Chapter CMVIII

1.1K 296 49
                                    

“Jadi menurut Huri, apa yang seharusnya Ibu lakukan?”

______________.

Huri melangkah keluar dari gerbang akar buatannya sambil mengendong Zehra. Langkahnya terus berlanjut hingga ia meninggalkan kamar, lalu berhenti di ruang tamu rumah mereka, “Kak Ihsan masih di sini? Apa Ayah dan Ibu sudah pulang?” Huri bertanya pada Ihsan yang duduk sendirian di sana.

Ihsan mengangkat wajahnya lalu menggeleng, menanggapi pertanyaan gadis yang duduk berseberangan dengannya itu, “mereka belum pulang. Apa Zehra masih tertidur?” Ihsan balas bertanya.

“Dia tadi sempat terbangun lalu tertidur lagi. Aku gugup sekali! Apa Ayah dan Ibu berhasil membujuk Paman Izumi?” Huri bergumam dengan membuang pandangan ke arah pintu.

“Ayah dan Ibu pasti akan mengusahakannya. Apa kau sudah yakin memilih Takumi, Huri?”

“Lupakan saja!” sambung Ihsan yang segera menunduk tatkala Huri balik menatapnya.

“Kak! Aku percaya pada pilihanku. Jauh di dalam lubuk hatiku, aku memilih Takumi dan bukan laki-laki lain. Huri harap, Kak Ihsan dapat mendukung keputusan Huri ini.”

Ihsan membalas pandangan Huri dalam keheningan. Sepatah kata saja tidak terucap dari bibirnya untuk menanggapi ucapan dari perempuan di hadapannya itu … Sebelum, ketukan pintu terdengar, memecah kesunyian di antara mereka. “Ayah sudah pulang! Lalu di mana Ibu?” Huri beranjak, menyambut kepulangan Zeki, Ayahnya.

“Ibumu pergi mengunjungi teman karibnya, Julissa. Dia akan segera kembali.”

“Ayah, bagaimana?”

Zeki tersenyum kecil lalu mengusap lembut rambut Huri disaat dia melewati kursi yang diduduki putrinya itu, “jangan risau! Semuanya akan berakhir baik untukmu,” tutur Zeki, menjawab pertanyaan yang ragu dilontarkan oleh Huri untuknya.

Huri mengangguk, lalu beranjak sambil membawa Zehra mendekati Ihsan, “Kak, apa Kakak bisa menjaga Zehra sejenak? Ada yang harus Huri lakukan,” tukas Huri, seraya menjulurkan Zehra pada Ihsan di depannya.

“Ayah, apa Huri bisa pergi sebentar? Huri lupa, kalau Kakek Buyut meminta Huri untuk menemuinya sebelum siang. Apa Huri boleh pergi menemui Kakek Buyut, Ayah?” tanya Huri ketika dia sudah berbalik, kembali memandang Ayahnya.

“Pergilah! Segeralah kembali kalau urusanmu telah selesai.”

__________.

“Ayah, jangan hanya diam saja! Apa yang Ayah bicarakan dengan Bibi Sachi tadi?” Takumi berseru dikala rasa sabar menunggu Ayahnya berbicara telah habis.

“Ayah, apa pun keputusan Ayah, aku tidak akan menikahi Miyu-”

“Takumi!” Ebe memanggil nama putranya itu, hingga Takumi menarik balik emosinya.

“Apa kau sudah mengetahuinya?” Izumi bergumam secara tiba-tiba, sampai-sampai membuat Ebe dan Takumi saling pandang dari kursi mereka masing-masing.

“Ebe!” Izumi menyebut nama Ebe, diikuti tatapan yang ia lempar pada istrinya tersebut, “apa kau sudah mengetahuinya? Kau, menjalani kontrak dengannya, kan?”

Kening Ebe mengerut beberapa saat. Ia baru mengerti maksud dari ucapan suaminya, tatkala matanya menangkap kedua mata Izumi yang memerah, menahan tangis, “apa dia juga memberitahukanmu? Itu benar, aku pun baru mengetahuinya tidak lama ini,” jawab Ebe, ia melipat bibirnya disaat Izumi tertunduk setelah mendengar jawaban darinya.

“Jika dia meminta bantuanku, aku akan menolongnya. Jika dia tidak meminta bantuanku pun, aku akan tetap menolongnya.”

“Aku tidak ingin, dia menanggung ini semua sendirian lagi. Aku tidak ingin, menjadi makhluk yang tidak tahu berterima kasih atas semua kebaikan yang ia lakukan selama ini, Suamiku!”

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now