Chapter DCCCLXXXVII

921 320 46
                                    

Takumi melirik pada gadis di sebelahnya yang tertunduk sambil mengetuk jari telunjuk ke atas meja. “Apa yang sedang kau lakukan?” bisik pemuda itu sembari mencuri pandang ke sekitar, berusaha agar yang ia lakukan sekarang tidak dilihat siapa pun.

Takumi menghela napasnya lalu mengangkat tangan kirinya untuk memangku dagunya, dikala jawaban yang ia harapkan dari Huri tak kunjung ia terima. Mata pemuda itu berbalik, menoleh ke arah suara pembicaraan serta langkah yang mendekati mereka dari arah pintu. “Untunglah Ibu, kita belum terlambat!” seru remaja perempuan yang baru memasuki ruangan.

“Apa yang kau lakukan?” Takumi segera mengalihkan pandangan ke arah Izumi, Ayahnya yang saat itu terdengar berbisik saat Ebe beranjak dan hendak berpindah.

Ebe menarik kursi yang ada di sebelahnya, lalu menduduki kursi tersebut, “aku hanya ingin duduk di dekat Sachi! Aku hanya menyimpan tempat duduk ini untuknya,” jawab Ebe, duduk bersandar di kursi tersebut dengan lengan yang ia silangkan ke dada.

“Kau kekanakan sekali! Kembali ke sini!” pinta Izumi sambil meraih lengan istrinya yang sudah duduk, meninggalkan kursi kosong di tengah-tengah mereka.

“Aku tidak mau! Sebelum Sachi datang … Aku tidak akan meninggalkan kursi ini!” balas Ebe berbisik, sembari menarik lengannya yang ketika itu dipegang oleh Izumi.

“Mereka bersikap seperti tidak terjadi apa-apa! Apa meminta maaf begitu sulit untuk mereka!”

“Ebe! Jangan membuat masalah! Sachi bahkan sudah tidak terlalu mempermasalahkannya-”

“Jadi kau ingin aku melakukan apa?” bisik Ebe kembali, “coba saja kau membela mereka, kalau kau tidak ingin kubawa kabur semua anak-anakmu. Biar saja kau menua sendirian seorang diri!”

“Apa Adik Iparmu lebih penting dibanding suamimu?”

Ebe meringis disaat Izumi mencubit kuat pipinya, “kalau mereka meminta maaf pada Sachi, aku juga tidak akan sekesal ini!” Ebe menggerutu dengan tangan mengusap pipi, disaat Izumi sudah berhenti mencubitnya.

“Ebe, aku sudah menyiapkan gaun untukmu dan juga Sachi. Kenapa kau tidak memakainya?”

Ebe membuang pandang dari perempuan yang menarik kursi di dekatnya, “gaun hanya membuat kami kesulitan berjalan! Seharusnya seseorang berterima kasih karena kami sudah memberikan kesempatan kepada seseorang untuk tampil lebih cantik dibanding kami.”

Lidah Ebe berdecak, “lucu sekali! Bahkan anak perempuan di keluarga ini saja tidak terpikirkan untuk memilah pakaian dan memilih untuk mengisi perut semua orang di dalam keluarga ini. Kenapa-”

“Kau menginjak kakiku, Izumi!” Ebe mengganti gerutuannya dengan bentakan yang ia layangkan pada suaminya.

“Hikaru! Miyu! Duduklah di dekat mereka!” perintah Izumi, seraya mengabaikan Ebe yang tak berhenti menggerutu di dekatnya.

“Kak Takumi!” Mata Takumi yang sebelumnya tak berhenti memperhatikan kedua orangtuanya, segera menoleh pada suara yang memanggil namanya.

“Aku tadi melihat kalian melakukan pemurnian … Kak Takumi, kau sangat menakjubkan tadi!” seru Miyu, sembari menarik kursi di samping Takumi lalu duduk di sana.

“Aku baru tahu, kalau ada seseorang yang dapat melakukan seperti apa yang Kak Takumi lakukan! Kak Takumi, kau terlihat sangat gagah tadi!”

“Begitukah?” jawab Takumi kepada Miyu yang begitu semangat, tak berhenti memujinya, “tapi yang memurnikan semua kegelapan itu, tidak lain merupakan Huri. Kalau kau ingin memuji, sebaiknya puji dia saja!”

“Benar! Kak Huri, kau juga sangat menakjubkan saat melakukannya!” Miyu kembali berseru, menimpali ucapan Takumi, “tadi aku mencari Kak Huri untuk memberikan sebuah gaun, tapi aku tidak menemukan Kak Huri. Nenek menginginkan kita memakai gaun ter-”

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now