Gempa menyaksikan kepergian Ice dan Embun sampai mobil mereka menghilang dari pandangan.

Gempa membiarkan cahaya matahari menyinari wajahnya. Dirinya menghela nafas panjang, matanya tertutup menikmati angin sore hari. Warna merah dan jingga bagai melukis senja.

Angin bertiup pelan ke arah Gempa, ditemani kicauan burung-burung yang merdu.

Rasanya sangat tenang dan tentram. Namun Gempa tahu, semua ini hanya sementara saja.

Menghayati kesunyian saat itu, pikiran Gempa berputar cepat.

R.O.S.E, pengguna kekuatan bayangan, Flame Kingdom dan penyusup.

Nature Kingdom, Raja baru, dan Daun.

Sepertinya aku mempunyai banyak teka-teki yang harus diselesaikan. Bersabarlah, Gem. Kepingan-kepingan puzzle pasti akan jatuh ke genggaman tanganmu.

"Gempa?"

Kelopak mata Gempa terbuka, menampilkan manik gold miliknya memantulkan cahaya sang matahari.

"Ya?"

"Kenapa kau masih berdiri di situ? Masuklah, hari mulai gelap." Celoteh Yaya, tingkahnya persis Ibu khawatir akan keadaan anaknya. Gempa terkekeh pelan. "Oke-oke, aku masuk sekarang. Aku cuma menghargai matahari terbenam. Warnanya mengingatkanku pada seseorang."

"Oh ya? Siapa itu?" Yaya berjalan terlebih dahulu, diikuti Gempa dari samping.

"Halilintar."

"Hmm, kau semakin dekat dengan Pangeran Halilintar." Yaya melemparkan penyataan. Gempa tidak bisa menahan kedua pipinya untuk tidak tertarik ke atas, menimbulkan senyum.

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now