Chapter CMIII

1.3K 323 59
                                    

“Ayah, ini aku, Sachi! Apa aku diizinkan untuk masuk?” tukas Sachi sambil mengetuk pelan pintu di depannya.

“Masuklah!”

Kata singkat yang terdengar dari balik pintu, membuat pintu tadi terbuka oleh Sachi. “Ayah, ada yang ingin aku bicarakan denganmu!” cetus Sachi sesaat pintu sudah ia tutup kembali.

Laki-laki yang duduk, menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang itu hanya melempar senyum, “aku tidak menyangka bahwa kau masih memanggilku Ayah. Tidak seperti Ryuzaki yang mencercaku,” ungkapnya, sembari melambaikan tangan sebagai isyarat agar Sachi mendekat padanya.

“Apa Ryuzaki baik-baik saja? Aku mendengar teriakanmu tadi … Apa terjadi sesuatu?”

“Mendekatlah! Jangan hanya berdiri di sana. Aku sama sekali belum melihat cucuku yang baru saja lahir,” sambung Kudou yang lagi-lagi melambaikan tangannya.

“Apa yang sebenarnya Ayah rencanakan? Apa Ayah sengaja ingin memecah-belah kami?”

Kudou terdiam, lalu tersenyum tipis kala mendengar kata-kata Putrinya, Sachi, “untuk apa Ayah melakukannya? Kalian anak-anakku! Jadi, apa untungnya untukku melakukan semua hal tersebut?”

“Bukankah Ayah sendiri yang memintaku untuk menghabisi mere-”

“Apa kau akan melakukannya? Apa kau bersedia melakukannya untuk Ayahmu ini?” seru Kudou, menyela cepat ucapan Sachi.

“Aku tidak akan menyakiti saudara-saudaraku!”

Kudou menghening. Dia kembali tersenyum dengan pandangan yang ia tundukkan, “Putriku menemuiku hanya untuk mengetahui semuanya, bukan? Jadi, mendekatlah! Duduklah di dekatku, baru aku akan menjawab semua pertanyaanmu.”

_____________.

“Ibu, apa Ayah ada di dalam?” Takumi segera bertanya pada Ebe, Ibunya yang saat itu sedang duduk di teras, bersenda-gurau bersama Amanda.

“Ayahmu? Dia masih belum pulang, memangnya ada apa?” Ebe balik bertanya sambil beranjak dari kursinya.

“Ibu, apa Ibu juga mengetahuinya?”

“Mengetahui apa?” Lagi-lagi Ebe balas melempar pertanyaan pada putra sulungnya itu.

Takumi melirik pada Amanda yang ketika itu sedang memperhatikan mereka dari tempat duduknya, “Ibu, ikut aku! Ada yang ingin aku bicarakan berdua!” bisik Takumi diikuti kedua tangannya yang meraih dan menggenggam lengan Ibunya.

Menyaksikan tingkah aneh yang dilakukan Takumi, membuat Ebe mengangguk, tanda menyetujui permintaan putranya, “Kak Amanda, aku ke dalam sebentar bersama Takumi!” ucapnya, sebelum kedua kakinya berjalan mengikuti Takumi yang telah sedikit menarik pelan lengannya.

“Ada apa, Takumi?” Ebe bertanya disaat mereka sudah berada di dalam rumah, “apa yang ingin kau bicarakan dengan Ibu?” tanya Ebe lagi seraya sedikit menarik tangannya agar Takumi melepaskan genggamannya itu.

“Ibu!” panggil Takumi sembari melepas pegangannya di lengan Ebe, “Ibu, apa Ibu juga mengetahuinya? Bahwa Ayah telah menjodohkanku dengan Miyu?” tanya pemuda tersebut yang sedikit tertunduk, menatapi Ibunya yang tinggi badannya lebih pendek dibandingkannya.

“Kau dijodohkan dengan Miyu? Ibu bahkan baru tahu saat kau mengatakannya,” tutur Ebe yang tak kalah heran kala mendengar kata-kata Takumi.

“Jadi Ibu juga tidak mengetahuinya?”

“Ibu sungguh tidak tahu. Apa ada masalah dengan perjodohan itu? Apa kau tidak menyukai Miyu?”

“Ibu!” seru Takumi sambil menutup seluruh wajah menggunakan kedua tangannya, “aku dan Huri saling mencintai dan kami berniat untuk menikah! Sekarang Huri berniat meninggalkanku karena ia tahu bahwa aku dijodohkan dengan Miyu oleh Ayah dan Paman Haruki!”

“Kau dan Huri apa?”

“Aku dan Huri saling mencintai! Hanya dia yang ingin kunikahi dan bukan perempuan lain!” Kali ini Takumi sedikit meninggikan nada suaranya, lengkap dengan tatapan yang ia jatuhkan pada Ibunya, “kenapa Ayah justru asal menjodohkan tanpa meminta pendapatku! Apa karena Paman Haruki adalah Kakaknya jadi pendapat Putranya tidak penting untuknya?!”

“Tenanglah dulu, Takumi! Ayahmu pasti tidak bermaksud seperti itu! Dia pasti tidak mengetahui hal ini, dan kalau kau coba membicarakan hal ini baik-baik dengannya … Ayahmu pasti mengerti!”

“Kau tenang saja, Takumi!” sambung Ebe dengan memegang kedua lengan Putranya itu, “kalau itu Huri, maka Ibu akan mendukungmu! Dari dulu juga Ibu begitu ingin menjadikan Huri sebagai anak Ibu. Ibu akan mendukungmu menikah dengan Huri!”

“Kau pasti akan bisa menikah dengan wanita pilihanmu sendiri! Ibu pastikan itu, jadi kau tidak usah khawatir!”

_______________.

“Berikan dia kepadaku! Sebagai Kakek, Ayah ingin menggendongnya.”

“Tidak akan! Aku bahkan tidak akan mendekat lebih dari ini!” sahut Sachi sambil duduk di kursi yang tak terlalu jauh dari ranjang.

“Apa sekarang Ayah bisa menjelaskan semuanya yang belum sempat dijelaskan kemarin?” sambung Sachi dengan terus menatap pada laki-laki yang menyandarkan punggungnya di ranjang itu.

“Apa lagi yang ingin Putriku tanyakan? Bukankah semuanya sudah cukup jelas kemarin?” Kudou balas melempar pertanyaan, diikuti senyum yang turut ia berikan pada Sachi.

“Putriku, apa kau bahagia dengan kehidupan yang kau jalani saat ini?”

Sachi mengerutkan keningnya, “kenapa Ayah tiba-tiba bertanya seperti itu?”

“Kalau kehidupan yang kau jalani sudah cukup membuatmu bahagia, maka lupakan saja semua ambisimu untuk menentang Kekaisaran!”

“Tinggalkan mereka yang ada di sini! Rebut dan pimpin Kekaisaran! Jadikan seluruh Dunia tunduk dibawah kekuasanmu!”

“Memiliki hubungan dengan Manusia hanya akan menghambatmu! Menjadikanmu lemah! Dan membuatmu lamban dalam mengambil keputusan!” tutur Kudou diikuti seringai di ujung bibir, seperti sebuah ejekan yang tersirat di dalamnya, “kekuatanmu sudah cukup untuk mengambil-alih Kekaisaran dulu. Namun, ketakutan karena kau tidak ingin menyakiti mereka yang tidak bersalah … Justru membuat jalan yang kau lalui semakin panjang!”

Kudou menghela napasnya disertai kepalanya yang mendongak, “Robur Spei dapat menjadi obat atau bahkan racun disaat yang sama! Walau Hewan Agung memiliki usia yang panjang, tapi kehidupan mereka tetap terbatas. Berhati-hatilah, Sachi! Memakan kehidupanmu, sama saja memberikan mereka keabadian.”

“Apa yang Ayah maksudkan?” Sachi bertanya untuk kesekian kalinya.

“Tidak menyentuhmu selama aku masih hidup, merupakan salah satu syarat dariku agar mereka bisa mendapatkan pasokan makanan berupa manusia dariku. Namun, kegelapan sudah merenggut kesehatanku. Mereka, pasti akan langsung mengincarmu!”

“Ayah, bukanlah pemegang kontrak sama sepertimu! Bukan Ayah yang mengendalikannya, tapi sebaliknya … Ayahlah yang diperbudak olehnya.”

“Kaisar, secara turun-temurun akan menjadi budaknya-”

“Budaknya? Budak siapa?”

“Basil! Naga Hitam, yang sudah hidup dan membantu Kekaisaran sejak Kaisar Pertama.”

“Namun, saat Kaisar Keempat resmi mendapatkan tahktanya. Dia berkeinginan untuk membinasakan Basil! Dia membuat aturan pertunangan, yang bertujuan untuk menekan bertambahnya Manusia lahir, agar pasokan makanan Basil pun semakin berkurang seiring berjalannya masa!”

“Kenapa hanya perempuan yang menjadi korbannya dan bukan laki-laki?”

“Kenapa?” Kudou balas bertanya sembari melukis seringai tipis di kedua ujung bibirnya, “karena tidak ada perempuan yang berani memberontak seperti Putriku! Perempuan sangatlah lemah, hingga mereka selalu menggantungkan hidupnya pada laki-laki!”

“Tidak semua perempuan seperti itu! Tidak semua perempuan, menjadi beban untuk orang di sekitarnya!” Sachi menyahut, sambil melempar wajah penuh kesal pada laki-laki tersebut.

“Tidak semuanya, itu mungkin benar! Tapi apa kau bisa mengatakannya pada perempuan-perempuan yang sudah selalu menggantungkan kehidupannya padamu?"

"Karena kau keturunanku! Keturunan langsung dari Kaisar! Ayah, akan memberitahukanmu cara untuk mengakhiri ini semua, Sachi. Namun, tentu dengan syarat yang harus kau penuhi sebelumnya!"

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now