8. Diktair Chapter Delapan : Hukuman

22.7K 2.3K 40
                                    

Dengan Langkah terburu-buru Airsya berlari di koridor sekolah, sesekali Airsya melihat jam tangannya, waktu sudah menunjukan hampir pukul Delapan, gara-gara Dikta tidak menjemputnya Airsya menjadi kesiangan seperti ini.

BRUK

Airsya menabrak Sindy yang tengah membawa tumpukan buku pelajaran, hingga berserakan di lantai karena berjatuhan. Sindy langsung berjongkok, dan mengambil buku-buku itu.

Dengan wajah kesalnya Airsya melihat ke arah Sindy, "KALAU JALAN PAKAI MATA DONG!"

Bukannya membantu Airsya malah membentak Sindy.

"Maaf, saya gak sengaja," ucap Sindy.

"Diri lo!" pinta Airsya.

Sindy berdiri, sambil memegang Kembali tumpukan buku tersebut.

"Maaf, Sya."

Airsya menaikan satu alisnya, "Siswi paling rajin di sekolah, tahu nama gue?"

Airsya tertawa, lagi pula memang tidak ada satupun siswa yang tidak mengenalinya. Karena, reputasi Airsya yang nakal tetapi pintar dalam bidang akademi maupun olahraga sudah tersebar luas ke seluruh penjuru sekolah.

"Hey, calon masa depan." Entah dari mana asalnya, Dikta langsung menghampiri Airsya dan Sindy.

Dikta merangkul Sindy, dengan tersenyum lebar.

"Lebay lo!" cibir Airsya.

"Dih sirik aja lo!" Kata Dikta, tangannya masih merangkul Sindy.

Karena Sindy risi, Sindy langsung menyingkirkan tangan Dikta yang berada di pundaknya.

"Jangan pegang-pegang saya," ujar Sindy, lalu melangkah pergi meninggalkan Dikta yang terdiam.

Airsya tertawa dengan puas, sungguh ini tontonan yang wajib diabadikan.

"Kenapa ketawa lo, Ca?"

Airsya tidak menjawab, ia terus saja tidak berhenti tertawa.

Dikta melipat kedua tanganya di dada, "Mungkin sekarang Sindy nolak gue, tapi gue yakin dua atau tiga hari lagi, dia yang ngejar-ngejar gue."

Mendengar ucapan Dikta Airsya semakin keras tertawa, Dikta memang terlalu percaya diri. Mana mungkin, Sindy siswi paling rajin jatuh hati begitu saja dengan Dikta yang brandalan, dekat saja mungkin Sindy masih mikir-mikir.

"Wah ngeledek lo ya?" Dikta tersenyum tipis dengan sinis.

Airsya menghentikan tawanya, "Katanya cowok paling ganteng di SMA Gunadarma, banyak yang ngantri, mau macarin seluruh penghuni sekolah, tapi deketin satu cewek aja langsung di tolak. Gak kena mental lo, Dik?"

"Dih, emang gue ganteng. Sindy nya aja yang matanya ketutupan sama buku, jadi gantengnya gue gak kelihatan."

"Mangkanya, jangan kepedean! Pacarin aja tuh bu susi." Ledek Airsya.

Dikta tertawa sambil menggelengkan kepalanya, "Wah gila sih lo, masa iya gue suruh jadian sama orang gila."

Airsya tertawa lalu berlari menghindari Dikta, karena habis ini Dikta pasti akan mengelitikin tubuhnya, Airsya paling gatahan kalau sudah di gelitikin Dikta.

Benar saja, Dikta mengejar Airsya. Mereka main kejar-kejaran sampai ke lapangan sekolah, hingga keduanya cape sendiri.

"Dik, udah ya cape," kata Airsya sambil menghembuskan nafasnya dengan cepat.

Dikta tertawa, "Ngaku kalah kan lo sama gue?"

Airsya tidak menjawab pertanyaan Dikta, ia malah tiduran di lapangan. Dikta tersenyum, lalu mengikuti Airsya tiduran di lapangan. Keduanya menatap langit yang mulai terik, matahari mulai memancarkan panasnya.

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang