Chapter CMXX

474 127 15
                                    

“Takumi!” Huri menyebutkan nama lelaki yang tak sadarkan diri tadi sembari berlari cepat mendekati Manticore yang membawanya.

“Kak Takumi seperti itu karena coba menolongku.”

“Apa yang kau lakukan? Cepat bantu aku!” bentak Huri tanpa mengindahkan ucapan Miyu. Gadis tersebut segera meralungkan lengannya ke pundak Takumi untuk memapahnya turun.

Selepas ia menarik tubuh Takumi dari punggung Manticore, Huri bergegas menelentangkannya … Membuka bibirnya lalu menarik baju yang Takumi kenakan hingga perut dipenuhi darah itu bisa terbasuh oleh hujan.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” Huri mengangkat kedua tangannya, menampung hujan yang jatuh menggunakan tangannya tadi, “Takumi, jangan mati, kumohon! Kumohon, jangan ada lagi yang mati di depanku,” isak Huri sambil menuangkan hujan yang sudah terkumpul di tanganya ke dalam mulut Takumi.

“Ini semua karena Bibi Sachi keturunan dari Kaisar yang jahat!”

Huri seketika berpaling oleh ucapan Miyu, “apa maksudmu?” Huri lempar balik pertanyaan padanya.

“Kami mendengar semuanya. Saat Paman Zeki, Ayahmu, membunuh Kakek. Saat dia menangkap kami semua setelah melakukannya … Dia memberitahukan kami semuanya.”

“Dan tak lama Paman melakukannya  … Hewan-hewan itu datang menyerang,” tangis Miyu sembari menganyun salah satu tangannya ke atas, “jika saja Kak Takumi tidak datang menyelamatkanku, aku mungkin sudah mati di tangan hewan besar itu.”

“Aku tidak tahu di mana keluargaku sekarang … Ini semua disebabkan oleh keluarga kalian! Dan kenapa Bibi Sachi melarikan diri? Apa dia tidak menganggap kami keluarganya? Apa nyawa kami tidak penting untuknya? Kenapa dia tidak segera datang untuk menolong kami?”

“Ibuku tidak akan pernah lari dari tanggung-jawabnya-”

“Lalu di mana dia sekarang?” Miyu membalas bentakan Huri, “Ayah pernah bercerita padaku seperti apa perjuangan mereka untuk menghancurkan Kekaisaran … Akan tetapi, saat Bibi tahu bahwa Kaisar adalah Ayahnya sendiri, dia justru menyembunyikan semuanya, kan?”

“Ibuku punya alasan untuk semua it-”

“Omong kosong!” Miyu lagi-lagi memotong kata-kata Huri, “kalau dia peduli pada kami, dia seharusnya membawa kami ke tempat yang aman. Dia tidak akan pernah membiarkan kami diserang seperti ini! Dia adalah anak Kaisar, jadi dia tidak pernah menganggap Ayahku dan Paman Izumi sebagai Kakaknya … Dia tidak menganggap kami sebagai keluarganya!”

“Tutup mulutmu!” Huri naik pitam, sihirnya tak terkendali sampai-sampai menumbuhkan tumbuhan berduri panjang di sekelilingnya yang membuat Miyu terdiam, diliputi ketakutan, “diam atau akan kuremukkan tubuhmu!”

“Jangan berbicara buruk lagi tentang Ibuku,” isak Huri, sambil menarik ingus yang hampir jatuh, “hujan yang turun membawa kesembuhan untuk kita sekarang ini … Itu berasal dari salah satu hewan milik Ibuku. Bahkan hewan yang membawamu tadi, dia juga merupakan pengikut setia Ibuku.”

“Ibuku … Selalu memikirkan kita terlebih dahulu dibanding dirinya sendiri.”

“Tadi di dalam kepalaku, aku sempat mendengar suara dari salah satu hewan milik Ibuku, dan kau tahu apa artinya?” tanya Huri sambil berpaling pada Miyu yang masih diam, “Ibuku yang sekarang sedang menuju ke Kekaisaran untuk bertarung seorang diri … Nyawanya mungkin saja terancam.”

“Aku selalu berkata ingin membantunya, tapi aku justru tak berkutik saat berhadapan dengan Naga Kaisar. Aku takut! Aku punya kekuatan tapi semua itu tidak berguna karena aku tidak sanggup menggunakannya. Ini semua salahku, kalau aku lebih berusaha mence….”

Huri tertunduk. Dia menghentikan ucapannya tatkala ia merasa ada sesuatu yang menyentuh pundaknya, “Huri, beberapa Manticore memberitahukan kami beberapa kabar buruk. Kalau kau ingin mengetahuinya, maka aku akan memberitahukanmu arah yang harus kau tuju,” ucap suara kecil yang tiba-tiba terdengar dari samping telinga.

Huri mengangkat wajahnya lalu menoleh ke kiri. Di sana, ia menemukan seekor Harimau Putih telah berdiri di sebelahnya, dan di atas kepala Harimau tadi … Terdapat sesosok peri kecil, yang tubuhnya dipayungi oleh angin tak kasat mata, pelindung sosok peri tadi dari terpaan hujan.

“Berlarilah ke sebelah Timur!” ungkap Lux lagi seraya menutup matanya lalu menarik napas panjang, “cepatlah!” sambungnya, kali ini suara yang keluar sedikit gemetar.

Tanpa berpikir lebih jauh, Huri segera beranjak dan berlari ke arah yang dibicarakan oleh Lux. “Apa kau yang ingin menyampaikan kabar ini padanya?” Kei yang membawa Lux tiba-tiba berbicara, sembari terus menatap Huri yang semakin jauh berlari dengan wajah dipenuhi keputusasaaan.

“Aku tidak sanggup menyampaikan kabar ini padanya. Aku tidak bisa melakukannya,” jawab Lux seraya mengangkat tangan, menutup kedua matanya yang tertunduk.

_____________.

Sachi meneguk ludah basi. Ia tak menyangka bahwa kedatangan mereka ke Kekaisaran disambut oleh begitu banyak makhluk-makhluk dari berbagai macam ras, yang berdiri … Menunggu mereka di pintu masuk Istana.

“Selamat datang kembali ke Kekaisaran, Pemilik Robur Spei,” ucap wanita setengah burung yang mengantar Sachi berserta Kou berkat perintah dari laki-laki pemilik nama Kazuma.

“Pemimpin kami yang ada di dalam Istana menyampaikan perintah Kazuma untukmu … Hanya kau seorang diri yang diperbolehkan memasuki Istana,” lanjutnya yang sempat terdiam sebelum melempar lirikannya pada Kou.

“Baiklah!” Tanpa perlu waktu lama, Sachi menjawab ucapan tadi, “Kou, aku akan masuk ke dalam … Kau jangan sampai lengah! Harus tetap siaga,” tutur Sachi, membelai lembut leher Kou sebelum ia melompat turun lalu berjalan mengikuti wanita setengah burung tadi.

“Apa kau bisa sedikit memberitahukanku, seperti apa Kazuma itu?” Sachi membuka pertanyaan sambil melirik pada makhluk-makhluk milik Kekaisaran yang berdiri memenuhi samping kiri dan kanannya.

Wanita setengah burung itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia menoleh lalu tersenyum lebar pada Sachi, “saat kau bertemu dengannya, kau pasti akan bisa langsung mengenalinya. Jalan saja lurus ke depan, kau akan menemukan pintu yang terbuat dari emas … Dia menunggumu di sana,” ungkapnya sembari mengangkat tangan, meminta Sachi untuk berjalan ke arah yang ia tunjuk.

“Jangan takut! Kami lebih suka melihat musuh menderita dibanding harus membunuh mereka secara langsung,” lanjutnya, berkata dengan tak melepaskan senyum mengerikan miliknya.

Sachi membuang pandangannya ke samping. Ia berlalu begitu saja melewati wanita setengah burung tadi … Berjalan lurus, sesuai arahan yang diberikan kepadanya. Dan setelah cukup lama berjalan, Sachi akhirnya sampai di depan sebuah pintu emas yang telah terbuka … Seperti telah dipersiapkan untuk menyambut seseorang.

Sachi menggigit bibirnya. Ia menarik napas sangat dalam, hingga keberaniannya kembali terkumpul untuk berjalan memasuki ruangan di depannya. Dengan jantung yang terus berdegup kencang, Sachi terus melanjutkan langkahnya … Menyusuri lorong penuh almari berisikan buku, yang membuat Sachi yakin bahwa ruangan yang ia datangi sekarang merupakan sebuah perpustakaan.

Sachi berhenti setelah ia menemukan sebuah meja panjang di tengah-tengah ruangan. Di meja panjang tadi, tertidur seorang pria dengan beberapa buku yang tersusun di dekatnya, “Dan!” Sachi seketika melipat bibirnya, mengurungkan niat untuk memanggil nama tersebut setelah matanya kembali memastikan sosok laki-laki di hadapannya itu, “Tsubaki-kun?” tutur Sachi, yang diikuti terbangunnya laki-laki tadi dari tidurnya.

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now