Chapter DCCCXCIX

1.1K 320 67
                                    

“Awalnya aku kecewa karena bukan seorang putra yang kudapatkan darinya. Aku menghasut Mari untuk menyingkirkanmu dulu. Namun ternyata, bayi perempuan itu hidup kembali dengan membawa sihir Robur Spei yang saat itu tiba-tiba menghilang ketika aku telah mendapatkannya berkat menghancurkan Dunia Peri.”

“Niatku untuk menyingkirkan Putriku dulu benar-benar menghilang, sejak dia selalu memberikanku kejutan-kejutan tak terduga. Dimulai dari kepandaiannya membaca Bahasa Kuno tanpa seorang pun mengajarinya … Hingga, beberapa Hewan Agung yang takluk di bawah perintahnya.”

“Akan tetapi, semuanya kembali membuatku kecewa! Kau terlalu nyaman untuk hidup di bawah bayang-bayang Haruki! Kau seperti seekor hewan yang lehernya diikat olehnya! Izumi bahkan berpura-pura bodoh agar Haruki dapat menerima keberadaannya, apa kau pikir laki-laki itu akan menerima dan mengakui dengan mudah seseorang sepertimu yang lebih pandai dalam segala hal dibanding dirinya?”

“Aku tidak memahaminya! Aku benar-benar sulit memahami semua yang terjadi saat ini!” ungkap Sachi dengan mata diselimuti kebingungan, “Ayahku Kaisar? Ayahku sendiri yang menginginkan kematianku? Ryu, kita berdua anaknya Kaisar?” sambungnya dengan berbelok menatapi Ryuzaki.

“Hidupku sangatlah menderita selama ini, dan semua itu disebabkan oleh Ayah kita sendiri? Apa ucapanku ini benar, Ryu?”

“Aku hanya ingin kalian menarik diri dari kehidupan Manusia!” Wajah Sachi bergerak cepat, memandang sosok laki-laki di sana dengan penuh kekesalan setelah mendengar kata-katanya, “berpuluh-puluh tahun aku hidup menjadi penguasa tertinggi, hanya kalian yang bersikap bodoh untuk memperjuangkan hak mereka! Aku tidak ingin keturunanku hidup dalam kesia-siaan karena menolong mereka yang sepatutnya tercipta menjadi mainan untukku.”

“Renggut nyawa Haruki, Izumi dan keluarga mereka untukku! Setelah kalian melakukannya … Aku akan membunuh diriku sendiri-”

“Bagaimana kalau aku saja yang membunuhmu?!”

“Ryu!” panggil Sachi sambil menahan tubuh Ryuzaki yang hendak mendekati laki-laki tersebut.

“Lakukan saja kalau kau ingin membuat Sachi menderita,” jawabnya yang membuat mata Sachi sedikit membelalak, “tidak sepertimu yang datang dengan tiba-tiba mengusik pembicaraan kami. Sebelum Sachi masuk ke sini, pasti dia sudah bertemu dengan beberapa orang termasuk dari mereka yang merupakan salah satu keluarga Haruki. Kalau terjadi sesuatu padaku, maka mereka yang melihat kedatangan Sachi akan menuduhnya dengan banyak sekali tuduhan!”

“Bagi Haruki atau Izumi, aku merupakan Ayah Kesayangan mereka, Kudou! Mereka akan sangat bersedih kalau terjadi sesuatu pada Ayahnya ini,” ungkapnya sambil menyeringai untuk kesekian kalinya pada dua bersaudara itu.

“Kemarilah, Sachi! Dan pijat kakiku!”

“Bantu Ayah untuk mengakhiri ini semua!” ujarnya lagi dengan kembali mendongak setelah sempat tertunduk, “bantu Ayah untuk menyingkirkannya! Dia akan mengincarmu karena aku sudah tidak berguna lagi untuknya!”

“Dia?”

“Basil dan pengikutnya!” sahutnya untuk pertanyaan Sachi, “Ayah lelah, kita sambung pembicaraan ini nanti di lain kesempatan! Sebentar lagi Haruki kembali, kalian tidak ingin dia mengetahui semuanya, kan?”

_____________.

“Ada apa denganmu? Apa terjadi sesuatu? Sejak tadi kuperhatikan, kau tidak berhenti melamun.”

“Dia masih tertidur?” Sachi balas bertanya sesaat lamunannya terbuyar setelah mendengar suara Zeki, Suaminya.

“Dia sangat pulas!” jawab Zeki sambil meninggalkan kotak kayu, di mana Zehra tertidur lelap, “kau tidak ingin bercerita padaku tentang apa yang terjadi?” lanjut Zeki setelah ia sudah duduk di ranjang yang sama.

“Zeki, Kaisar … Aku sudah bertemu dengan Kaisar tadi.” Sachi menoleh lalu tersenyum, menanggapi tatapan Zeki yang seketika menyiratkan kekhawatiran kala dipandang, “dia menginginkanku untuk berhenti mengejarnya! Dia menginginkanku untuk bahagia saja bersama keluargaku! Dia berkata, bahwa dia sama sekali tidak berniat untuk menyakitiku.”

“Apa yang kau maksudkan ini? Aku sama sekali tidak mengerti.”

“Aku pun!” celetuk Sachi, “aku pun sampai sekarang sedang mencerna semua ucapannya tadi.”

“Zeki, Kaisar … Dia laki-laki yang tak lain merupakan Ayahku sendiri. Dia,” ungkap Sachi, menceritakan semua yang terjadi kepadanya sore tadi. “Aku membenci Kaisar setelah semua yang terjadi kepadaku selama ini. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak sanggup membunuh Ayah yang telah merawatku itu,” sambung Sachi dengan mata yang begitu kosong ia lemparkan ke depan.

“Apa yang ia katakan juga tidaklah salah. Haruki dan Izumi akan sangat membenci kami kalau saja mereka mengetahui kebenarannya-”

“Kau ingat dengan semua yang menimpa Yadgar dan aku tempo lalu? Sampai sekarang aku membenci Kaisar, karena ulah yang ia lakukan, aku hampir kehilangan keluargaku!” Zeki menjatuhkan lirikan pada Sachi yang tertunduk setelah mendengar ucapannya tadi, “ingatkah kau dulu, bahwasanya Naga Kaisar membakar kediaman suku bermata abu-abu, tempat di mana Huri disembunyikan dulu?”

“Kalau kau sulit untuk membunuhnya, maka aku yang akan melakukannya!”

“Kalau dia mati di tanganku, tidak akan ada yang bisa menunjukmu sebagai penyebab dari kematiannya.”

“Zeki!” panggil Sachi, ia membuat Zeki berhenti berkata-kata saat mendengar panggilannya itu, “jangan gegabah! Aku merasa kalau setiap kata yang ia ucap, bukanlah sepenuhnya sebuah kejujuran. Aku yakin, bahwa masih banyak hal yang sedang ia coba sembunyikan saat ini.”

“Lalu? Apa kau hanya ingin berdiam diri sampai sesuatu akhirnya terjadi? Bagaimana kalau dia mencelakai anak-anak kita?!” Zeki meninggikan suaranya hingga Sachi sendiri sedikit terperanjat saking terkejutnya.

Perempuan itu hanya terdiam membalas tatapan Sachi. Wajahnya segera menoleh … Ia langsung bergegas meninggalkan ranjang tatkala tangis Zehra terdengar memenuhi kamar. “aku tahu kalau kau begitu murka saat ini,” ungkap Sachi sambil meraih dan menggendong Zehra, “inilah yang tidak aku suka saat berdiskusi denganmu. Amarahmu mudah sekali terpancing, dan kau tidak akan peduli dengan keadaan di sekitarmu saat sudah tersulut amarah.”

“Zehra! Kesayangan Ibu! Tidak apa-apa! Ada Ibu di sini!” sambung Sachi sembari membawa Zehra yang semakin kuat tangisannya itu pergi, meninggalkan Zeki di kamar sendirian.

“Sachi!”

Langkah Sachi terhenti, lalu berbalik ke arah suara yang memanggil namanya tadi, “tetaplah di kamar! Kau ingin membawanya ke mana di larut malam seperti ini?” Zeki kembali bertanya sambil berjalan mendekati Sachi yang masih terdiam.

“Aku hanya ingin menenangkannya di ruang tamu. Aku juga ingin memberikanmu kesempatan untuk menenangkan diri. Aku tidak ingin kau nantinya bertindak gegabah yang justru membuatmu berada dalam bahaya.”

“Dia sempat berkata, bahwa ada yang mengincarku sebelum pembicaraan kami berakhir. Aku ingin tahu siapa dia! Karena mustahil, Ayah mengatakan kebenaran yang selama ini ia sembunyikan tanpa alasan! Aku dan Ryuzaki akan melakukan sesuatu, dan aku berharap selain kami berdua … Tidak ada yang boleh ikut campur sementara ini!”

“Kau ingin aku bersikap, seperti pembicaraan ini tidak pernah ada?”

Sachi mengangguk sambil meraih dan menggenggam tangan suaminya itu, “sampai kami berdua memastikan semuanya. Namun, jangan turunkan kewaspadaanmu! Dan jangan biarkan anak-anak berada jauh dari kita berdua!”

“Aku akan memanggil Leshy untuk menjadi pengawal mereka! Kau akan melakukannya, kan? Bersikaplah, seperti kau tidak mendengar apa-apa!”

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now