42. Diktair Chapter Empat Puluh Dua : Perihal Menghargai

12.8K 1.6K 94
                                    

Kalau ada yang tulus jangan disia-siain, banyak orang yang merasa kehilangan karena telat menghargai:)
-Holipehh-

Note : Siap Untuk Meramaikan kolom komentar?🐣

****

"Dikta kenapa?" tanya Juno yang baru saja datang, dengan nafas yang masih ter engah-engah.

Gerri yang duduk bersandar di tembok tidak sanggup untuk menjawab, ia juga bingung menjelaskan semuanya, karena ia sendiri tidak tahu apa yang terjadi.

Gladis yang paham akan sikap Gerri, langsung beranjak mendekat ke arah Juno, kakaknya.

"Aku sama kak Gerri gatau, tiba-tiba pas aku dateng ke rumahnya, kak Dikta berlumuran darah. Aku sama kak Gerri langsung ngebawa ke rumah saki," jelas Gladis.

Juno langsung mengepalkan kedua tangannya, ia memukul-mukul tembok rumah sakit, ia tidak peduli disebut orang gila sekalipun sama orang yang memperhatikannya.

"Kak Juno, udah kak, udah!" Gladis menarik tubuh Juno, lalu memeluknya.

Kalau saja Gladis tidak menghentikan aktifitasnya, mungkin tangan Juno sudah memar dan membiru.

"Ini semua salah gue, harusnya gue nggak ninggalin lo, Dik." Gumam Juno pelan.

"Ini bukan salah kak Juno, kakak jangan ngomong kayak gitu."

Juno melepas pelukan Gladis, ia melangkah ikut duduk mendekati Gerri yang tidak bersuara sama sekali dari tadi.

"Bilang sama gue, Ger. Siapa yang udah ngebuat Dikta masuk UGD?!" tanya Juno wajahnya terlihat penuh dengan amarah.

Gerri tetap tidak menjawab, ia menekukan kakinya, terlihat sekali ia sangat ketakutan jika terjadi apa-apa terhadap Dikta.

Juno menepuk-nepukan kedua rahang Gerri. "Jun, bilang sama gue!"

"Kak, udah!" Gladis tidak tega dengan Gerri yang terus disudutkan, padahal Gerri tidak tahu apa-apa.

"Arggghhhttt!"

Teriak Juno, ia tidak terima dengan kejadian yang membuat sahabatnya bisa kehilangan nyawa.

"Kak, udah.." lirih Gladis.

Juno mencoba mengatur nafasnya, menghela air matanya yang menetes perlahan.

"Eca, dimana?" tanya Juno dengan pelan.

Gladis menggelengkan kepalanya. "Aku gatau, kak. Kayaknya kak Eca belum tahu tentang kak Dikta yang masuk rumah sakit."

Dengan cepat Juno mengambil ponsel yang berada disaku celananya, ia beberapa kali mencoba menghubungi Airsya. Namun nihil, tidak ada jawaban sama sekali dari gadis itu.

"Arggghhttt anjing, kemana itu anak!" Juno mengumpat.

Beberapa pesan yang Juno kirimkan juga tidak ada satupun yang dibalas oleh Airsya, padahal itu terkirim.

Gladis mengelus pundak Juno. "Sabar kak, nggak enak sama bundanya Dikta."

Gladis melempar pandangannya kepada bundanya Dikta yang lagi duduk di kursi roda, sambil tak berhenti mengeluarkan air matanya, menangis tersedu-sedu.

DIKTAIR Where stories live. Discover now