45. Diktair Chapter Empat Puluh Lima : Terlambat!

13.7K 1.7K 164
                                    

"Jadinya, pilih gue apa Agas? Nggak bisa  dua-duanya ya, kesian nanti tingkat ke jombloan betina semakin banyak."
-Radikta Prayoga-

Note : Cuma mau minta vote dan komentar yang sebanyak-banyaknya. Udah itu aja, nggak minta apa-apa lagi hehe.

****

Juno mengenderai mobilnya dengan kecepatan yang sangat tinggi, disebelahnya ada Airsya yang wajahnya terlihat penuh ke khawatiran.

Ya, mereka berdua menuju rumah sakit tempat Dikta di rawat, karena mendapat kabar kalau Dikta sudah siuman dari komanya.

"Dikta baik-baik aja, lo nggak usah khawatir Ca," Juno melirik Airsya sekilas.

"Gue terlalu bego, Jun..." lirih Airsya.

Juno kembali melihat wajah Airsya sekilas. "Lo jangan ngomong gitu mulu!"

"Tapi, gue emang bego, Jun..."

Air mata Airsya kembali menetes, ketika ia mengingat kejadian tempo hari dimana ia dengan sengaja menendang perut Dikta hingga Dikta terpental dan meringis kesakitan, tetapi sepatah kata maaf pun, tidak ada yang keluar dari mulutnya dan parahnya Airsya lebih memilih menolong Agas ketimbang Dikta.

"Dikta suka sama lo, Ca... udah lama," ujar Juno.

Airsya tertawa dengan air mata yang masih membanjiri wajahnya. "Gue lagi gak mau becanda, Jun!"

"Gue serius, Dikta suka sama lo, Dikta sayang bahkan cinta sama lo, Ca..." Juno menarik panjang nafssnya. "Dikta bilang sendiri sama gue, waktu kemaren pulang dari markas Singa."

"Tapi, kenapa Dikta nggak pernah ngomong sama gue?"

"Dikta lebih takut kehilangan lo, dari pada rasa cintanya sama lo. Jadi, Dikta lebih memilih lo tahu sendiri, tapi kenyataannya lo gak pernah peka!"

Airsya mengacak-ngacak rambutnya sendiri, sambil memukul-mukul kepalanya.

"Kenapa gue nggak pernah peka sama perasaan temen gue sendiri, Jun? Kenapa otak dan hati gue beku banget? Jun... sekarang gue harus ngapain?"

"Asal lo tahu, Dikta hampir di penjara gara-gara ngelindungi lo, dia bunuh dua belas orang maha siswa karena berani-beraninya hampir memperkosa lo!" Juno membeberkan semuanya, setidaknya dengan ini Airsya mungkin bisa sadar dan mengaggap kalau Dikta itu ada.

"Ma-maksudnya gimana?" Sungguh, Airsya kurang paham dengan penjelasan Juno.

"Lo inget waktu pulang dari rumah gue, lo dalam keadaan mabuk dan lo maksa untuk pulang sendiri?" tanya Juno.

Airsya mengangguk. "Iya."

"Gue juga gatau gimana caranya, lo bisa masuk markas geng maha siswa itu. Tapi, lo hampir di gilir sama dua belas orang itu, untung ada Dikta yang ternyata nyusulin lo! Dikta memukul mereka semua, menghajarnya habis-habisan, sampai mereka kehilangan nyawanya."

Airsya memejamkan matanya, membiarkan air matanya menetes, sungguh ia tak peduli seberapa banyak air matanya yang keluar, kalau bisa ia menginginkan tenggelam bersama penyesalannya.

Sebegitu sayangnya, Kah, Dikta terhadap Airsya? Sampai Dikta rela menghabisi nyawa orang yang mau menyakitinya.

"Ca, Dikta sayang banget sama lo. Gue aja bingung dimana akal pikirannya, sampai Dikta rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk lo. Gara-gara kejadian itu juga Dikta hampir dipenjara seumur hidup, untung papa nya bisa menghandle semuanya dengan memberi dan menanggung financial keluarga mereka," lanjut Juno.

DIKTAIR Where stories live. Discover now