Mereka sempat bertelpon sekitar tiga menit untuk memastikan kenapa. Untuk kejadiannya, Barra bilang hari ini akan ia jelaskan. Yang Alisha tangkap dari penjelasan Barra sih, pria itu membanting stir ke kiri sehingga kepalanya terbetur jalanan. Beruntung tidak sampai gagal otak atau semacamnya. Tapi kepala Barra harus dijait semalam.



🌼🌼🌼

Gia membuka pintu ruang inap anaknya. Perempuan dengan dress selutut itu masuk ke dalam.

"Bar...." Panggilnya lembut.

Barra tak membuka matanya. Membiarkan panggilan itu terus terdengar di telinganya. Sebab semalam tidak ada satu pun orang rumah yang cepat menjawab telepon dari pihak rumah sakit. Papahnya sempat mengangkat, tapi karena ada meeting jadi telepon di matikan secara sepihak. Ironisnya lagi Barra tidak menyimpan nomor mamahnya ini membuat suster bingung harus menelpon siapa lagi.

Mereka baru datang sekitar satu jam setelah Barra disini. Bahkan dokter mengambil tindakan tanpa meminta izin, karena ya bingung minta izin siapa? Mereka datang setelah Barra keluar dari ruang operasi karena kepala pria itu dijahit.

Tak lama mamahnya keluar dengan sendirinya tapi Barra tau ada sesuatu yang ditaruh di meja. Ah, rupanya itu makan siangnya hari ini. Dari pagi Barra hanya makan dua suap bubur hambar, satu sendok sup jagung yang tak kalah hambar. Hanya buah-buahan yang bisa masuk ke perut Barra selama di rumah sakit ini.

Ia melihat jam dinding. Jam segini harusnya pelita sudah pulang. Ia mengecek notifikasinya. Tapi Alisha dan teman-temannya belum mengirim pesan. Kenapa waktu berjalan sangat lambat hari ini? Padahal biasanya Barra merasa hari-hari yang dilaluinya sangat cepat di sekolah. Tiba-tiba pulang ke rumah sudah sore atau bahkan malam.









Harum karbol antiseptik khas rumah sakit menyergap penciuman mereka. Rumah sakit itu terletak lumayan jauh dari sekolah. Dan arahnya juga berlawanan dengan rumah Barra membuat Alisha bingung. Kenapa bisa pacarnya itu kecelakaan disini?

Alisha datang bersama Darren, Gabriel dan Tania. Area rumah sakit ini tidak seberapa besar. Malahan lebih mirip dengan rumah sakit personal khusus keluarga dibanding rumah sakit umum.

Alisha berhenti membuat yang lain juga berhenti. Menengok ponselnya tempat Barra mengirimkan nomor kamarnya. Tania ikut menoleh. "Bener kan lantai tiga?"

Alisha mengangguk. "Yuk bener kok"

Lorong kamar yang mereka lewati terlihat lebih private room. Bahkan dari bawah tadi. Sepertinya ini memang rumah sakit mahal. Di depan kamar 176 mereka berhenti lalu perlahan mendorong pintu membuat seorang pria dan wanita sedang duduk mendongak.

Jantung Alisha mendadak bergerak cepat. Ia langsung berpegangan pada Tania begitu melihat papah Barra. Entahlah di mata Alisha, Alexander adalah seorang monster yang mengerikan karena pernah mendengar papah Barra marah-marah. Ditambah wajah papah Barra yang tegas.

Tania yang merasa ada tangan yang memegangnya tersenyum kecil. Ini kali pertama Alisha bertemu dengan Alexander dimana posisinya Alexander sudah mengetahui hubungan Alisha dan Barra.

Alex dan Gia berdiri. Tiga orang diantaranya terlihat familiar tapi Alex menatap satu gadis yang agak takut melihatnya.

"Oh, om. Ini Alisha" kata Tania tersenyum. Menatap Alisha dan mengangguk seolah menyuruh Alisha untuk berjabat tangan.

Alisha tersenyum kikuk. Memberanikan maju beberapa langkah dan salim kepada kedua orang tua Barra yang berdiri.

"Alisha, om, tante" ujarnya.


"Oh, pacar Barra ya?" Tania Gia.

Alisha menganggukkan kepalanya. Sebelumnya Barra sudah pernah bicara soal ini.

About Barra 2 [TAMAT]Where stories live. Discover now