Chapter DCCCLXXXIX

1K 322 33
                                    

“Kakek! Apa Kakek dapat melakukan sesuatu untukku? Aku yakin, ini akan menjadi solusi terbaik untuk semuanya!”

_____________.

“Huri, apa kau bisa memberitahu Bibi apa yang terjadi?”

“Huri!”

Huri menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada panggilan Ihsan yang menimpali pertanyaan Ebe. “Bibi, aku harus membawa Ibu pergi dari sini! Mereka akan membuat Ibuku celaka,” tangis Huri sesaat Ihsan dan Takumi yang berlari menyusul mereka kian mendekat.

Ucapan Huri sebelumnya, membuat Ebe melangkah maju lalu memeluk keponakannya itu, “apa yang akan mereka lakukan? Setidaknya beritahu Bibi agar Bibi dapat membantumu,” tutur Ebe sambil mengusap lembut kepala Huri yang masih dipeluknya.

“Nenek memaksa Ibu untuk menarik kegelapan di tubuh Kakek menggunakan sihir Ibu. Ibu menolak karena kondisi Ibu sedang tidak baik saat ini … Tapi Nenek,” isak Huri sambil membenamkan wajahnya ke pundak Ebe, “Nenek terus memaksa Ibu, dan tidak ada yang membela Ibu kecuali Ayah dan Paman Ryuzaki, Bibi!”

“Bibi, kumohon selamatkan Ibuku! Aku tidak ingin kehilangannya! Aku tidak ingin kehilangan Ibuku, Bibi!”

“Huri! Huri, Kesayangan Bibi! Tidak akan terjadi apa-apa pada Ibumu! Bibi akan melindunginya! Bibi tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya lagi,” ungkap Ebe sembari melepas pelukannya pada Huri lalu bergegas lari meninggalkan mereka.

Takumi tak berhenti menatap gadis di depannya yang terus terisak sambil menundukkan kepalanya. Kedua tangan lelaki tersebut mengepal kuat, tatkala Ihsan saat itu maju … Merangkul Huri dan menenangkannya. Pemuda tersebut menoleh ke arah Ibunya yang semakin menjauh, sebelum kakinya berlari menyusul Ibunya tadi.

Kaki Ebe yang saat itu berlari, segera terhenti tatkala dia bertemu sosok Izumi, tengah berjalan sendirian di lorong istana dengan pandangan kosong. Izumi sendiri yang sepertinya menyadari kehadiran Ebe, turut menghentikan langkahnya, “kemas semua barang-barang kita! Kita akan pergi dari sini!” Mendengar perintah suaminya, membuat kekesalan Ebe membuncah hingga dia berjalan lalu mencengkeram pakaian yang ketika itu Izumi kenakan.

“Bagaimana kau bisa melakukannya! Bagaimana bisa kau membiarkan mereka bertindak semena-mena pada adikmu sendiri, Izumi!”

“Lalu apa yang harus aku lakukan?!” Izumi balas meninggikan suaranya. Dia segera membuang wajahnya saat itu juga, saat tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan pada istrinya.

“Apa kau ingin membunuh adikmu sendiri? Setelah apa yang telah dia lakukan untuk kita … Apa kau ingin menghabisi nyawanya?” tangis Ebe sambil memukul-mukul dada Izumi yang ketika itu hanya diam tak bersuara.

“Sachi sudah banyak menolongku! Aku bahkan tidak tahu harus seperti apa membalas kebaikannya. Teganya kalian menyakitinya! Tega sekali kalian menyakitinya!” Ebe terus menangis dengan melakukan hal sama.

“Saat aku kebingungan ketika aku sedang mengandung Takumi, adik perempuanmu yang telah menolongku. Saat aku hendak melahirkan Takumi, dia rela meninggalkan kedua anaknya yang masih sangat kecil untuk menolongku. Katakan! Seperti apa aku harus membalas kebaikannya, Suamiku!”

“Kau yang paling mengenalnya dibandingkanku karena dia adik yang paling kau sayangi! Katakan padaku! Apa Adikmu begitu jahat hingga dia tidak ingin menolong orangtuanya sendiri? Apa Adikmu begitu tidak memiliki hati sampai dia harus mengabaikan orangtuanya? Bagaimana bisa kalian menyakiti perasaannya karena sudah meragukan semua perbuatan baiknya! Bagaimana bisa kalian melakukannya, padahal kalian keluarganya!”

Izumi tertunduk, matanya mulai menangis saat mendengar kata-kata Ebe. “Aku tidak tahu harus melakukan apa? Aku berada di posisi yang tidak mengizinkanku untuk membela siapa-siapa. Haruki dan Eneas pun, pasti merasakan seperti apa yang sedang kurasakan saat ini!”

“Bertahun-tahun aku menunggu saat ini datang! Saat di mana akhirnya aku bisa berkumpul lagi dengan mereka! Bagaimana bisa kau mengatakan kalau aku tega menyakiti Adikku sendiri disaat akulah yang selama ini memasang badan untuk melindunginya. Namun Ayahku juga tidak kalah penting … Aku tidak bisa memilih di antara mereka berdua!”

“Kalau saja nyawaku bisa menjadi jalan tengah permasalahan ini … Aku tidak akan berpikir dua kali untuk menyerahkannya! Aku bahkan tidak sanggup menatap wajah adikku lagi sekarang! Aku bahkan terlalu malu untuk memanggil diri sendiri sebagai salah satu putra di keluarga ini.”

“Izu-nii!”

Izumi tertegun sejenak diikuti air matanya yang turut berhenti tatkala suara panggilan yang begitu ia kenal terdengar memasuki telinganya, “nii-chan!” panggilan kedua yang terdengar, membuat Izumi seketika berbalik, memandang sosok perempuan yang saat itu kian mendekati dirinya.

Perempuan itu tertunduk, lalu meraih dan menggenggam kedua tangan pria yang menjadi Kakak Kesayangannya tersebut, “kau tahu kalau aku sangatlah menyayangimu, kan, nii-chan?” tuturnya diikuti buliran air mata yang jatuh kala mengucapkannya.

“Aku sama sekali tidak menyalahkanmu untuk semua yang terjadi tadi. Aku tahu bagaimana Kakakku ini sangatlah bertanggung-jawab untuk keluarga kita, jadi aku bisa memahaminya!”

“Izu-nii, aku membutuhkan bantuanmu!” sambung Sachi sembari mengangkat pandangannya hingga mata mereka berdua saling bertemu, “apa kau bisa membujuk Ayah, Haru-nii dan Eneas untuk ikut bersamaku? Ikut bersama kita?”

“Haru-nii merupakan kakak yang paling merasa bertanggung-jawab untuk keluarga ini dibanding kita, jadi aku sama sekali tidak bisa menyalahkannya untuk hal tadi … Lagi pula, aku dengar dia sudah memarah habis-habisan Kak Amanda dan anak-anaknya serta mengancam akan mengusir mereka, saat dia tahu bahwa aku telah dihina oleh keluarganya. Dari sana saja, aku tahu bahwa dia masih sangat peduli padaku!”

“Sedang Eneas, dia selalu berkata bahwa dia bersyukur karena kita sudah menjadikannya sebagai salah satu dari keluarga kita. Aku tahu bahwa dia juga bimbang harus memilih siapa yang harus dia bela, karena baginya semua orang di sini sangatlah berjasa untuk hidupnya!”

“Aku ingin merawat Ayah, nii-chan! Aku ingin merawatnya selama aku masih bisa merawatnya-”

“Lalu bagaimana dengan Ibu? Kita tidak bisa meninggalkan dia sendirian,” sahut Izumi, memotong ungkapan Sachi kepadanya.

“Aku sudah berdiskusi dengan Kakek! Dia akan membawa Ibu ke Dunia Elf dan meminta Elf di sana untuk merawatnya. Kondisi Ibu akan membaik kalau dia berada di sana! Sihir Di Dunia Elf akan membantunya pulih dari kegelapan.”

“Kami semua melukaimu tadi, kenapa kau masih memikirkan kebaikan untuk kami?”

Sachi melirik ke atas saat mendapat pertanyaan barusan dari Kakaknya, “entahlah! Aku pun tidak tahu kenapa melakukannya.”

“Namun Izu-nii, apa kau tidak menangis saat kegelapan pertama kali datang? Dan apa yang paling kau sesali saat itu?” Sachi melempar balik pertanyaan dengan senyum yang ia beri pada Izumi.

Sachi memukul perut Izumi, yang saat itu terdiam, membisu di depannya, “aku harus menenangkan putriku sekarang! Aku bisa merasakan sihirnya di dekat sini. Jadi Izu-nii, sisanya kuserahkan kepadamu!”

“Ah, aku hampir melupakannya!” ujar Sachi yang kembali menghentikan langkahnya sesaat dia baru saja hendak melewati Izumi, “aku sudah bisa menebak ini akan terjadi. Aku ingin bertemu kalian, tapi aku tidak ingin bertemu Ibu setelah apa yang ia ucapkan dulu kepadaku.”

“Aku sudah bisa membayangkan dia akan memintaku melakukannya saat air mata Uki yang kubawa tidak berhasil menyembuhkan Ayah … Aku sudah membayangkan semua itu sebelum aku menginjakkan kaki kembali ke Sora. Seorang Anak tidak berkewajiban untuk memaafkan kesalahan orangtua mereka, bukan?”

“Bukan hanya Ibu! Siapa saja yang berniat memanfaatkan kebaikanku dan memaksakan kehendaknya padaku … Akan kusingkirkan tanpa ampun! Kabar baiknya, aku akan menyembuhkan Ayah walau tidak sekarang! Nanti, setelah anak yang sedang kukandung ini lahir.”

“Jadi nii-chan, semua yang kulakukan semata-mata untuk kebaikan kita semua! Aku benar-benar mengandalkanmu kali ini, Kakak!” seru Sachi sembari melanjutkan lagi langkahnya yang sempat terhenti.

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now