Chapter DCCCLXXXIV

838 317 13
                                    

Huri segera duduk menyandarkan punggungnya tatkala dia baru saja memasuki ruangan bersama Ihsan. “Kenapa kalian lama sekali?” Gadis itu masih terdiam, sama sekali tak menanggapi pertanyaan Zeki yang diterimanya.

“Ayah, akan aku jelaskan!” sahut Ihsan setelah melihat Huri yang termenung, dengan mata yang terlihat kosong.

Lirikan Huri bergerak ke arah punggung pemuda yang baru saja masuk dan berjalan melewatinya. Dari tempat duduknya, dia terus memperhatikan pemuda tadi yang telah berjongkok … Menyusun buah yang ada di balik bajunya ke dalam sebuah wadah.

Huri menunduk, menatap sisa anggur yang masih ia pegang tatkala pemuda tersebut beranjak lalu berbalik mendekatinya. “Sejak tadi kuperhatikan wajahmu terlihat pucat, dan tanganmu juga penuh keringat. Apa kau sedang tidak sehat?” tanya Takumi begitu pelan, sesaat dia meletakkan wadah berisi buah dan juga segelas air ke dekat Huri.

Takumi turut menunduk sambil melipat bibirnya ke dalam, dikala gadis di depannya itu hanya diam, tak bersuara, “melihatmu seperti ini, membuatku ingin membawamu lari, menjauh dari semua orang!” Mata Huri terangkat, sesaat mendengar bisikan dari pemuda yang jongkok di hadapannya itu.

Takumi beranjak lalu berbalik, “Paman, Kakek memintamu untuk menemuinya segera! Dia ingin bertemu dengan kalian semua!” seru Takumi yang kembali berhenti, melempar tatapannya pada Zeki.

Zeki mengangguk, “esok pagi aku akan langsung menemuinya. Aku dengar kalau kau membantu Huri? Terima kasih!”

“Kenapa Paman harus berterima kasih?” sahut Takumi sambil menggaruk belakang kepalanya sendiri, “aku tidak sengaja bertemu dengannya saat hendak kembali. Itu saja!”

“Kalau kau masih belum mengantuk, duduklah di sini bersama kami! Berbincanglah dengan Paman!”

“Apa ini yang dimaksud dengan undangan?” jawab Takumi dengan tawa kecil, sebelum dia bergerak untuk duduk di dekat Zeki dan juga Ihsan, “kebetulan sekali, Paman! Ada banyak yang ingin aku tanyakan. Apa Paman dapat memberikanku saran agar tidak tiba-tiba terdiam saat sedang bertarung dengan musuh?”

“Apa yang kau maksudkan, kau tiba-tiba sulit menggerakkan tubuhmu saat lawan hendak menyerang?”

Huri kembali menunduk setelah cukup lama memperhatikan tiga laki-laki yang ada di sana. Jarinya memetik sebutir anggur, lalu menggigit setengah dari badan anggur tadi, “ini manis sekali!” gumam Huri sambil memasukkan sisa anggur tadi ke dalam mulutnya.

____________.

“Sachi, aku sudah membersihkan semuanya!”

“Susun semuanya di atas meja, nii-chan!”

“Padahal aku sudah melarang kalian untuk membantu, kenapa masih bersikeras juga!” sambung Sachi, sambil berbalik mendekati Izumi yang berdiri di depan beberapa keranjang, “Zeki, apa apinya sudah jadi? Kalau sudah, letakkan panci berisi air di dekatmu itu ke atas tungku!” perintah Sachi, dengan mengambil sepotong daging berukuran besar dari dalam keranjang, lalu meletakkan potongan daging tadi ke meja yang ada di depannya.

“Ebe sekarang sedang mengandung anak kami, aku tidak ingin membiarkannya terlalu lelah!”

“Kau tumbuh semakin romantis setelah memiliki banyak anak, ya, kak!” sahut Sachi yang tertawa lepas saat mendengar ucapan Kakaknya, “kau dengar itu, Ebe! Kau tidak boleh terlalu lelah! Duduklah dan beristirahat! Atau dia akan mengutukku!” lanjut Sachi menggoda Izumi, sembari terus menggerakkan tangannya memotong daging yang sebelumnya ia ambil.

Ebe membalas godaan Sachi dengan tawa miliknya, “dia terlalu berlebihan! Padahal ini anak ketiga kami,” ungkap Ebe yang turut berjalan mendekati Sachi, “aku sudah memotong seluruh sayur di sana. Apa kau ingin aku bantu untuk memotong daging ini?”

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now