• •

680 98 10
                                    

Tidak terasa satu bulan sudah berlalu, semua murid mulai terbiasa dengan kehidupan sekolah mereka masing-masing. Saling mengenal teman kelas, saling mengenal guru, juga saling mengenal beberapa staff sekolah.

Bahkan, mengenali beberapa kakak kelas. Contohnya Taufan.

Mungkin karena sifatnya yang mudah berbaur dan sangat bersahabat, pemuda bermanik biru laut itu tidak mempunyai masalah dalam berkawan dengan kakak-kakak kelas.

Sebenarnya, Taufan memiliki suatu niat dibalik pertemanan ini.

Jangan berpikiran aneh dulu, ya. Dia ingin belajar cara merayu atau menggombal seseorang.

Ah, tunggu. Itu terdengar aneh. Lupakan, mari kita lanjutkan.

Saat pertama kali bertanya, kakak-kakak kelas itu menggoda Taufan dan bertanya siapa orang beruntung ini. Taufan hanya menggeleng, menolak untuk menjawab. Walaupun penasaran, mereka tetap menghargai keputusan Taufan. Juga tidak lupa mengajarinya, tentunya.

Kini Taufan berada di perpustakaan sekolah, sedang mencari sang pencuri hatinya.

Taufan menampar diri dalam pikiran. Uwah, lebay banget. Bisa-bisa Solar tidak suka. Kata Kak Nana, aku harus tetap cool! Semangat, Taufan!

Memastikan penampilannya rapi, Taufan memasuki perpustakaan. Bagaikan dua dunia terpisah, suasana perpustakaan amat senyap nan tenang. Perpustakaan Highschool R.O.S.E memang tidak sebesar perpustakaan milik Light Kingdom, tapi jika dibandingkan dengan perpustakaan pada umumnya akan tetap lebih besar.

Wow, mencari Solar di perpustakaan rasanya agak melelahkan sekarang.

Taufan menahan helaan nafas, dengan berani melangkah lebih dalam ke tempat yang menurutnya sakral itu.

Kenapa sakral menurut Taufan? Sebab Taufan tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di perpustakaan tanpa adanya paksaan, pelakunya yaitu Beliung, Kakaknya sendiri.

Taufan memang tidak ingin merepotkan Beliung. Tapi, belajar?

Maaf, Kak Beliung. Adikmu mempunyai memori yang buruk. Setidaknya adikmu tahu kapan waktunya serius dan kapan waktunya main-main. Pikir Taufan.

Setelah berputar cukup lama, akhirnya Taufan menemukan Solar. Dirinya terlalu sibuk membaca sampai tidak menyadari keberadaan Taufan. Tidak membuang kesempatan, Taufan mengendap perlahan.

"DOR!!" Teriakan Taufan menggelegar di perpustakaan sunyi itu, membuat semua orang terkejut, termasuk Solar.

"ARGH!! IBUMU GIGINYA OMPONG!!" Refleks Solar, membalas teriakan Taufan. Bahkan buku di tangan ikut terlempar ke atas, untung saja Solar dapat menangkapnya.

Tawa Taufan langsung pecah. "PFFT— HAHAHA! Kata-kata apa itu?! Haha!!"

Solar mendelik marah, dia membentak lirih. "Diam, Kak. Kita jadi pusat perhatian!"

Tawanya mereda, Taufan segera mendudukkan diri berhadapan dengan kursi Solar. Benar kata Solar, semua murid memperhatikan mereka berdua sejenak. Mungkin sambil membatin kalau mereka murid aneh.

"Hehe, maaf. Lagi baca apa? Serius gitu." Tanya Taufan.

Solar mengalihkan perhatiannya pada buku. "Buku alkimia. Tapi setelah aku pikir-pikir, buku ini lebih cocok Kak Taufan yang baca."

Selesai mengatakan itu, Solar menyerahkan bukunya. Benang kesabaran Taufan terasa diuji. Kata pujian di ujung lidah kembali Taufan telan bulat-bulat.

"Uh, mentang-mentang kau sudah paham. Aku ditindas seperti ini." Gerutu Taufan.

Solar menaikkan satu alis, seolah menantang Taufan untuk berkata lebih. "Aku bukan hanya paham, tapi juga bisa mempraktikkannya. Sementara Kak Taufan?"

"Solar, perkataanmu sangat menyakitkan. Jantungku rasanya ditusuk sebilah pisau. Pokoknya habis ini harus traktir!" Taufan dengan dramatis lanjut merengek. "Mau pizza satu! Nanti pulang sekolah! Ya!!"

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Onde histórias criam vida. Descubra agora