Pohon Perbatasan

692 98 6
                                    

Sadar tidak akan bisa tidur, Blaze membuka matanya. Dirinya langsung menerima tatapan datar Ice, yang entah sejak kapan menatapnya seperti itu. "Astaga! Kau membuatku kaget saja, Ice! Kau ingin aku refleks menonjokmu?!"

Blaze duduk, mencari posisi enak untuk bersandar di pohon.

Ice mendengus. "Kau kira aku selemah itu, mendapat tonjokan dari kepalan tanganmu?"

"Enggaklah, aku tahu seberapa kuat dirimu." Lanjut Blaze. "Ini pertama kalinya kau kembali kesini setelah beberapa bulan, kau kangen denganku?"

"Mimpimu terlalu ketinggian."

Mendengar jawaban Ice, Blaze memanyunkan bibirnya. "Lalu? Kenapa kau kesini?"

Alih-alih menjawab, Ice hanya menatap sendu Blaze. Blaze yang merasakan tatapan itu menjadi bingung. "Ice?"

Ice mengalihkan perhatiannya. Manik Ice menangkap pemandangan gedung pencakar langit beserta langit biru di atas. Blaze berpikir Ice sedang tidak ingin mengobrol, jadi dia membiarkan teman kecilnya itu.

"Setidaknya duduklah, kau akan capek berdiri terus."

"Oke." Setelah mengatakan itu, Ice duduk. Dia duduk agak jauh dari Blaze. Tapi karena pohon itu besar, dedaunan masih melindungi Ice dari cahaya matahari.

Blaze menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sifat teman kecilnya benar-benar sudah berubah dari terakhir kali dia melihatnya.

"Blaze."

"Iya?" Jawab Blaze cepat.

"Kau tahu jika pohon ini berada tepat di perbatasan Kerajaan kita, kan?"

"Eh? Benarkah?"

Ice memberi pandangan kesal. "Kau termasuk Pangeran Pertama dan kau tidak tahu peta kerajaanmu sendiri?"

"Hei, setidaknya aku tahu bahwa Kerajaan kita berada di gunung, ya!"

"Semua orang tahu itu." Ice tidak bisa menahan dirinya untuk memutar mata. Lelah menghadapi sifat Blaze.

"Terserah, deh. Kenapa kau bertanya??" Perasaan Blaze menjadi tidak enak.

"... Aku ingin menghancurkan pohon ini." Ucap Ice, namun ucapannya terdengar ragu jika didengar perlahan. Tetapi Blaze sudah naik pitam terlebih dahulu sebelum berkata tegas. "Apa maksudmu? Ini tempat satu-satunya kita bisa bertemu di Kerajaan dan kau ingin menghancurkannya? Kenapa? Oh, apa kau ingin mencari tempat bertemu baru?"

"Aku tidak pernah mengatakan itu." Sela Ice. "Untuk saat ini, aku tidak ingin kita bertemu lagi."

Blaze tiba-tiba tertawa. "Kita baru saja bertemu setelah sekian lama, ternyata hanya ini yang ingin kau bicarakan?"

"Memang kau ingin aku seperti apa?"

'Apa kau ingin aku seperti dulu, Blaze?'

'Aku ingin kita seperti dulu, Ice.'

Mereka tidak mengatakan apapun, Blaze mengacak rambutnya. "Cabut perkataanmu tadi."

"Untuk apa?" Ucap Ice acuh.

Sumbu amarah Blaze mulai terbakar. "Apa kau menantangku, Pangeran Pertama Ice dari Snow Kingdom?"

Ice dapat melihat Blaze mengepal erat tangannya yang mulai mengeluarkan kobaran api. "Jika aku bilang iya, apa kau akan meladeniku, Pangeran Pertama Blaze dari Flame Kingdom?"

"Kau—!!" Benang kesabaran Blaze terputus saat itu juga. Tangan kanan Blaze bergerak ke wajah Ice, berniat membuat wajah datar itu meringis kesakitan.

Ice yang sudah mengantisipasi gerakan itu langsung menangkisnya, tonjokan kuat itu melewati kepala Ice beberapa centimeter. Tidak sampai disitu, Blaze menggunakan tangan kirinya. Alhasil Ice menangkap tangan Blaze.

Blaze menendang perut Ice. Untuk menghindari tendangan maut itu, Ice terpaksa harus melepaskan cengkeramannya pada tangan Blaze dan mundur. Mengambil kesempatan, Blaze menarik napas dalam. "Semburan Api!"

Ice segera salto ke belakang, tempat dimana dia berdiri langsung hangus terbakar. Ice mengerti niat Blaze, Blaze ingin menjauhkan pertarungan mereka dari pohon perbatasan.

"Kau secara terang-terangan memberitahu lawan kelemahanmu, dasar ceroboh." Suhu di sekitar Ice menjadi dingin, sebuah meriam muncul di tangan. Ice tanpa ragu menembakkan bongkahan es pada Blaze. "Tembakan Pembeku!"

Blaze melihat bongkahan es menerjangnya, dirinya menghindar begitu mudahnya. Namun, wajahnya seketika berubah pucat.

Serangan Ice akan mengenai pohon itu!!

Blaze berlari, dengan cekatan menjadikan batu terdekat sebagai tempat pijakan, kemudian melompat ke udara. "Tendangan Berapi!"

Kobaran api dari serangan Blaze segera melelehkan bongkahan es tersebut. Bongkahan es yang berubah menjadi air itu kini memadamkan api Blaze. Kedua serangan kuat itu hilang tidak tersisa.

Tepat ketika Blaze mendarat di tanah, lutut kaki bagian dalamnya di tendang oleh Ice. Menyebabkan Blaze jatuh tersungkur. "Argh!!"

Ice tidak menyia-nyiakan kesempatan, dirinya mendudukkan diri pada punggung Blaze. Meriamnya berubah menjadi pistol, moncong pistol itu sudah terisi es tajam menggantikan peluru. Sekali tarikan pelatuk, dapat dipastikan siapapun akan mati.

Ice juga tidak lupa untuk mengunci pergerakan tangan Blaze di punggung. Blaze berusaha membebaskan tangan, hasilnya nihil. Akhirnya, dia memilih berhenti.

Mereka berdua terdiam beberapa saat.

"Kau tidak mengeluarkan Cakram Api milikmu itu." Ucap Ice memecah kesunyian.

"Kau juga tidak menyerangku dengan benar. Apa kau meremehkanku?" Marah Blaze.

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now