Anak Baik

1.6K 134 9
                                    

Gempa segera berdiri, "tidak perlu begitu, Pak. Saya lebih muda dari anda. Kedepannya saya akan menjadi salah satu murid di sekolah ini juga. Jadi, tolong perlakukan saya seperti calon murid lain."

Soile menegakkan badannya dan mengangguk, pandangannya menunjukkan keramahan khas orang yang lebih tua. "Baiklah, kalau begitu ayo ikut Bapak ke kantor."

Disaat Gempa mengikuti Soile dari belakang, dia tidak bisa menahan diri untuk melihat sekeliling. Suasana sekolah sangat sejuk karena pohon dan tanaman, bersamaan semilir angin membuat daun pepohonan melambai-lambai.

Pemandangan gedung di kejauhan hampir tertutupi oleh dedaunan pohon, namun para penjaga taman sekolah memastikan dedaunan itu tidak akan menghalangi sinar matahari.

Soile mempersilakan Gempa untuk duduk, Gempa menolak secara halus. Mengatakan bahwa dia harus segera kembali ke Earth Kingdom.

Soile yang mendengar itu lantas menjawab. "Kau bisa suruh ajudanmu—"

Gempa memotong pembicaraan tanpa rasa bersalah. "Yaya adalah temanku."

Soile memberi pengertian. "Kau bisa meminta temanmu untuk mengambil kertas pendaftaran ini. Seorang Pangeran, terutama Pangeran Mahkota Earth Kingdom, tidak perlu buang-buang waktu hanya untuk mengambil kertas ini."

Soile mengambil kertas di atas meja, lalu menyerahkannya pada Gempa.

"Tapi aku sangat ingin kehidupan sekolah normal. Senormal kehidupan sekolah seusiaku, Pak."

Tangan Soile perlahan menepuk pundak Gempa. "Aku tidak tahu apakah itu bisa terjadi atau tidak, mengingat kau adalah Pangeran Mahkota." Kemudian dia menghela nafas. "Setidaknya aku berharap agar kau bisa nyaman bersekolah disini."

"Terima kasih, Pak Soile. Apakah sudah semuanya?" Pertanyaan Gempa dibalas anggukan Soile.

"Kalau begitu aku permisi dulu."

"Apa perlu Bapak antarkan ke mobilmu?"

"Tidak perlu, Pak. Aku tidak ingin merepotkan."

"Baiklah kalau begitu. Hati-hati di perjalanan, Pangeran Mahkota."

***

Yaya melihat teman dari kecilnya menghampiri mobil setelah keluar melalui pintu belakang sekolah sambil membawa kertas.

"Sudah selesai, Gempa? Tidak ada yang terlupa?"

Gempa baru saja mengaitkan sabuk pengaman, memberikan muka tidak percaya. Dia terlihat lebih kasual sekarang. "Kenapa kau bertanya itu? Seolah-olah aku ini pelupa."

Sang pengemudi langsung menyalakan mobil, ban hitam secara mulus mulai bergerak sesuai gerakan tangannya.

Yaya menatap Gempa melalui kaca dari posisinya di samping pengemudi. "Bukannya kau memang pelupa? Apa aku perlu mengingatkanmu, saat kau kecil kau sering memanggilku Mimi."

Gempa langsung tidak bisa berkata-kata, dia dengan malu menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal.

Yaya mengeluarkan senyuman antara gemas ingin memukul atau ingin menahan tawa.

Gempa mencari topik pengalihan. "Ngomong-ngomong, Solar akan daftar ke sekolah tadi."

"Oh, iya? Kenapa?" Tanya Yaya.

Gempa mempertimbangkan harus menjawab seperti apa, akhirnya memilih jujur. "Dia bilang orang keren dan swag sepertinya harus masuk ke sekolah keren dan swag juga."

Yaya memasang wajah datar. "..."

Alasannya mudah ditebak, walaupun begitu tidak akan bisa menahan rasa jengkel yang Yaya rasakan.

Seketika Gempa lega, rasa jengkel Yaya teralihkan ke Solar. Gempa di dalam hati berjanji akan mentraktir Solar setelah mereka lulus pendaftaran.

Tanpa diketahui oleh Gempa, Solar bersin di perpustakaan Light Kingdom dan langsung dipelototi oleh Ying.

"Aku tidak pura-pura bersin."

"Tapi kau berpura-pura sakit kemarin untuk menghindari tugasmu."

"Yang lalu, biarlah berlalu. Sekarang aku sudah berubah."

"Diam, kau kira kita sedang membahas kehidupan?"

"... Ying, kau sama sekali tidak asik."

"Jangan berusaha mengalihkan perhatianku, cepat kerjakan tugasmu!"

"Iya-iya." Solar berpikir, sebenarnya Pangeran [Adoxo] disini aku atau Ying? Perasaan lebih galak Ying.

Kembali ke Gempa, mobilnya sudah melewati jembatan Xenc dan gerbang utama Istana Earth Kingdom. Kini mobil menuju tempat parkir mobil khusus Pangeran Mahkota.

Gempa melihat keluar jendela mobil, sesekali melambai sambil tersenyum pada para pekerja kerajaan. Para pekerja kerajaan segera membalas lambaian dan senyuman itu, mereka merasa senang Pangeran Mahkota mereka kembali dengan selamat.

Semua pekerja kerajaan sangat menyayangi Pangeran Mahkota mereka ini. Bahkan, seluruh dunia tahu bahwa Gempa adalah Pangeran paling perhatian kepada pengikutnya.

Sudah baik, perhatian, pengertian juga. Bukankah itu ciri-ciri menantu idaman? Untuk itu kadang pekerja kerajaan merasa harus ekstra hati-hati jika Gempa ingin memilih pasangan. Mereka takut Pangeran Mahkota Gempa terpedaya tipuan orang luar.

Untungnya, Pangeran mereka tidak memikirkan pernikahan saat ini.

"Gempa, kita sudah sampai."

Lamunan Gempa terpecah, dia segera memfokuskan pandangan. Benar saja, mereka sudah di tempat parkir khusus. Gempa kemudian turun dari mobil, mengucapkan terima kasih ke Yaya dan pengemudi yang membukakan pintu, lalu segera memasuki Istana.

Yakin dirinya lumayan jauh dari pintu Istana, Gempa mengucapkan kalimat lirih bagai bisikan. "Aku pulang."

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now