17. Diktair Chapter Tujuh Belas : Perihal Kecap

16.2K 1.6K 41
                                    

Dikta tengah asik menyantap makanan di warung ibu Salamah, karena seperti biasanya ia tidak sempat sarapan. Seletelah selesai makan, Dikta langsung mengambil satu batang rokok di saku nya. Tetapi, Baru saja Dikta ingin menyalakan rokoknya, Airsya datang dan mengambil paksa sebatang rokok yang ia pegang.

"Kenapa? mau? Nih." Dikta menyodorkan satu bungkus rokok terhadap Airsya.

Airsya menatap Dikta dengan tatapan tajamnya, "Kemana aja lo? Semalam gue tungguin sampai hampir pagi, Ngga muncul-muncul!"

Dikta tertawa, "Oh, semalem?"

"Engga ada yang lucu, gak usah ketawa!"

Dikta berhenti tertawa, sepertinya Airsya benar-benar marah terhadapnya, "Gue nganterin Sindy pulang, pas gue balik lagi nyokap suruh gue pulang, terus gue lupa ngabarin lo. Sorry ya?"

"Hah? Sindy?" Tanya Airsya tak percaya apa yang dikatakan oleh Dikta, karena orang seperti Sindy tidak mungkin keluar malam.

Dikta terkekeh pelan, "Kenapa? Ngga, percaya?"

"Ya, Engga lah! Masa Sindy tengah malam ada di jalanan, apalagi jalan Semeru yang notabenya anak tongkrongan doang yang make."

"Kalau soal itu gue juga gatau, gue sih Cuma kasihan aja lihat dia nungguin taxi, masa iya gue ngebiarin cewe tengah malam di jalanan kayak gitu, dimana hati Nurani gue?"

Airsya berdecak, "Palingan modus aja lo sama Sindy, coba kalau bu Susi yang ada di tengah jalan? Mau lo nganterin dia pulang?"

"Yaengga bu Susi juga, Ca. Masa iya, gue nganterin orang gila pulang, mending dia hafal rumahnya, kalau Ngga gimana?"

"Ya, ajakin ke rumah lo aja." Airsya menahan tawanya.

"Kalau gue ikutan gila gimana?"

"Ya, bagus lah. Kesian bu Susi, biar ada temennya." Airsya tertawa dengan sangat puas.

Dikta menggelengkan kepalanya, "Wah parah sih lo, nyumpahin temen sendiri gila. Engga sekalian aja tuh, masukin gue ke rumah sakit jiwa."

"Ide bagus tuh, mau kapan?"

"Ca, gue bacanda ish." Dikta memanyunkan bibirnya, berpura-pura kesal terhadap Airsya padahal tidak sema sekali, ia hanya bertingkah seperti anak kecil jika Bersama Airsya.

Airsya terkekeh pelan, "Tapi, gue gak becanda." Airsya memeletkan lidahnya.

Dikta tersenyum jahil, ia mengambil botol kecap dan memencetnya hingga mengenai tangannya. Tanpa pikir dua kali, Dikta menempelkan kedua tangannya di wajah Airsya.

"DIKTAAAAAAA!" Teriak Airsya, tentu saja Airsya kesal, karena hampir seluruh wajahnya terkena kecap, akibat ulah Dikta yang jahil.

Dikta hanya tertawa melihat Airsya yang wajahnya sudah tidak ada bentuknya lagi menurut Dikta, "Biar item, kasihan Gerri gak ada temannya." Dikta berlari, menjauh dari Airsya.

Airsya tidak tinggal diam, ia juga mengambil botol kecap itu dan menyemprotkannya ke arah Dikta, namun tidak ada hasilnya sama sekali, karena tidak mengenai Dikta. "Awas lo ya, Dik!"

Dikta menjulurkan lidahnya, "Ngga kena, Ngga kena!"

Kalau begini terus Airsya akan kalah, Dikta berlari sangat kencang dan jauh melampaui kemampuan Airsya, "Dik, udahan ah cape!"

"Cemen lo, gitu aja ngalah!"

"Kaki gue keseleo," Airsya duduk di tanah, sambil memegang kedua kakinya.

Dikta langsung mengahampiri Airsya dengan cepat, "Mana yang sakit?" tanyanya dengan penuh khawatir.

"Kenaaa!" Airsya menyemprotkan kecap ke seluruh tubuh Dikta, bajunya yang putih kini dipenuhi oleh kecap.

Airsya tertawa sangat puas, akhirnya ia bisa menjahili Dikta balik. Padahal barusan Dikta benar-benar khawatir, tetapi Airsya malah mengerjainya.

Dikta terdiam sebentar lalu tersenyum dengan jahil lagi, ia langsung memeluk Airsya dengan sangat erat, membuat pakaian Airsya ikut terkena kecap.

"Diktaaa!" teriak Airsya lagi, namun Dikta malah tertawa.

Dikta melepaskan pelukannya, "Gimana, pelukan gue nyaman, kan?" Dikta menaik turunkan alisnya.

"Nyaman dari mana? Baju gue kotor semua!"

Dikta tertawa lagi, "Biar couplan kita."

"Terus gue belajarnya gimana? Mana gue belum masuk kelas sama sekali," lirih Airsya.

Dikta merangkul Airsya, "Kan, belajar pakai otak bukan pakai baju, telanjang juga gak ngaruh--."

"Kalau ngomong minta di tabok!" Airsya menoyor kepala Dikta.

"Awss! Sakit, Ca."

Airsya melipat kedua tangannya di dada, "Kalau mesum lagi gue pecat lo jadi sahabat gue!"

Dikta tertawa, "Engga rugi tuh gue, kayak lo mah gue bisa dapetin beli satu gratis satu."

"Lo kira gue jajanan beli satu gratis satu!"

Dikta tertawa sangat kencang dan puas. Bersama dengan Airsya memang selalu membuatnya Bahagia, Membuatnya lupa akan masalah di hidupnya, kadang Dikta sempet kepikiran, bagaimana nanti jika mereka sudah tidak sama-sama lagi.

****

Juno, Gerri dan teman-teman futsalnya tengah asik membicaraakan turnamen futsal Nasional yang akan diselenggarakan minggu depan, namun tawa canda mereka terhenti Ketika Agas dan segerombolannya Kembali masuk ke dalam ruangan tersebut dan memaksa mereka untuk meninggalkan ruangan itu, karena mulai saat ini ruangan futsal akan mengganti nama menjadi ruangan basket ke-dua.

"Gak bisa! Ruagan ini punya futsal, udah turun menurun," ujar Gerri.

Bagjo tersenyum jahat, "Terus gue harus peduli?!"

"Ya, pokoknya gue dan yang lain tetap akan pertahanin ruangan ini," Timpal Juno, ikut angakat bicara.

Agas tertawa dengan licik, "Gue kira anak futsal itu pada nepatin janji, ternyata munafik semua!"

Gerri yang tidak terima langsung memukul Agas hingga tersungkur ke lantai, "Lo yang licik, Anjirtt!"

Bagjo langsung mengulurkan tangannya terhadap Agas, namun Agas menepisnya.

"Gue gak licik, temen lo nya aja yang pengecut cupu, kabur gitu aja!" Agas berdiri sambil memegang sudut bibirnya yang Kembali berdarah.

Gerri yang kepancing emosi Kembali akan memukul Agas, namun Ditahan oleh Dikta yang baru saja datang mengahampiri mereka Bersama dengan Airsya.

"Gue bukannya cupu, gue cuma ngalah aja sama lo." Dikta tersenyum dengan sinis, "Ambil nih ruangan, jangan lupa lakban biar gak hilang!" Dikta melempar kunci ruangan futsal kepada Agas.

Bagjo mengepalkan tangannya, namun Agas menahannya. Agas tidak ingin Airsya menganggap atau memandangnya yang tidak-tidak, walaupun kenyataannya memang seperti itu.

Sebetulnya, Agas sengaja mengambil paksa ruangan Futsal, karena ia ingin mentiadakan futsal secara perlahan dan membuat basket sebagai satu-satunya ekstakulikurer terbaik di sekolah ini.

"Guys! Ayo pada chaw dari tempat ini." Dikta menyuruh kepada seluruh anggota futsal untuk pergi dari ruangan ini, karena ini bukan menjadi ruangan futsal lagi, ia juga berjanji akan segera mencari ruangan gantinya.

Airsya yang ikut dengan Dikta di belakang, sesekali ia melihat ke arah Agas yang tersenyum ke arahnya. Agas memang tidak pernah kehilangan pesonanya, bahkan walaupun Agas sejahat apapun itu, sosok gagah dan coolnya masih terasa banget. Membuat Airsya semakin tenggelam dalam persaan sukannya terhadap Agas, walaupun ia tahu kalau ia bukan tipekal gadis idaman Agas.

Dikta yang sadar Airsya memperhatikan Agas, langsung menarik paksa tangan Airsya, "Mau gue colok itu mata?"


Bersambung...

DIKTAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang