Chapter DCCCXXXVIII

1.2K 359 50
                                    

“Zeki!” Aydin berlari, lalu bantu memapah Zeki yang terus-menerus jatuh kala dia saat itu tengah berusaha untuk beranjak.

Tatapan laki-laki itu terlihat kosong, ketika pandangan matanya jatuh ke arah lantai yang hancur oleh pohon yang sebelumnya tumbuh di dalam ruangan. “Menjauhlah, Aydin!” perintah Zeki sambil mendorong tubuh Aydin yang membantunya.

Dengan terhuyung-huyung, Zeki melangkah mendekati lantai yang hancur tadi. Dia menjatuhkan diri di sana, lalu mengangkat tangannya mengais-kais tanah di depannya.

“Apa yang kau lakukan di sini sendirian?” Zeki segera menoleh ke belakang, sesaat suara perempuan tiba-tiba mengusik telinganya.

Sosok perempuan itu tersenyum saat berjalan semakin mendekat, “apa kau benar-benar yakin ingin menikah denganku?”

Zeki turut membuang pandangannya ke laut, seperti yang dilakukan oleh perempuan di sebelahnya, “aku yakin, sangat yakin untuk menikahimu,” tutur Zeki sambil berbelok dan meraih kedua tangan perempuan itu, “Sachi, ataukah harus aku memanggilmu Sakura?”

Zeki tertunduk sambil mengusap punggung telapak tangan Sachi yang ia genggam saat itu menggunakan ibu jarinya, “aku!” Zeki menghentikan ucapannya sejenak oleh rasa gugup yang menyelimuti, “aku bersumpah akan memberikanmu kebahagiaan. Aku bersumpah akan memenuhi kebutuhanmu. Aku bersumpah tidak akan menuntut apa pun darimu setelah pernikahan kita. Aku-”

“Lihat aku!” pinta Sachi disaat Zeki tiba-tiba berhenti berbicara. “Apa kau menangis saat ini?” Sachi mengucapkannya sambil tersenyum ketika Zeki mengangkat pandangannya.

“Apa tidak masalah untukmu, kalau nanti aku masihlah belum sempurna untuk mengemban kewajiban sebagai istrimu? Kau tahu, Zeki! Selain keluargaku, aku selalu menyisipkan doa untuk kebaikanmu. Aku selalu berdoa agar kau selalu diberi kebahagiaan walau kebahagiaan itu bukan berasal dariku sendiri.”

“Walau doa tersebut terlihat sebagai omong kosong, saat aku tahu kau ditunangkan dengan Putri Khang Hue saat itu,” sambungnya dengan membuang lirikan ke ujung mata, “aku tidak ingin kau melirik perempuan lain. Aku tidak ingin, kalau kebahagiaanmu datang dari perempuan lain selain aku. Jadi jika kau memang ingin menikah, kau seharusnya memang menikah denganku dan bukan dengan perempuan lain.”

Zeki terkekeh saat melihat perempuan di depannya itu membuang pandangan ke samping kala mengucapkan kata-kata barusan, “bersediakah kau menikah denganku? Karena jujur saja, aku tidak bisa hidup tanpa perempuan di depanku ini.”

Zeki masih terdiam, menatapi Sachi yang beberapa kali melipat bibirnya ke dalam, “coba, aku ingin mendengarmu memanggilku Ratuku!” ucap Sachi tanpa sedikit pun menoleh.

“Ratuku! Istriku! Darling! Kumohon menikahlah denganku!”

Sachi tertunduk ke samping, dia menggigit kuat bibir untuk menyembunyikan kebahagiaan yang meledak saat mendengar ucapan dari laki-laki di hadapannya. Dia menarik napas dalam, diembuskannya kembali napas itu sebelum dia menoleh lagi pada Zeki, “aku tidak bisa melihat seseorang yang memohon kepadaku seperti itu. Jadi baiklah, aku akan menerimanya.”

Zeki menarik lengan Sachi, “seperti ini jauh lebih baik,” ucapnya, sesaat Sachi sudah berada di dalam pelukannya, “apa kau mendengar detak jantungku saat ini?” Bibir Zeki tersenyum, saat melihat perempuan yang ia cintai itu mengangguk dalam pelukannya.

“Aku sangatlah bahagia saat ini, karena salah satu impianku akhirnya terwujud juga,” ucap Zeki sambil mengecup rambut perempuan yang sedang ia peluk itu.

____________.

“Dia benar-benar sudah tertidur nyenyak. Bagaimana bisa dia pulas disaat seperti ini?”

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now