Hal Ganjal

522 86 9
                                    

"Firefly." Mulai Blaze.

Yang dipanggil pun menoleh, Firefly memiringkan kepalanya sedikit. Meminta Blaze melanjutkan ucapannya.

"Kurasa Ice benar, kau semakin gendut. Apalagi saat aku gendong."

Ekor berapi milik Firefly menepuk-nepuk lantai, berusaha menunjukkan ketidaksenangannya.

"Itu karena Firefly adalah singa api, Blaze. Juga, bukankah Kakak sudah bilang, jangan gendong-gendong singa besar. Apalagi Firefly." Sela Nova. Blaze menggerutu. "Aku sudah menggendong Firefly dari kecil, apa bedanya aku menggendong dia yang sudah tumbuh besar??"

Nova tersenyum penuh jenaka, tangannya menutup berkas file penting. "Baiklah-baiklah, apapun yang kau katakan. Jika badanmu sakit setelahnya, jangan minta pijat ke Kakak."

"Siapa juga mau minta dipijat?"

"Oh? Bukannya dulu-dulu kau sangat suka dipijat oleh Kakak?"

"Itu dulu!"

Blaze mengusap surai halus Firefly, dia kembali berbicara dengan peliharaan kesayangannya itu. "Mungkin aku harus membatasi jatah makananmu."

Kalau saja Firefly itu manusia, dia pasti melemparkan delikan tajam ke arah Blaze, merasa dikhianati.

"Daripada membatasi, bagaimana jika  membuatnya lebih banyak bergerak? Lari pagi, misalnya." Usul Nova. Tanpa menunggu jawaban dari Blaze, Firefly beranjak berdiri dan mengitari kantor Nova.

"Ide bagus, Firefly juga kelihatannya senang! Terima kasih, Kak. Kami pergi sekarang!" Seru Blaze, lalu mengajak Firefly berlari keluar.

Menunggu langkah kaki Blaze menjauh, wajah Nova berubah datar. Bahkan sikapnya berubah serius. Matanya menatap lekat file di atas meja.

Blaze berlarian di lorong-lorong ditemani Firefly. Terkadang mereka hampir menabrak pilar, namun beruntung saja refleks mereka berdua begitu cepat. Mereka menghindari berbagai halangan dan rintangan.

Yah, sampai Blaze tidak melihat ke depan sama sekali. Alhasil dirinya menabrak seseorang.

"Aduh!!"

Orang itu terjatuh ke belakang, Blaze tertegun. "Oh! Maafkan aku, aku tidak tahu di sekitar sini ada orang!"

Blaze mengulurkan tangannya untuk membantu, perempuan tersebut menunduk. "Tidak apa, Pangeran. Maaf saya tidak melihat anda."

Dia tidak menerima uluran tangan Blaze, dia berdiri sendiri kemudian membungkuk. Blaze menyadari perempuan tersebut tidak benar-benar membungkuk sempurna. "Saya permisi."

Tanpa menunggu jawaban maupun balasan Blaze, perempuan tersebut melenggang pergi. Menghilang dari jarak penglihatan dan jarak pendengaran.

"Huh.." Blaze bergumam. "Aneh."

"Pangeran."

"Akhh!!! Cakram Api!!" Blaze mengeluarkan senjata andalannya, tubuhnya berbalik, manik jingga miliknya menangkap sosok pelayan.

Pelayan tersebut berkedip. "Apa saya mengagetkan Pangeran Blaze?"

Blaze berkeringat dingin. Hari ini sungguh hari yang aneh. Perempuan berpakaian pengawal tetapi tidak menunjukkan rasa hormat padaku, juga pelayan yang tidak bisa aku dengar langkah kakinya.

"Se-sedikit." Blaze menyingkirkan Cakram Api, jarinya menggaruk pipi. "Ada apa memanggilku?"

"Saya melihat Pangeran Blaze berbicara bersama pengawal tidak dikenal, saya kira pengawal itu melakukan kesalahan fatal dan Pangeran Blaze berniat menghukumnya." Mendengar perkataan itu, Blaze menggeleng kuat.

Bitter Truth | I [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now