Orang Aneh

747 110 1
                                    

"Tapi.. kenapa piramida kecil ini melayang?" Tanya Gempa.

Ya, piramida kecil itu melayang di udara. Mengharuskan mereka mendongak untuk melihat bendera yang tertancap tepat di pucuknya. Ruangan kali ini sangat besar, begitu pula langit-langitnya. Mereka hanya bisa melihat kegelapan di atas sana.

Storm membalas. "Entahlah. Biar aku saja yang mengambil bendera itu."

Tanpa menunggu jawaban mereka Storm mengeluarkan kabut dari tangannya. Bagaikan memiliki pikiran sendiri, kabut tersebut merubah wujud menjadi ikan pari. Namun ketika Storm menginjakkan kakinya ke ikan pari kabut itu, kakinya seperti menginjak permukaan datar. "Lontaran Kabut!"

Ikan pari kabut seketika melontarkan Storm ke atas menggunakan badannya, hal itu mengingatkan Taufan akan trampolin. Storm dengan ringan mendarat di salah satu tangga piramida.

Storm menengok sebentar dan berpikir. Lumayan tinggi, ya.

"Apa yang sedang kau lihat, Kak Storm? Cepat ambil bendera itu, aku lupa belum upload fotoku ke sosial media." Gerutu Solar dari bawah.

Halilintar menatap Solar, di wajahnya kalimat 'yang benar saja?' terpampang jelas.

Solar menerima tatapan itu langsung judes. "Apa lihat-lihat?"

"Aku punya mata, tentu saja aku gunakan untuk melihat." Ketus Halilintar. Gempa berkeringat dingin, takut mereka berdua bertengkar. "Sudah, jangan ribut."

Storm melangkah hati-hati menuju bendera. Tepat ketika tangannya meraih bendera, sebuah suara panah menembus udara terdengar. Storm segera menarik kembali tangan itu, panah terus melesat dan akhirnya menancap tepat di tanah.

Mereka yang di bawah pun mendengar suara panah, lantas berbalik menghadap arah panah datang. Seseorang berada di pintu mereka berasal, orang tersebut segera menepikan busurnya. "Oh! Ternyata para Pangeran dan anak Kepala Sekolah."

Tatapan Halilintar menajam. "Apa kau berusaha merebut bendera kami?"

Perempuan itu mengangkat tangan. "Tidak, tidak! Aku tidak berani melakukannya, Pangeran Halilintar."

"Lalu kenapa kau membidik tanganku?" Sela Storm. Dia akan kehilangan tangannya, tahu?

Perempuan itu menjelaskan. "Timku sudah mendapatkan salah satu bendera. Jika kalian mengambil bendera itu, kita akan berteleportasi keluar."

Gempa mengutarakan pendapat. "Aku tidak mendengar ada masalah pada perkataanmu."

"Tentu saja ada." Perempuan tersebut memberanikan diri. "Aku. Aku sangat ingin bertarung bersama Pangeran Mahkota! Aku fans terberatmu, Pangeran!"

"..."

"Ah, ternyata fans. Aku kira apa." Gurau Taufan. Halilintar tidak sadar tatapannya menjadi lebih dingin selesai mendengar jawaban omong kosong si perempuan.

"... Terima kasih, Nona.."

"Diamond."

"Nona Diamond. Tapi aku sedang tidak ingin bertarung sekarang." Tegas Gempa, dirinya melanjutkan di pikiran. Aku selalu merasa kegelapan ini memperhatikan gerak-gerik kita semua sedari tadi, aku benar-benar tidak bisa menyingkirkan pikiran bahwa kegelapan ini adalah salah satu kekuatan bayangan. Sayangnya, aku tidak bisa mengatakan alasanku ini secara terang-terangan.

Gempa memasang muka seolah-olah dia menyesal. "Kita masih bisa bertarung di lain hari, Nona."

Diamond memainkan ujung seragamnya dan bergumam sangat lirih. "Tapi kemungkinan kita satu kelas sangat tipis.."

"Maaf?"

"Tidak, bukan apa-apa. Kalau begitu kalian lanjutkan saja ambil benderanya. Aku akan kembali ke timku!" Diamond berbalik cepat, alhasil dirinya berbenturan langsung dengan dinding tanah. "Aduh!!"

Solar dan Storm meringis mendengar suara benturan itu. Sementara Taufan merasa kasihan. Bukan untuk Diamond, tapi untuk perutnya karena harus menahan tawa.

Diamond segera menutupi wajahnya. "UWAAAA, MALU! MAMAA!!"

Akhirnya Diamond kabur dari tempatnya berdiri.

Tawa Taufan menggelegar di ruangan tersebut. "Hahaha! Ya ampun, perutku sakit. Hahahaha!!"

Gempa tidak bisa berkata-kata untuk beberapa menit.

Storm yang yakin dirinya tidak ditargetkan lagi mengambil bendera itu, seketika mereka mulai berteleportasi.

Suara bel terdengar di Koloseum, menandakan babak pertama berakhir.

***

Jauh dari Koloseum, Blaze sedang tiduran di bawah pohon.

Pohon ini bukan sembarang pohon, tetapi pohon ini dianggap sebagai tempat beristirahat Blaze dan Ice.

Bisa dikatakan, sebuah tempat untuk melarikan diri.

Manik berwarna Oren seperti warna mata hari terbenam milik Blaze tertutup oleh kelopak mata. Walaupun terlihat tertidur, sebenarnya Blaze banyak pikiran sekarang.

Blaze sampai tidak bisa menahan dirinya untuk menggonta-ganti posisi tidur saking banyaknya pikiran saat ini.

Kenapa Ice sekarang seperti namanya, ya? Dingin sekali sifatnya. Padahal dulu tidak seperti dulu.

Ternyata yang memenuhi pikirannya tidak lain adalah sahabat kecilnya, Ice.

Blaze tahu Ice berubah sejak kejadian orang tuanya meninggal, namun apa perlu bersikap dingin ke Blaze? Blaze sangat ingin melempar amukan pada sahabat kecilnya. Jika Kakak Nova tahu, dia akan menertawakan Blaze yang bersifat kekanak-kanakan ini.

Jangan salah, Blaze sangat menyayangi Kakaknya itu. Tapi terkadang sifat Kak Nova membuatnya ingin membakar Istana beserta isinya.

Huh, pikiran Blaze makin runyam saja.

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang