Chapter DCCCLXVIII

1.2K 336 32
                                    

Jari-jemari Zeki beberapa kali merapikan rambut Sachi yang kadang kala berantakan dengan sendirinya, ketika mereka berdua jalan berdampingan keluar dari Istana. "Aku ingin dapur yang luas untuk rumah kita nanti. Kau akan membangunkannya untukku, kan?" rayu Sachi, diikuti senyum manis yang ia lempar pada suaminya.

"Aku juga menginginkan meja makan yang panjang, agar kita sekeluarga bisa makan bersama-sama di sana. Lalu apa lagi, ya?" lanjut Sachi bergumam, dengan mata yang buang ke atas.

"Aku akan membangun semuanya sesuai keinginanmu. Kau tidak perlu khawatir!" tutur Zeki membalas gumaman dari istrinya.

"Aku bahagia sekali mendengarnya. Sangat-sangat bahagia," ungkap Sachi, sambil mempererat rangkulannya di lengan Zeki, "semoga mereka tidak membawa kita ke tempat yang mengecewakan."

"Kau benar-benar tidak tahu ke mana mereka akan membawa kita?"

Sachi menggeleng, "mereka sama sekali tidak memberitahukanku. Mereka hanya berkata, bahwa tempat tersebut merupakan tempat yang pernah aku kunjungi karena Kou bisa membuka gerbangnya ke sana."

"Sebelumnya, Para Leshy sudah memeriksa tempat tersebut untuk kita. Mereka sudah memastikan bahwa tempat tersebut aman ... Tidak ada manusia yang hidup di sana kecuali kita semua."

Sachi terdiam lalu menunduk dengan melepaskan rangkulannya di lengan Zeki, "apa menurutmu ini akan berhasil? Kalau saja pengkhianat tersebut ada di Sora ... Dia akan segera mengetahui bahwa aku dan anak-anak masih hidup. Ryuzaki dan keluarganya, Kak Amanda dan anak-anaknya ... Aku bertemu mereka di Dunia Elf, dan besar kemungkinan mereka akan memberitahu keluargaku kalau aku baik-baik saja saat ini."

Sachi yang sebelumnya melangkah mendahului Zeki, tiba-tiba berhenti lalu berbalik menoleh pada Zeki yang berjalan mengikutinya, "jika hal buruk terjadi nanti, pastikan kau membawa pergi anak-anak ke tempat yang aman!"

"Apa yang kau maksudkan?" Zeki balas bertanya dengan langkah yang turut berhenti.

"Kemungkinan besar Kaisar pasti mengejar dan mengincarku. Jalan satu-satunya agar selamat adalah kalian harus menjauh dariku. Pastikan kau menjaga mereka baik-baik!"

"Aku tidak akan meni-"

"Bersumpahlah padaku, Zeki!" seruan Sachi seketika menghentikan kata-kata Zeki, "kau akan menjadi Ayah yang baik, dengan menjaga mereka hingga usiamu habis bukan karena keinginanmu sendiri."

"Jika nanti aku mati, kumohon jangan ikut mati hanya karena kau ingin menyusulku! Aku benar-benar sedih saat mereka menceritakan, bagaimana kau berusaha mengakhiri hidupmu dulu. Setidaknya," tutur Sachi tertunduk sambil mengusap kedua matanya, "satu di antara kita harus terus bersama mereka. Mengawasi mereka, memberitahu mereka yang mana benar dan yang mana tidak. Memberi mereka nasihat dan saran di saat nanti, misal mereka menemukan seseorang yang ingin mereka jadikan sebagai pendamping hidup."

"Aku tidak ingin mereka memiliki pemikiran, bahwa di mata orangtua mereka ... Mereka sama sekali tidak berharga."

Sachi berbalik, dia menarik napas yang sangat dalam saat mendongakkan kepalanya, "kalau kau lari dari tanggung-jawabmu sebagai kepala keluarga. Aku bersumpah, tidak akan menerimamu lagi sebagai pasanganku ... Baik, kehidupan ini berulang atau di kehidupan yang lain!" sambung Sachi, diikuti kedua kaki yang mulai melanjutkan langkahnya meninggalkan Zeki sendiri.

"Suasana hatimu yang sebelumnya baik, kini berubah tiba-tiba menjadi buruk. Dan itu sungguh-sungguh menyiksa kami, apa kau mengetahuinya?"

Sachi tersenyum, langkahnya terus berlanjut setelah mendengar suara di dalam kepalanya itu, "maaf kalau seperti itu," jawab Sachi begitu pelan seperti bisikan menggunakan Bahasa yang sama seperti Bahasa yang ia dengar di dalam kepalanya.

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now