Chapter DCCCLXVI

1.5K 358 67
                                    

“Di mana Ibu kalian?”

Ihsan, Huri, Sema, berserta Anka segera menoleh pada suara laki-laki tadi. “Ibu ada di sana, Ayah!” seru Ihsan sambil menunjuk pada Sachi, yang ketika itu tengah bercengkerama dengan tiga orang perempuan di hadapannya.

Zeki berbelok, ia berjalan ke arah yang Ihsan tunjuk, berjalan ke arah Istrinya. Suara tawa yang sebelumnya ia dengar dari mereka berempat, seketika menghilang sesaat dia sudah berdiri di belakang Sachi. “Kau sudah menyelesaikan urusanmu?” Zeki menunduk, mendengar pertanyaan tersebut.

“Siapa mereka?” Zeki balas bertanya, sambil mengulurkan tangannya.

“Mereka temanku. Apa kau ingat dengan Bernice dan juga Sabra?” sahut Sachi, meraih uluran tangan suaminya lalu beranjak dari tanah yang ia duduki.

“Kenapa mereka ada di sini?”

“Mereka memang bersama denganku di Paloma dulu. Aku meminta Kei untuk mencari mereka … Aku ingin mengajak mereka bersamaku.”

“Apa kau-”

“Mereka sudah lolos dari ujian yang Lux berikan. Mereka sudah bersumpah tidak akan mengkhianatiku, dan Lux sudah memastikannya. Jadi tidak akan ada masalah,” sergah Sachi sebelum ucapan Zeki terselesaikan.

“Jika kau berpikir kami akan mengkhianatinya, kau seharusnya berpikir dua kali untuk itu! Tidak ada untungnya kami mengkhianati Sachi! Seorang Kesatria, dilarang menarik ucapannya sendiri!”

Zeki menoleh, kepada Bernice yang membuka suaranya, “kalau dia berkata ingin mengajak kalian, maka aku juga tidak bisa melakukan apa-apa. Namun, kalau sampai kalian menyakitinya! Aku akan lang-”

Pandangan Zeki kembali ke arah Sachi yang menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya. “Aku belum sempat memperkenalkannya kepadamu, kan, Bardiani?” tukas Sachi sambil menoleh pada tiga teman di depannya.

“Dia suamiku. Dia mengatakan semua itu karena sangat mengkhawatirkanku. Jadi….”

“Kami sudah tahu dengan tabiatnya. Dia akan melakukan apa pun untukmu, dan kau juga akan melakukan hal yang sama persis sepertinya. Kita sudah menyadarinya dari dulu, kan, Sabra? Jadi tidak masalah! Kami tidak mempermasalahkan apa yang ia katakan sebelumnya.”

“Dan wajar saja dia sulit mempercayai kami, karena memang tidak ada yang pantas kita percayai sepenuhnya kecuali diri kita sendiri.” Sachi tersenyum, sesaat mendengar seluruh kata-kata yang Bernice ucapkan.

“Anak-anak kalian, bagaimana keadaan mereka? Aku yakin mereka sudah tumbuh dewasa saat ini. Ihsan dan Huri, kan? Lalu si Kembar, Sema dan Anka.”

“Mereka sudah tumbuh dewasa sekarang,” sahut Sachi akan pertanyaan Sabra, “kau ingin bertemu mereka?”

“Kalau diizinkan,” jawab Sabra ketika mata mereka berdua saling bertatap.

Sachi mengangguk pelan sebelum memalingkan tatapannya ke arah di mana keempat anaknya berada, “Ihsan! Huri! Sema! Anka! Kemarilah kalian berempat!” panggil Sachi dengan suara lantang.

“Oh! Perempuan ini!” celetukan Bardiani membuat mereka semua kompak menoleh padanya, “perempuan inilah yang aku katakan tadi! Aku melihatnya menunggangi hewan yang mirip dengan milik Sachi, karena itulah aku mengajak kalian untuk menemuinya!” sambung Bardiani sambil memukul-mukul lengan Bernice berulang-ulang, sedang jarinya yang lain menunjuk pada Huri di sana.

“Dia Putri kami. Sangat cantik, kan?” ucap Sachi sesaat keempat anaknya sudah berdiri di dekat mereka.

“Huri! Ihsan! Apa kalian masih ingat dengan Bibi Bernice dan Bibi Sabra? Mereka dulu pernah mengajari kalian Beladiri saat Ibu masih hamil adik kalian.”

Our Queen : Carpe DiemWhere stories live. Discover now