26. Diktair Chapter Dua Puluh Enam : Sahabat Untuk Sindy

13.2K 1.3K 75
                                    

"Mungkin, Tuhan sengaja ngasih gue buat selalu lindungin lo. Tinggal di lo nya aja, mau gue lindungin atau Nggak."
-Radikta Prayoga-

****

Saat ini Sindy berada di kelas seorang diri, seperti biasanya saat jam istirahat Sindy lebih memilih diam di kelas dari pada harus ke kantin atau taman yang ramai, lagi pula ia bawa bekal dari rumah.

Sindy yang baru saja selesai mengerjakan tugas, tiba-tiba di hampiri oleh Airsya, Senna, Febby dan Rena.

Senna merangkul Sindy, ia membisikan sesuatu tepat di telinganya Sindy. "Lo sengaja buat nilai gue turun, Hah?!"

Pasalnya nilai PR mereka yang dikerjakan oleh Sindy itu kurang dari lima, sedangkan nilai Sindy sendiri sembilan. Bagaimana Senna tidak naik pitam?

"Dendam lo sama kita?!" Bentak Febby menarik rambut Sindy.

"Sa--sa-kit," lirih Sindy.

"Ya, itu sih resiko ngelawan kita." Rena melirik Senna, "Enaknya di apain nih, Sen?"

"Gimana, Sya?" tanya Senna terhadap Airsya.

Airsya yang sedang memainkan ponselnya, langsung melirik Sindy sekilas. Sebetulnya ini bukan urusan Airsya, lagipula yang membutuhkan jasa Sindy itu mereka bertiga bukan dia.

Airsya bisa mendapatkan nilai sembilan tanpa harus meminta bantuan kepada Sindy. Tapi, karena Senna memaksanya untuk ikut melabrak Sindy, akhirnya Airsya terpaksa mengikuti.

"Terserah lo pada, gue ngikut aja," jawab Airsya dengan santai, lalu kembali memainkan ponselnya.

"Jangan gitu dong, Ca. Apain nih?"

Airsya menghembuskan nafasnya, ia menaruh ponselnya di kantung baju sekolahnya. Ia tersenyum jahil, sepertinya Airsya punya rencana untuk mengerjai Sindy.

Airsya mengambil spidol warna merah permanen di tasnya, "Diem lo!" Airsya mulai menggambar Angka sembilan di sekujur wajahnya Sindy.

Senna, Febby, Rena yang melihatnya tidak berhenti tertawa, kalau mainan soal bully membully Airsya memang jagonya, bahkan beberapa siswa ada yang mengundurkan diri keluar dari sekolah, karena ulahnya.

"Nah, kalau gini kan lo lebih cantik. Biar semua orang tahu kalau lo itu pinter, tapi tetep aja gue lebih pinter dari lo!" ujar Airsya.

Senna menarik rahang Sindy dengan paksa, "Lo emang pinter, tapi kalau lo dibandingi sama temen gue, lo itu bodoh!"

"Kalau saya bodoh, kenapa kalian masih minta bantuan saya? Kenapa kalian nggak minta sama temen kalian yang katanya pinter itu?" Sindy mencoba melawan.

Senna menggebrak meja. "Lo ngatain gue bodoh?! Lo gatau gue siapa, hah?!" Bentak Senna.

"Maaf." Sindy menundukan kepalanya, ia sadar kalau ia tidak bisa melawan Senna and geng apalagi ia tidak punya teman.

Senna menjambak rambut Sindy, "Sekali lagi lo ngatain gue bodoh, gue depak lo dari SMA Gunadarma!" ancam Senna.

Sindy tidak lupa kalau Senna adalah anak kepala sekolah disini, itu sebabnya ia tidak pernah berani untuk memberontak atau melawan Senna ataupun Senna dan Geng.

"Lihat gue, gue lagi ngomong sama lo!" Senna semakin mempererat jambakannya, membuat Sindy meringis kesakitan.

"WOY, ANJING!" Dikta melepaskan jambakan tangan Senna dari rambutnya Sindy.

Airsya yang bingung akan kedatangan Dikta yang secara tiba-tiba langsung mengerutkan kedua alisnya, "Bukannya lo Futsal?"

Memang, tadinya Dikta akan latihan futsal. Tetapi karena ia tidak enak badan, ia lebih mimilih untuk kembali ke kelas. Nah, di saat mau masuk kelas ia melihat Sindy di perlakukan tidak wajar oleh Airsya dan teman-temannya, menurut Dikta ini sangatlah keterlaluan.

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang