Secuil Informasi

527 92 5
                                    

Gempa, Solar, dan Halilintar berada di dalam mobil milik Solar. Mereka sedang menuju ke Istana Light Kingdom.

Gempa sudah meminta izin Solar untuk mengunjungi perpustakaan mereka. Walaupun tidak tahu apa tujuan Gempa, Solar memperbolehkan. Dirinya yakin Gempa tidak bermaksud jahat atau lainnya.

Karena saat itu Halilintar mengikuti Gempa, dia mendengar semua yang Gempa katakan pada Solar. Dengan keinginan sendiri dia mengajukan diri untuk menemani Gempa. Solar sempat menatapnya aneh, namun Halilintar sama sekali tidak menggubrisnya. Seolah-olah mengatakan 'aku tidak butuh persetujuanmu' melalui gerakan tubuh. Hampir membuat Solar naik pitam.

Suasana mobil sangat canggung. Mungkin karena Solar dan Halilintar tidak terlalu dekat, jadi mereka tidak mengobrolkan hal apapun. Hubungan di antara mereka berdua lebih tepat disebut rival. Bukan teman, bukan musuh.

Merasa tidak nyaman, Gempa mencoba memulai topik ringan. "Ngomong-ngomong, bunga dari siapa itu?"

"Ini? Dari—"

"Taufan pasti." Sela Halilintar.

Solar mendelik. "Kenapa kau yang menjawab, tiang listrik? Memang namamu Solar? Aku tahu kau sangat ingin menjadi diriku yang sempurna ini."

Halilintar hanya mengangkat alis. "Gempa tidak menyebutkan namamu. Berarti siapapun boleh menjawab."

Gempa berusaha menjadi penengah. "Sudah-sudah. Jangan bertengkar."

Gempa memperhatikan bunga di tangan Solar, bunga itu terlihat masih segar. Seperti baru dipetik.

"Kenapa Taufan memberikan bunga? Apakah itu salah satu leluconnya?"

"Itu.." Solar menggeleng. "Biar aku jelaskan di tempat lain, Kak. Ada orang menguping."

"Kau membicarakan tentangku?" Marah Halilintar.

"Loh, kau pede sekali. Aku kan, tidak menyebut namamu."

Benang kesabaran Halilintar sedang diuji, Halilintar sadar Solar baru saja memutar balikan perkataannya sendiri. Rasanya sangat menjengkelkan.

Gempa menghela nafas pasrah, berharap agar mereka cepat sampai. Keberuntungan berpihak pada Gempa, gerbang Istana Light Kingdom mulai terlihat. Solar juga mengetahui hal itu, dirinya segera membenarkan caranya duduk. Tubuhnya kini tegak, layaknya bangsawan. Begitu pula Gempa dan Halilintar.

Setelah penjaga memastikan mereka adalah para Pangeran, penjaga membiarkan mobil masuk ke dalam tempat parkir. Sang supir lekas turun, membukakan pintu mobil untuk para Pangeran, tidak lupa membungkuk hormat.

Ying sekarang berperan sebagai pendamping para Pangeran, mendekat. Dia menyuruh pergi supir, mengambil alih tugas memandu. "Silakan lewat sini, Pangeran."

Dengan taat mereka mengikuti Ying. Masing-masing Menteri mempunyai tingkat keegoisan mereka sendiri. Karena itu mereka membangun Istana Light Kingdom begitu megah.

Mulai dari atap sampai lantai. Jenis ubin, warna tirai, perabotan dan alat. Bahkan ukiran dinding. Semuanya mereka lakukan sedetail mungkin. Tidak ada yang terlewat.

Halilintar merasa dirinya akan buta jika harus menatap lama pada bingkai lukisan milik Light Kingdom. Pasalnya, bingkai tersebut terbuat dari emas murni. Terlihat sering dibersihkan dinilai dari betapa mengkilapnya bingkai tersebut. Halilintar bersyukur Ibunda Ratunya tidak memikirkan hal berlebihan seperti para Menteri ini.

Pelayan istana ada dimana-mana sejauh yang Gempa pandang. Entah tugas mereka atau bukan. Gempa tidak terlalu peduli.

Ying membuka pintu kayu besar, pemandangan ribuan rak buku menyapa mereka berempat.

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now