2. Diktair Chapter Dua : Please, Berhenti.

53.8K 4.6K 173
                                    

"Jangan pernah ngancurin masa depan lo, dengan hal yang ngerugiin diri lo sendiri!"
-Radikta Prayoga- 

****

Setelah selesai pembelajaran hari ini, seluruh siswa dipulangkan. Termasuk Dikta, Juno dan Gerri. Tetapi, bukannya pulang, mereka malah mengganggu Sindy yang tengah menunggu jemputannya.

"Sindy belum pulang? mau mas Dikta anterin pulang gak?" tanya Dikta sambil mengedipkan matanya.

Juno dan Gerri hanya bisa menahan tawanya, Dikta sangat terlihat geli jika berbicara seperti itu.

"Engga," tolak Sindy cepat.

"Yah, motor Mas Dikta nanti nangis, katanya pengen cepat-cepat dinaiki Sindy," kata Dikta sambil menaik turunkan alisnya, ia tidak pantang menyerah.

Juno dan Gerri saling melirik, mereka sangat gatal ingin tertawa melihat tingkah Dikta yang konyol.

"Engga mau," kata Sindi memperjelas.

Sebuah mobil Toyota Alphard berhenti di depan mereka bertiga, itu adalah jemputan Sindy. Setelah pintu yang otomatis terbuka, Sindy langsung masuk ke dalam mobil tanpa berpamitan kepada Dikta, Juno maupun Gerri.

Juno dan Gerri akhirnya bisa tertawa puas.

"Lo kalah taruhan, Sindy gamau lo ajak pulang. berati motor butut lo buat gue ya," ucap Juno.

Ya, Juno Gerri dan Dikta memang mengadakan taruhan, kalau Dikta berhasil mengantarkan Sindy pulang, berati mobil mewah Lamborghini warna hitam milik Juno akan menjadi milik Dikta, tetapi jika Dikta kalah, Dikta harus merelakan motor legenda kesayangannya menjadi milik Juno dan Gerri. Tapi, dimana otak Juno? Menukarkan mobil mewahnya dengan motor tua milik Dikta?

Dikta langsung menaiki motornya, lalu menyalakannya dan langsung menjalankannya.

"Besok Sindy pulang sama gue, liat aja!" Teriak Dikta.

"Terus kalau dia nggak mau gimana?" tanya balik Gerri dengan teriak.

"Kan, masih ada hari esoknya lagi!" balas Dikta yang sudah hampir tak terlihat.

Dikta melajukan motornya dengan sangat kencang, ia hanya ingin menghindari perjanjian yang dibuat dengan kedua temannya itu. Dikta bodoh langsung mengiyakan taruhan yang diadakan Gerri dan Juno, pokonya Dikta tidak rela motor peninggalan kakeknya dipake oleh orang lain.

Setelah Dikta sudah jauh dari sekolah, Dikta mengecilkan Kembali kecepatannya, Dikta melirik kesekelilingnya. Iya, melihat Airsya yang lagi duduk dipinggir jalan, dengan masih menggunakan seragam sekolah. Tanpa pikir Panjang, Dikta mendekati Airsya yang sibuk memainkan ponselnya.

"Lo lagi ngapain di tengah jalan?" tanya Dikta yang langsung duduk disamping Airsya.

Airsya menoleh sekilas, lalu Kembali focus ke layar ponselnya lagi.

"Ganggu aja hidup lo!" ketus Airsya.

"Ye, Namanya juga hidup sama jutaan manusia, wajar kalau ke ganggu mah."

"Masalahnya lo ganggu gue terus Radikta Prayoga," kata Airsya mengeja nama Panjang Dikta.

Dikta tertawa pelan, "Nanti kalau gue gak ada, kangen lagi lo sama gue, terus lo pasti nyariin gue."

"Kepedaan bangen Masnya! Lagian, sotau!" umpat Airsya.

"Belom aja gue ngilang, nyesel lo ngomong gitu sama gue."

"Lagian lo mau kemana sih? Pergi pokonya harus ngajakin gue!"

"Dih, siapa lo?" Dikta mengerutkan kedua alisnya.

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang