Chapter DCCCLI

1K 360 29
                                    

“Kou! Kou!” panggil Sachi di dalam kepalanya. Matanya terus terpejam, sambil merasakan air sungai yang mengalir melewatinya, “Kou, kumohon dengarlah panggilanku ini!” Sachi kembali berucap di kepalanya.

Perempuan itu membuka kedua matanya. Napasnya yang sesak karena terlalu lama berada di dalam air, membuatnya beranjak lalu terbatuk beberapa kali, “bahkan sihir duyung pun tidak berguna. Aku bahkan tidak bisa bernapas di dalam air lagi. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa karena aku terlalu lama tertidur? Atau karena sekarang aku tidak bisa memanggil Kou?” Sachi membatin sambil menghela napas beberapa kali.

Dia menoleh ke samping … Pada sihir seorang Elf yang ia rasa mendekat. “Kau akhirnya datang, Kakek.” ucap Sachi, seraya berdiri dengan seluruh tubuh hingga pakaian yang basah.

“Apa yang kau lakukan di sini sendirian?”

“Tentu saja memanggil Kou. Anak-anakku merasa tersiksa di sini … Jadi aku ingin membawa mereka.”

“Kau tidak diperbolehkan pergi meninggalkan Dunia Elf!”

“Kenapa? Kenapa aku harus mendengarkan Kakek?” Sachi menyergah ucapan Kakeknya sendiri, “aku harus menemui suamiku-”

“Kau masih saja memikirkannya setelah apa yang terjadi!”

“Tentu saja!” Perempuan tersebut tak kalah meninggikan suaranya, “jika Kakek menyalahkannya atas apa yang terjadi padaku … Kakek salah sasaran! Kakek ingin aku bahagia, kan? Kebahagiaan terbesarku hanyalah melihat keluargaku utuh. Apa aku juga tidak diperbolehkan untuk mewujudkannya?!”

“Dia Manusia dan para Manusia juga yang telah menyakitimu!”

“Ayahku juga Manusia, kenapa Kakek juga tidak membawa Ibu ke sini! Memisahkannya dari suaminya. Kenapa? Jawab pertanyaanku, Kakek!” timpal Sachi dengan seluruh amarah yang ikut tercurahkan, “apa salah dirinya? Apa karena Bibi meninggal karena ingin menolongnya saat itu-”

“Sachi!”

“Lalu apa?!” Sachi balas membentak Kakeknya, “anak-anakku mengadu kalau para Elf tidak memperlakukan mereka dengan baik. Tubuh mereka penuh dengan luka … Katakan, orangtua mana yang tidak sakit hati melihat anak mereka diperlakukan seperti itu!”

“Huri yang dulunya ceria. Dia yang dulunya tidak pernah diam dan selalu mengajak siapa pun orang di sebelahnya berbicara … Sekarang begitu pendiam dan menarik dirinya. Katakan Kakek! Orangtua mana yang tidak sedih melihat perubahan anaknya seperti itu!”

“Kau jahat sekali, Kakek! Seharusnya kau jangan membangunkanku, kalau hanya ingin melihatku menderita melihat mereka. Aku bahkan tidak bisa menangis di depan putriku sendiri karena dia selalu mengkhawatirkanku … Apa kau akhirnya puas dengan semua ini?”

“Kakek hanya ingin yang terbaik untukmu.”

Sachi menggeleng untuk pernyataan Kakeknya, “yang terbaik bagi Kakek, belum tentu terbaik untukku,” isaknya sambil tertunduk, mengusap tangis yang bercampur dengan tetesan air dari rambutnya, “aku tahu Kakek bisa melakukannya. Kumohon, Kakek, bawa aku bertemu dengannya!”

“Aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin memastikan keadaannya … Aku sungguh-sungguh tidak berdaya saat ini. Hanya Kakek, yang aku harapkan sekarang.”

“Menjauhlah dari sungai terlebih dahulu! Kita akan melanjutkan pembicaraan ini nanti,” ungkap laki-laki dari Bangsa Elf tersebut sembari berbalik, hendak meninggalkan Sachi.

___________.

“Aku akan memanjat dan kau tunggu di bawah, Anka! Kita akan membawakan Ibu begitu banyak buah untuk ia makan,” ucap Sema yang segera dibalas anggukan Anka.

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now