22. Diktair Chapter Dua Puluh Dua : Tentang Gerri dan Perbedaannya.

14.8K 1.5K 56
                                    

"Lo tahu sendiri, keluarga gue yakin banget sama kepercayaan yang kita peluk. Gue juga percaya, keluarga lo juga begitu. Bukan gue yang Nggak ngerestuin, tapi Tuhan dan mungkin orang tua gue sama lo juga Nggak setuju. Tapi, lo jangan takut sama yang Namanya jodoh."
-Arjuna Robertino Abraham-

****

Setelah pulang sekolah hal yang dilakukan Dikta kalau tidak nongkrong di jalan atau warung kopi, ia pasti nongkrong di basecamp, yaitu rumahnya Juno.

Dikta tidak sendiri ia Bersama dengan Gerri, karena memang rumah Juno pantas untuk dijadikan basecamp, karena selain besar dan luas rumah ini juga sepi. Kedua orang tuanya jarang ada di rumah, jadi mereka bebas melakukan apapun termasuk ngerokok, ngopi, bahkan minum alcohol sekalipun.

"Ah, kenapa gue kalah mulu ya?" kata Juno kesal, karena sedari tadi ia kalah bermain playstasion game balap motor dengan Dikta.

Dikta hanya tertawa puas, ia memang tidak pernah terkalahkan dalam bermain game seperti ini, "Mau ulang lagi? Lima kali gue menang nih."

Juno berdecak, "Ulang pokonya, gue yakin kali ini gue yang menang."

"Oke," kata Dikta sambil menghisap rokoknya.

Mendegar ocehan Juno dan Dikta, Gerri hanya terkekeh pelan sambil memainkan ponselnya. Bukannya Gerri tidak ingin ikut bermain, tapi ia memang kurang mahir dan tidak terlalu hobby bermain game.

Seorang perempuan cantik, adik dari Juno yang Bernama Gladis keluar dari kamarnya. Ia Menghampiri Juno, Dikta dan Gerri dengan wajah yang cemberut.

"Kak, bisa pelanin dikit, Ngga sih?" tanya Gladis, karena suara mereka bertiga sangat menggangu indra pendengarannya.

"Kalau gamau ke ganggu tinggalnya di hutan aja, Dis." Dikta meledek Gladis.

"Kak Dikta aja sono, sekalian nikahin orang utan biar kelakuannya tambah mirip," ledek balik Gladis.

Dikta tertawa, "Kalau kak Dikta mirip orang utan, Gladis apanya?"

"Gladis mah orang!"

"Iya, Orang Utan, kan?" Dikta terkekeh.

"Ish, Kak Dikta! Gladis serius, jangan berisik. Gladis lagi banyak tugas," pinta Gladis dengan wajahnya yang serius.

Gerri yang sedari tadi menyimak percakapan mereka, langsung berdiri menyamakan tingginya dengan Gadis itu. "Gladis, maafin temen-temen kak Gerri, ya?" Gerri tersenyum.

Dikta tertawa dan bahkan Juno yang tengah serius bermain game, langsung ikut tertawa mendengar apa yang Gerri katakan. Intonasinya lembut, seperti bukan Gerri yang mereka kenal.

"Emang ya, Cuma kak Gerri aja yang waras disini," ujar Gladis.

"Berati kamu juga nggak waras dong, Dis?" tanya Dikta disertai tawanya.

"Enak aja lo ngatain ade gue gak waras!" Juno menyenggol Dikta, "Tapi, ade gue emang gak waras sih, ngomel terus marah-marah mulu kerjaannya. Depresi kali, ya dia?"

Gladis melempar Handphone yang ia genggam tepat di wajah Juno, "Kakak sialan! Aku kutuk jadi batu baru tahu rasa."

"Sakit de, anjirt lo! Kalau pala gue ilang ingatan, atau gagar otak mau tanggung jawab? Hah?"

"Terus Gladis harus kasihan? Nggak banget! Pokonya, ganti rugi Hp Gladis sama Iphone 13 terbaru."

"Gagaga! Enak aja, suruh siapa lempar-lempar hp, di kira belinya pake daun!" umpat Juno.

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang