Sebuah Kunjungan

1.3K 124 1
                                    

Kicauan burung menjadi hal yang Gempa dengar pertama kali di pagi hari kali ini. Dia segera menyingkirkan selimut dan berdiri. Melakukan sedikit peregangan untuk mengurangi rasa kaku di tubuhnya, kaki Gempa melangkah menuju kamar mandi.

Tidak sampai 17 menit, Gempa keluar. Dia memakai pakaian kerajaan sedikit formal karena Ice, calon Pangeran Mahkota dari Snow Kingdom akan berkunjung ke Istana bersama Embun, orang kepercayaannya.

Gempa menghela nafas, kunjungan ini hanya dilakukan satu bulan sekali tetapi bagi Gempa kunjungan ini lebih penting daripada tugasnya sebagai Pangeran Mahkota.

Semua orang memuji Gempa yang selalu bisa mengatasi masalah dengan tenang, mereka tidak tahu Gempa tidak bisa menahan rasa gelisah menyayat hati.

Suara ketukan pintu memaksa Gempa menyembunyikan semua kelemahan, Gempa berharap hal ini hanya untuk saat ini saja.

Kedepannya, dia ingin hidup tanpa adanya perasaan mengganjal di hati.

Ya, kedepannya. Pasti. Karena dia sekarang sedang berusaha menggapai hal itu.

"Pangeran Ice sudah datang. Apa kau ingin menemuinya sekarang atau meminta dia untuk menunggu di ruang jamuan makan?" Yaya bertanya santai, seolah-olah menanyakan soal cuaca, bukan kunjungan Pangeran Kerajaan lain.

Gempa terkekeh. "Aku akan menemuinya."

Tepat setelah mengatakannya, Gempa membuka pintu.

Lorong Istana tidak sesepi ketika waktu sore, banyak pelayan berkeliaran untuk melakukan tugas-tugas mereka. Tidak peduli seberapa sibuk mereka, mereka akan menyempatkan diri untuk membungkuk hormat dan menyapa Gempa dan Yaya.

Di depan Istana, Gempa dapat melihat mobil mewah berwarna putih sedang berjalan mendekat. Gempa tersenyum simpul, teman dekatnya sudah tiba.

Mobil itu berhenti tepat di tangga tertutup karpet merah.

Hanya membutuhkan waktu beberapa detik, Ice keluar dari mobil. Kulitnya yang putih pucat dan mata sayunya itu memberi kesan rapuh kepada orang lain. Tapi tidak pada Gempa, dia sangat tahu bahwa Ice bisa membuat lawan bertarungnya babak belur jika Ice mau.

"Pagi, Pangeran Mahkota." Ucap Ice.

"Kak."

Ice membenarkan perkataannya sambil tersenyum tipis. "Pagi, Kak Gem."

Melihat itu, Gempa ikut tersenyum. "Pagi juga, Ice. Ayo masuk. Embun juga, pagi."

"Pagi, Pangeran—"

Gempa mengangkat alis dan terus menatap Embun.

Embun. ".... Kak Gempa."

"Aku sudah memintamu untuk memanggilku Kak, kenapa kau terus saja memanggilku Pangeran Mahkota?" Gempa bertanya, dia membawa Ice dan Embun berjalan ke ruang jamuan makan.

"..... Memanggilmu Kak sangat tidak sopan untukku, Kak Gem. Aku hanyalah orang kepercayaan yang kalian berdua tugaskan untuk misi kita." Embun menambahkan. "Jika orang luar Kerajaan ini mendengarnya, aku yakin aku akan dihukum gantung saat itu juga."

Para pengawal segera membuka pintu ruangan ketika mereka melihat Pangeran Mahkota, dengan sigap menyingkir dari jalan, tidak lupa membungkuk hormat.

Ruang jamuan makan dipenuhi oleh berbagai jenis makanan. Mulai dari makanan ringan seperti roti dan manisan, sampai makanan berat seperti daging. Aromanya bagaikan menggelitik hidung.

Mata Ice langsung bersinar. Saat akan pergi berkunjung, Ice hanya makan sedikit. Pamannya, Cryo, menyuruhnya untuk cepat pergi. Cryo takut membuat Gempa menunggu lama. Ice selalu menggerutu tentang pamannya, namun tidak akan pernah melanggar perintah Cryo, satu-satunya keluarga Ice yang tersisa.

Gempa menunggu Ice duduk sebelum menepuk tangannya sekali, menarik perhatian pelayan dan pengawal. "Kalian boleh keluar sekarang, terima kasih sudah menyiapkan jamuan hari ini."

"Baik, Pangeran Mahkota."

Embun mendekati jendela kaca ruang jamuan, tangan Embun perlahan menutup jendela menggunakan tirai hitam, menghalangi mata penasaran untuk melihat apa yang akan mereka bicarakan.

Yaya membuka mulutnya, "bagaimana perkembangan misi ini, Embun?"

Embun mengeluarkan proyektor kecil dan melihat sekeliling. "Apakah tidak ada dinding kosong? Semua perkembangan beserta file ada disini."

Yaya melirik Gempa, Gempa mengangguk setuju.

Melihat anggukan Gempa, Yaya menekan 'hiasan' di salah satu pilar. Sebuah lukisan berisi Gempa dan kedua orang tuanya bergeser, menampakkan lorong kosong gelap.

Ice berhenti mengunyah roti saking kagetnya.

Beberapa detik kemudian, sebuah 'dinding' yang sama seperti dinding lainnya menutupi lorong gelap. Sekarang, dinding itu kosong.

Bagaikan tidak pernah ada lukisan menempel.

Bagaikan dinding yang dibiarkan kosong setelah selesai dibuat.

Ice tidak bisa menyembunyikan kekagumannya. "Wow, aku baru tahu ada pintu rahasia di Istana Earth Kingdom."

"Istana Earth Kingdom memiliki pintu rahasia dari dulu, Gempa menunjukkan pintu rahasia ini karena dia yakin Pangeran Ice tidak akan mengkhianatinya." Jawab Yaya.

Ice menatap Gempa. "Tenang saja, Kak Gem. Aku tidak akan mengkhianati kepercayaanmu." Untuk membuktikannya, Ice mengangkat tiga jari ke atas.

Gerakan ini merupakan bentuk perjanjian.

"Aku tahu." Gempa tersenyum, kemudian melanjutkan. "Bisa kita mulai tujuan kunjungan ini sekarang?"

"Tentu, Kak Gem."

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें