46. Diktair Chapter Empat Puluh Enam : Apakah Ini Akhir?

Start from the beginning
                                    

Airsya tersenyum mengingat kejadian-kejadian dulu bersama Dikta yang tiba-tiba terlintas di kapalanya, Airsya ingat sekali saat Dikta mengajaknya Nikah, Malam pertama dan punya anak. Sayangnya dulu Airsya menganggapnya itu becandaan, padahal Dikta benar-benar serius akan hal itu.

"Lo mau punya anak berapa?" tanya Dikta.

"Satu," jawab Airsya.

"Dikit amat, sepuluh aja, yuk?"

"Dih, lo kira gue kucing!"

"Sepuluh aja, ya, ya, ya?" Wajah Dikta memelas.

Airsya tak berhenti tertawa. "Kenapa jadi lo yang ngatur? Emang lo suami gue?"

"Gue calon suami lo, jadi mau bikin berapa anak itu terserah gue, kan gue yang nyumbang sperma gue buat lo."

"Terus lo pikir gue mau jadi istri lo?"

"Nggak ada alasan buat lo nolak gue, secara gue itu ganteng, calon pengusaha, baik hati, tidak sombong, rajin menabung, dan punya astrea buat ngajak lo jalan-jalan keliling dunia."

"Gue mau nya punya pesawat pribadi, bukan motor tua lo itu!"

"Mangkanya doain gue jadi pengusaha, katanya doa istri itu mujarab."

"Gue bukan istri lo Radikta Prayoga!"

"Tapi, mau kan jadi istri gue?" Dikta mengedipkan matanya.

"Ganteng kali lo, ya, kepedaan!" ledek Airsya.

"Gue mah gapapa da, Ca, lo nggak jadi istri gue juga. Karena, yang paling penting nanti lo jadi ibu dari anak-anak gue."

Airsya menoyor kepala Dikta. "Mangkanya sarapan dulu, biar nggak usah kebanyakan ngayal!"

Airsya membuka matanya, kata-kata yang Dikta ucapkan sama percis dengan yang Dikta lontarkan untuk Sindy, apakah perasaan Dikta untuk Airsya benar-benar telah hilang?

Airsya meneteskan air matanya, ia tidak memperdulikan mau tempat ini banjir atau tsunami sekalipun.

Sekarang semua itu hanya menjadi kenangannya bersama Dikta, laki-laki itu sudah menjadi milik orang lain seutuhnya. Andaikan bisa, Airsya ingin mengulang waktu dan memperbaiki segala ke salahpahamannya dengan Dikta, tetapi sunggih itu tidak mungkin terkadi.

"Lo gapapa?" Tanya Rena yang tiba-tiba datang menghampiri Airsya.

Rena tidak sendirian, ia bersama dengan Febby, walaupun tumben tidak ada Senna.

"Gapapa," jawab Airsya, seraya berdiri disebelah Febby.

"Lo di panggil Senna, dia nunggu lo di parkiran," ujar Febby.

Airsya tidak membalas, ia lebih memilih langsung berjalan melangkah menuju tempat yang di tunjukan oleh kedua sahabatnya itu.

Bukannya Airsya tidak menghargai Rena maupun Febby, tetapi percuma mereka berdua masih terlihat emosi dan ujungnya pasti membela Senna. Karena, Airsya yakin ini pasti ada kaitannya dengan masalah yang kemarin.

Airsya masuk ke dalam mobilnya Senna, ia melirik Senna. "Kenapa lo manggil gue, ada apa lagi?"

Bukannya menjawab, Senna malah mengendarai mobilnya, parahnya mobil ini melaju dengan cepat.

"Kalau gue nggak bisa milikin Agas, lo juga gak boleh milikin Agas!" Senna melirik Airsya sekilas, seraya memperlihatkan senyuman jahatnya.

Sumpah, kali ini Senna seperti kehilangan akal sehatnya. Airsya terus berfikir, ia tidak ingin mati konyol seperti ini.

DIKTAIR Where stories live. Discover now