Chapter CMVII

780 278 19
                                    

Sachi menghentikan langkahnya di sebuah rumah. Ia berulang coba untuk mengetuk pintu di depannya, tapi tak kunjung mendapat jawaban atas ketukannya itu. “Adinata! Adinata, apa kau di dalam?” Sachi memanggil sambil terus melanjutkan ketukan pada pintu.

“Julissa! Julissa, ini aku Sachi!”

Sachi menghela napasnya. Perempuan itu menarik tangannya lalu berbalik dan memilih untuk duduk di sudut teras, “apa mereka tidak ada di rumah?” Sachi bergumam, diikuti pandangan yang ia buang ke langit.

Mata Sachi terpejam beberapa saat, tatkala embusan angin menampar tepat di wajahnya. Mengikuti embusan angin tadi … Sebuah pohon tumbuh di depannya, yang lalu membelah hingga membentuk sebuah terowongan. “Huri?” Sachi beranjak, ia terkejut oleh sosok Huri yang muncul dari balik terowongan tersebut sambil menggendong Zehra.

“Apa yang-”

“Ibu, ikutlah denganku!” pinta Huri sebelum Sachi sempat menyelesaikan ucapannya.

Kening Sachi mengernyit. Ia baru beranjak disaat Huri mengangguk, sebagai tanda keseriusan untuk permintaannya. “Lux, berikan air mata Uki yang kau bawa nanti pada Julissa! Pastikan, dia meminumnya!” tutur Sachi diikuti langkah yang bergerak mendekati kedua putrinya.

Langkah Sachi terhenti di depan Huri. Ibu dari kedua anak perempuan tersebut segera mengangkat tangannya, meraih Zehra yang berada di pelukan Huri lalu menggendongnya. “Ke mana kau ingin membawa Ibu?” Sachi bertanya ketika Huri sendiri sudah berbalik dan berjalan meninggalkannya, memasuki terowongan buatannya.

Sachi memutuskan untuk mengikuti putrinya itu, melewati terowongan tadi. Pandangan Sachi segera berputar, memandang secara seksama hutan yang muncul setelah terowongan tadi mereka lewati. “Ini di mana Huri?” Lagi-lagi Sachi melontarkan pertanyaan pada Huri.

“Ini di Dunia Peri, atau di Dunia Elf terdahulu. Tempat di mana Ibu tertidur dulu.”

“Begitukah? Ibu tidak menyadarinya.”

“Karena Dunia ini sangatlah luas, dan sudah tercampur oleh sihir Robur Spei, jadi wajar kalau Ibu tidak terlalu mengenalnya.”

“Ini hanya perasaan Ibu, atau memang kau terlihat mengetahui banyak hal yang tidak Ibu ketahui,” ujar Sachi yang dipenuhi rasa penasaran disaat mendengar jawaban-jawaban Huri sebelumnya.

“Ibu, Ibu tahu bahwa Huri sama seperti Paman Ryuzaki yang bisa menggunakan sihir terlarang dari Bangsa Elf, kan?”

Huri menundukkan wajahnya, “Ibu, apa yang Ibu lakukan nanti tidak akan berguna!” sahut Huri menyambung ucapannya.

“Dendam kehilangan orangtua, akan menghapus cinta kasih di antara adik dan kakak.”

“Kalau kau ingin menjelaskan sesuatu, jelaskan dengan le-”

“Aku melihatnya, Ibu!” seru Huri menghentikan kata-kata Ibunya, “Huri ingin menyembunyikan ini semua, tapi ini bukanlah keputusan yang Huri pikir bagus.”

“Ibu berteman dengan banyak sekali pengkhianat. Ibu mengalami banyak kegagalan, karena semua rencana Ibu dikhianati oleh mereka. Kakek mungkin salah satu pelakunya, tapi tak menutup kemungkinan ada beberapa orang lagi yang bersembunyi, menunggu Ibu melakukan kesalahan.”

“Perang besar akan terjadi jikalau Ibu masih ingin melanjutkan apa yang sekarang sedang Ibu lakukan. Kemungkinan terburuk … Paman Izumi, Paman Haruki serta Paman Eneas mengetahui apa yang sedang Ibu sembunyikan. Bukan Kakek yang memberitahu mereka, karena usia Kakek hanya tinggal hitungan hari saja.”

“Ada orang lain yang juga turut menjadi budak dari Naga Hitam tersebut, dan dialah yang akan menghasut Paman untuk membenci Ibu dengan memberitahukan seluruh kebenaran. Huri tidak bisa memberitahukan siapa orangnya, karena ada beberapa hal yang dilarang untuk dijelaskan agar tidak menganggu takdir!”

“Dari mana kau mengetahui semua itu?”

“Karena Huri sudah beberapa kali melakukan sihir terlarang walau Ibu sudah memberi larangan untuk melakukannya!” cetus Huri yang hampir tak berkedip membalas tatapan Ibunya.

“Huri membenci Manusia, Ibu! Huri tidak seperti Ibu yang akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan Manusia-manusia itu,” ujar remaja perempuan tersebut dengan kepala tertunduk.

“Sudah berapa kali kau melakukannya setelah Ibu melarangmu?”

“Terakhir kali aku terbangun, ialah saat Ibu menghilang untuk melahirkan Zehra. Huri menggunakan sihir terlarang, disaat Zehra saat itu dilempar secara sengaja ke mulut Naga Kaisar … Zehra dijadikan persembahan sebagai ganti dari hilangnya Robur Spei pada Ibu, dan semua itu,” tutur Huri yang tiba-tiba berhenti, sambil diikuti tangannya yang terangkat mengusap kedua matanya yang hangat oleh kegetiran.

“Semua itu terjadi di depan mataku, semua itu terjadi karena aku terlambat menyelamatkan adik-adikku. Bukan hanya Zehra, tapi Sema dan juga Anka,” sambung Huri. Kepalanya yang tertunduk itu menggeleng, dengan tangisan yang menyertai.

“Jadi seperti itu,” tukas Sachi sembari jalan mendekati Huri. Wanita itu mengangkat tangan kanannya, lalu meraih kepala Huri dan mendorongnya hingga wajah Huri terbenam ke pundaknya, “kau menanggung semuanya sendirian, maafkan Ibu saat Ibu berkata tidak memerlukan bantuanmu,” ucap Sachi sambil mengusap rambut putrinya.

Air mata Sachi tak kuasa jatuh, tatkala tangisan Huri yang selalu coba ia tahan sedari tadi akhirnya pecah jua. “Jadi Anak-anakku juga turut menjadi korban, disaat aku sudah sesumbar akan melindungi mereka,” gumam Sachi, dengan pandangan yang berubah kosong.

“Huri tidak bisa memaafkan mereka, Ibu! Huri tidak akan pernah bisa memaafkan mereka!”

Sachi mengangguk sembari tetap lanjut mengusap kepala Huri, “apa Huri bisa menceritakan kepada Ibu, semua yang Huri ketahui?” tanya Sachi, sambil mengusap tangisan Huri, sesaat Huri sendiri sudah mengangkat wajah dari pundaknya.

“Saat Kakek meninggal, Naga Kaisar datang mencari Ibu. Saat itu,” ungkap Huri sesenggukan, “saat itu, saat itu Ibu sudah memindahkan semua orang ke tempat yang aman. Di sana hanya tinggal Ibu dan Paman Ryuzaki yang bertarung melawan Naga tersebut. Namun yang tidak Ibu ketahui, anak buah dari Naga Kaisar sangatlah banyak dan mereka mengejar kami … Ayah dan Kak Ihsan merenggang nyawa karena coba membantu kami untuk melarikan diri.”

“Huri membawa Zehra, Sema dan Anka ke sini. Huri membesarkan mereka seorang diri … Sema sangatlah terpukul karena dia melihat sendiri bagaimana Kak Ihsan diserang oleh makhluk-makhluk itu. Ibu berkata bahwa hewan-hewan Ibu akan menjadi milikku, kan? Ibu salah! Mereka sama sekali tidak pernah mengunjungiku sejak peristiwa tersebut.”

“Hingga saat Sema dan Anka dewasa, barulah Kakek Buyut datang mengunjungi kami bersama Bibi Ebe, Takumi serta Akemi. Saat itu Paman Izumi telah meninggal oleh sesuatu yang tidak bisa Huri jelaskan. Mereka baru mengunjungi kami setelah bersembunyi untuk memulihkan diri.”

“Puncaknya, ialah saat Zehra bisa menggunakan sihir Elf. Robur Spei … Zehra terlahir menggantikan Ibu. Saat itu juga Huri gagal melindunginya, saat itu pun Huri menggunakan sihir terlarang dan terbangun kembali ketika dia dilahirkan.”

“Ibu! Ayah, Kak Ihsan, Sema dan Anka … Mereka akan aman kalau kita bertiga tidak berada di dekat mereka. Apa yang akan terjadi sangatlah menakutkan! Keluarga, dia yang kucintai … Semuanya direnggut tepat di depan mataku.”

“Ibu, ajak aku berperang bersamamu! Jangan menjadikanku seorang Putri yang harus selalu Ibu lindungi, karena Ibu tidak akan bisa melakukannya kalau berniat menyelesaikan ini semua  hanya seorang diri.”

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now