"Saya sih terserah bapak saja mau ikut usulan saya atau tidak. Jika sekiranya iya, bapak bisa pindahkan dia ke Jakarta seperti saya"

"Saya setuju" Tino dengan cepat menjawab

"Saya akan mengurus pemindahannya sekarang juga" Lanjut Tino seraya menghubungkan atasannya untuk meminta surat pemindahan suster baru dari Solo ke Jakarta.

"Kalau gitu saya permisi pak" Pamit Zidan dengan sopan

"Oke silahkan, terima kasih atas usulan Zidan"

Zidan tersenyum kecil lalu keluar dari ruangan Pak Tino.

^^^

"Selesai" Pekik Nana dengan semangat. Nabella baru saja selesai membantu ibu untuk makan malam. Hari ini Nabella tidak memiliki jadwal malam, Nana sedikit bersyukur jadi dia bisa menemani ibu malam ini.

"Sekarang waktunya ibu minum obat" Ujar Nana seraya mengambil obat di atas meja di samping kirinya dan tangan kiri memegang gelas berisikan air putih.

Nana bangkit dan sedikit mencondongkan tubuhnya untuk membantu ibu untuk meminum obat. Nana lagi-lagi bersyukur setidaknya ibu mengalami berkembangnya yang baik. Ibu sudah mulai lahap makan dan mau untuk minum obat walaupun tatapan matanya masih memancarkan kekosongan, tapi setidaknya ada respon yang baik dari ibu.

Nabella meletakan kembali gelas yang sudah kosong diatas meja dan kembali duduk menghadap ke arah ibu. Nana menggenggam erat tangan ibu yang selalu hangat, dalam hati Nana selalu berdoa akan kesembuhan ibunya. Nana ingin kembali melihat keceriaan di wajah Luna, Nana ingin selalu mendengar setiap ocehan dan suara merdu yang keluar dari mulut Luna.

Cup

Nabella mengecup cukup lama tangan Luna, membuat Luna menoleh ke arah anaknya dengan pandangan kosong.

"Nana cantik" Gumam Luna sambil menatap anaknya, mata cantik Luna mulai berkaca-kaca.

Nana mengangkat kepalanya menatap Luna, kedua ujung bibir Nana tertarik membentuk senyum tulus.

"Ibu juga cantik..... cantik sekali" Nana tidak lagi mampu menahan air matanya

"Ibu Nana paling cantik dan bersinar seperti bulan"

"Nana cantik" Kata itu terucap lagi dari bibir pucat Luna

Dulu sebelum tidur Luna selalu menyempatkan diri untuk ke kamar putrinya, hanya untuk sekedar mengecup dahi Nana dan berkata 'Nana Cantik'.

Luna selalu berdoa akan kebahagiaan Nana, Luna tidak ingin Nana mengalami apa yang pernah Luna alami. Luna berhasil mewujudkan keluarga bahagia seperti impiannya, Luna berhasil membuat Nana tidak pernah kekurangan kasih sayang, Luna berhasil mendidik Nana menjadi perempuan yang baik, jujur, bertanggung jawab, lemah lembut, tidak pernah berkata kasar apalagi meninggikan suara di depan orang yang lebih tua, Luna berhasil mendidik Nana menjadi perempuan yang cerdas dan berprestasi. Tapi sayangnya Luna lagi-lagi gagal untuk membahagiakan dirinya sendiri, Luna gagal untuk itu, Luna kembali kegelapan.

Nana menangis untuk pertama kalinya di depan Luna, bahkan tangisannya begitu terasa menyakitkan. Sayang kali ini Luna tidak bisa memeluk putrinya dia hanya bisa memandangi Nana dengan air mata yang juga menetes dan terus bergumam 'Nana cantik'

^^^

"Nana kamu dipanggil ke ruang Direktur" ucap Olivia yang tiba-tiba datang ketika Nabella sedang ingin menyuapi seorang nenek lansia yang beberapa minggu menjadi pasien di rumah sakit karena terkena diabetes.

"Ngapain Vi?" Tanya Nana sembari menyuapi bubur ke hadapan Nenek lansia.

"Nggak tau, sana cepet samperin. Ini biar aku yang ngelanjutin" Olivia mengambil bubur di tangan Nabella sambil menarik pelan tangan Nabella agar bergantian dengannya

"Yaudah kalau gitu aku kesana dulu... Oiya itu obatnya udah aku siapin disamping kamu" Sebelum keluar dari kamar pasien, Nabella sempat berpamitan dengan nenek lansia yang menatapnya lembut.

Tok

Tok

"Masuk"

"Permisi pak"

"Silahkan duduk Nabella" Ujar Vico selalu Direktur rumah sakit tempat Nabella bekerja

Nabella duduk di depan Vico dengan perasaan sungkan. Vico adalah anak pemilik rumah sakit, umur pria itu sekitar 30 tahunan dan belum menikah.

"Jadi begini Nabella~"

^^^

Nabella termenung seraya menatap wajah ibu yang terlihat sangat tenang ketika tertidur.

Jujur Nabella bingung harus menjawab apa, dia takut salah mengambil keputusan. Nabella tidak mungkin meninggalkan Luna sendiri di rumah sakit, terlebih Nabella takut jika sang ayah datang menemui Luna.

Tapi mengingat bayarannya yang besar membuat Nabella semakin berpikir keras, Nabella butuh uang untuk membayar biaya rumah sakit, dan dia butuh uang untuk makan sehari-hari. Gaji sebagai suster hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari.

Notifikasi pesan berbunyi dari ponsel Nabella. Tertera nama Olivia yang memberikan pesan.

'Aku tau kamu bingung soal tawaran pak Vico, tapi yang jelas apapun keputusan kamu aku bakal dukung Na. Soal ibu aku bisa bantu jaga ibu kamu yang udah aku anggap sebagai ibu aku sendiri. Pikirin baik-baik jangan gegabah ya Na'

Kurang lebih isi pesannya seperti itu. Nabella terharu, ia sangat beruntung memiliki sahabat sebaik Olivia. Olivia satu-satunya orang yang mau berteman dengan Nabella, karena hanya kecantikan Nabella yang membuat orang-orang tidak ingin berteman dengannya. Katanya takut jika mereka punya pacar agar direbut olehnya, padahal Nabella sama sekali tidak punya niatan seperti itu, toh dia memiliki Erza sebagai pacar.

'Makasih Olivia'

^^^

P

engen banget punya sahabat kaya Olivia yang selalu jadi support system buat sahabatnya

Kalian ada yang punya temen kaya Olivia nggak. Kalau iya boleh dong cerita sedikit tentang temen kamu yang menjadi support system kamu.

Jangan lupa Vote dan komen

Sampai bertemu di part selanjutnya

Bye

Next

ATLAS (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang